Kapal perbaikan Jepang Akashi
Sejarah | |
---|---|
Kekaisaran Jepang | |
Nama | Akashi |
Asal nama | Kota Akashi |
Pembangun | Arsenal Angkatan Laut Sasebo |
Biaya |
|
Pasang lunas | 18 Januari 1937 |
Diluncurkan | 29 Juni 1938 |
Selesai | 31 Juli 1939 |
Dipensiunkan | 10 Mei 1944 |
Nasib | Tenggelam pada 30 Maret 1944 |
Ciri-ciri umum | |
Jenis | Kapal perbaikan |
Berat benaman |
|
Panjang |
|
Lebar | 20,50 m (67 ft 3 in) |
Daya muat | 6,29 m (20 ft 8 in) |
Tenaga | 10000 bhp |
Pendorong |
|
Kecepatan | 19,2 knot (22,1 mph; 35,6 km/h) |
Jangkauan | 8.000 nmi (15.000 km) pada 14 kn (16 mph; 26 km/h) |
Awak | 336 anak buah and 433 insinyur |
Senjata | |
Pelindung | Tidak ada |
Akashi (明石 ) adalah sebuah kapal perbaikan dan merupakan bagian dari proyek spesial Kekaisaran Jepang untuk persiapan Perang Dunia ke-2 yang bertugas untuk memperbaiki 40% unit dari keseluruhan armada gabungan Kekaisaran Jepang (sekitar 140.000 jam kerja manusia). Dia dibangun di Sasebo. Akashi dilengkapi dengan beberapa peralatan canggih dari Jerman dan 443 orang dari total 779 awak kapalnya terdiri dari para mekanik spesialis. Akashi mempunyai 17 segmen pabrik yang berbeda di dalam tubuhnya, dan semuanya memiliki tungku pemanas dan paron yang kompleks. Pada masanya, Ialah sang pabrik bergerak yang maha canggih; Karena kemampuannya dalam menghasilkan tenaga, dapat menyaingi sang kapal tempur legendaris Jepang, Yamato yaitu 4.8 juta Watt guna menghidupkan mesin-mesinnya. Desain tubuhnya sendiri berdasarkan pada Medusa milik Angkatan Laut Amerika Serikat.
Masa bertugas
[sunting | sunting sumber]Namun, karena kemampuannya, Akashi yang bukan kapal untuk bertempur menjadi sasaran empuk Amerika, Akashi sering beroperasi di Pulau Truk dimana Ia banyak memperbaiki kapal-kapal perang Kekaisaran Jepang yang rusak di Perairan Filipina, Asia Tenggara, termasuk yang pernah Ia perbaiki adalah Shōkaku (1942) dan Yamato (1943). Begitu mengetahui hal itu, pada bulan Februari tahun 1944, Amerika langsung melancarkan Operasi Hailstone ke Pulau Truk dan membuat Akashi harus melarikan diri Ke Palau (wilayah sebelah utara Maluku).[1]
Nasib
[sunting | sunting sumber]Sebulan kemudian setelah ia kabur, tepatnya pada 30 Maret 1944, Ia terkena bombardir pesawat dan roket dari Amerika Serikat yang sudah menunggunya berlayar menjauhi Urukthapel, Kepulauan Palau. Ia tenggelam di perairan dangkal dengan bagian anjungannya yang masih berada di atas air. Sepuluh tahun kemudian, bangkainya dibawa pulang Ke Jepang dan dibesituakan.[2][3]
Kapal sekelas
[sunting | sunting sumber]Kapal ke- | Nama kapal | Pembuat | Dibangun | Diluncurkan | Selesai | Nasib |
Akashi (明石 ) | Arsenal Angkatan Laut Sasebo | 18 Januari 1937 | 29 Juni 1938 | 31 Juli 1939 | Tenggelam pada 30 Maret 1944; diangkat dan dibesot pada 1954. | |
5416 5417 |
Mihara (三原 ) Momotori (桃取 ) |
Mitsubishi, di Galangan kapal Yokohama | Dibatalkan pada pada 11 Agustus 1943. |
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Catatan pergerakan Akashi
- ^ Morison, Samuel Eliot (2001). History of United States Naval Operations in World War II: New Guinea and the Marianas, March 1944 – August 1944. 8. University of Illinois Press (reprint). hlm. 32–33. ISBN 978-0-252-07038-9.Google Books limited preview
- ^ Belote, James H.; Belote, William M. (1975). Titans of the seas: the development and operations of Japanese and American carrier task forces during World War II. New York: Harper & Row. hlm. 226. ISBN 978-0-06-010278-4.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- "Rekishi Gunzō"., History of Pacific War Vol.51 The truth histories of the Japanese Naval Vessels part-2, Gakken (Jepang), Agustus 2005, ISBN 4-05-604083-4
- Ships of the World special issue Vol.47 Auxiliary Vessels of the Imperial Japanese Navy, Kaijinsha, (Jepang), Maret 1997
- The Maru Special, Japanese Naval Vessels No.34 Japanese Auxiliary vessels, Ushio Shobō (Jepang), Desember 1979
- Senshi Sōsho Vol.31, Naval armaments and war preparation (1), "Until November 1941", Asagumo Simbun (Jepang), November 1969
- Senshi Sōsho Vol.88, Naval armaments and war preparation (2), "And after the outbreak of war", Asagumo Simbun (Jepang), Oktober 1975