Lompat ke isi

Kebaikan menurut Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kebaikan menurut Islam bersumber dari fitrah yang diberikan oleh Allah kepada setiap jiwa yang diberi kehidupan oleh-Nya. Sumber ajaran mengenai kebaikan menurut Islam berasal dari Al-Qur'an sebagai wahyu dari Allah. Perbuatan baik kemudian dicontohkan dan disempurnakan oleh Muhammad sebagai nabi dalam Islam. Setiap kebaikan yang dikerjakan oleh manusia menurut Islam akan diberi balasan kebaikan oleh Allah.

Penjagaan atas kebaikan menurut Islam tercapai melalui amar makruf nahi mungkar dan memiliki rasa malu. Sementara itu, pengrusakan atas kebaikan menurut Islam terjadi akibat penggunaan pengetahuan yang melawan fitrah sebagai tolok ukur dalam perbuatan serta seringnya melakukan kejahatan.

Al-Qur'an yang merupakan sumber ajaran Islam memiliki konsep mengenai fitrah di dalam diri manusia.[1] Surah Ar-Rum ayat 30 menyatakan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Adanya fitrah menjadikan manusia cenderung kepada kebaikan dan kebenaran. Keberadaan fitrah pada diri manusia merupakan hasil dari persaksian manusia sebelum dilahirkan ke permukaan Bumi. Fitrah menjadikan manusia memiliki kecenderungan menjadi makhluk yang religius dan membutuhkan keberadaan agama.[2] Persaksian ini dinyatakan kejadiannya oleh Allah dalam Surah Al-A'raf ayat 172. Kondisi manusia ketika persaksian berlangsung ialah dalam bentuk jiwa.[3]

Penyampaian

[sunting | sunting sumber]

Manusia menerima ajakan kepada kebaikan melalui pengutusan rasul oleh Allah. Ajakan ini merupakan bentuk dari kasih sayang dan rahmat dari Allah. Tujuannya untuk memperoleh keselamatan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.[4] Muhammad sebagai nabi dalam Islam menyatakan bahwa dirinya diutus sebagai penyempurna akhlak. Kebaikan dalam akhlak disampaikan melalui wahyu yang kemudian dicontohkan oleh Muhammad.[5] Sebuah hadis dari Aisyah yang menyiratkan bahwa Muhammad merupakan perwakilan dari nilai-nilai Al-Qur'an.[6]

Kepatuhan

[sunting | sunting sumber]

Kepatuhan kepada pemimpin

[sunting | sunting sumber]

Ketaatan dan kepatuhan atas perintah melaksanakan kebaikan berlaku bagi muslim terhadap para pemimpin.[7]

Kebaikan kepada orang tua

[sunting | sunting sumber]

Berbuat baik kepada orang tua merupakan perintah dari Allah dalam Surah An-Nisa' ayat ke-36. Perintah ini berkaitan dengan hubungan dengan sesama manusia yang saling membutuhkan kebaikan satu sama lain. Kewajiban anak untuk berbuat baik kepada orang tuanya sebagai bentuk balasan atas kebaikan orang tua dalam melahirkan, membesarkan dan mendidik anak dengan pengorbanan berupa harta dan jiwa. Kebaikan anak terhadap orang tua tidak sepenuhnya membalas kebaikan orang tua kepada anaknya.[8]

Balasan kebaikan dari Allah

[sunting | sunting sumber]

Kebaikan pada diri manusia hanya diperoleh ketika disertai dengan ketakwaan dan ketakutan kepada Allah.[9] Allah memerintahkan manusia untuk mengadakan perbuatan baik secara ikhlas. Nilai dari kebaikan akan hilang ketika kebaikan dilakukan tanpa menuntut pujian atau balasan dari orang lain ataupun menyebut-nyebut kebaikan yang telah dilakukan. Penghapusan nilai kebaikan ini dicontohkan dalam Surah Al-Baqarah ayat ke-264. Dalam ayat ini disebutkan perumpamaan sedekah yang dipamerkan oleh pemberi sedekah karena riya' hingga perasaan dari penerima sedekah menjadi tersakiti. Allah dalam ayat ini mengumpamakan perbuatan ini sia-sia seperti debu yang langsung hilang dari atas batu licin ketika terguyur hujan deras.[10]

Kebaikan dari Allah yang mengalami perkembangan dan pertambahan atas nilai manfaatnya dinamakan keberkahan. Surah Al-A'raf ayat ke-96 menyatakan bahwa orang yang beriman dan bertakwa akan diberi keberkahan dari langit dan Bumi oleh Allah.[11] Dalam Surah Al-An'am ayat ke-60 dinyatakan bahwa Allah membalas kebaikan yang berbentuk amal saleh kebaikan dengan pahala sebesar sepuluh kali lipat dari nilai kebaikan tersebut.[12]

Penjagaan

[sunting | sunting sumber]

Sebuah hadis periwayatan Imam Bukhari menyatakan bahwa kebaikan selalu dimiliki oleh orang-orang yang jujur. Kejujuran yang merupakan kebaikan ini kemudian menjadi cara untuk memperoleh Surga.[13]

Penyampaian

[sunting | sunting sumber]

Pengamalan dan pengajaran ilmu

[sunting | sunting sumber]

Penegakan atas kebaikan dapat dilakukan dengan mengamalkan dan mengajarkan ilmu. Konsep ini dinyatakan oleh Muhammad dalam periwayatan Imam Muslim. Muhammad mengatakan bahwa seseorang akan memperoleh pahala sebesar pahala orang yang mengerjakan ilmu yang diajarkan olehnya. Sebalinya, dalam hadis periwayatan At-Thabrani dinyatakan bahwa Allah akan memberikan siksaan yang berat kepada orang alim yang tidak mengajarkan ilmunya.[14]

Balasan kebaikan dari Allah

[sunting | sunting sumber]

Perintah berbuat kebaikan merupakan salah satu ajaran yang disampaikan di dalam Al-Qur'an. Ajaran ini berkaitan dengan pembedaan perilaku muslim dari segi akhlak.[15] Allah membalas kebaikan yang dikerjakan oleh manusia dengan memberikan kebaikan lain di sisi Allah. Balasan ini diberikan pada akhlak mulia yang disertai dengan iman kepada Allah. Manfaat dari kebaikan pada diri seorang muslim ialah menghilangkan kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat. Kondisi ini tercapai melalui muqarabah yang dilakukan dengan berbuat amal saleh dan ibadah.[16]

Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Surah Ali Imran ayat 159 menjelaskan bahwa kebaikan dan kelembutan merupakan bagian dari metode pendidikan dalam Islam.[17]

Penjagaan

[sunting | sunting sumber]

Prinsip amar makruf nahi mungkar dalam syariat Islam salah satunya berperan dalam pendekatan diri manusia kepada kebaikan. Pendekatan ini bertujuan untuk memperoleh ridha dari Allah.[18]

Dalam Shahihain disebutkan sebuah hadis yang menyatakan bahwa rasa malu merupakan semua kebaikan. Keberadaan kebaikan di hati bersumber dari rasa malu. Kebaikan pada diri seseorang akan menghilang bersamaan dengan ketiadaan rasa malu pada diri sendiri.[19]

Pengrusakan

[sunting | sunting sumber]

Surah Asy-Syams ayat 7-10 menyatakan bahwa jiwa yang membawa fitrah dapat dipelihara dan dapat pula dirusak. Jiwa manusia yang memiliki fitrah dapat pula dihilangkan dari pencemaran akibat dosa atau tidak ditampakkan kebaikannya karena disembunyikan.[20] Perlawanan terhadap fitrah yang mengarahkan kepada kebaikan akan terjadi ketika manusia melakukan perbuatan buruk dengan dasar pengetahuan yang dimilikinya.[21]

Surah Al-Hajj ayat 53 menyatakan bahwa kejahatan merupakan penyakit yang membuat kebaikan di dalam hati tergantikan. Perbuatan jahat berakhir dengan mengubah orang yang memiliki kebaikan menjadi orang yang jahat.[22] Kebaikan yang diyakini oleh seorang muslim berasal dari jimat maka dianggap sebagai perbuatan syirik kecil. Kondisi kesyirikan pemakai jimat dinyatakan dalam hadis periwayatan Imam Ahmad. Kesyirikan ini terjadi karena pemakai jimat bergantung kepada selain Allah.[23]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Junus 2013, hlm. 46.
  2. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 4.
  3. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 5.
  4. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 89.
  5. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 128.
  6. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 129.
  7. ^ Muslim, Abu (2012). 1001 Hal yang Paling Sering Ditanyakan tentang Islam. Jakarta: Penerbit Kalil. hlm. 165. ISBN 978-979-22-8699-1. 
  8. ^ Yani 2008, hlm. 18.
  9. ^ Yani 2008, hlm. 23.
  10. ^ Yani 2008, hlm. 354.
  11. ^ Yani 2008, hlm. 36.
  12. ^ Yani 2008, hlm. 145.
  13. ^ Yani 2008, hlm. 63.
  14. ^ Yani 2008, hlm. 268.
  15. ^ Uksan, Arifuddin (2022). Sukendro, Achmed, ed. Pendidikan Karakter Islami: Bangun Peradaban Umat (PDF). Sukabumi: CV Jejak. hlm. 59. ISBN 978-623-498-003-5. 
  16. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 81.
  17. ^ Mufidah, D., dkk. Ulumudin, Arisul, ed. Integrasi Nilai-nilai Islami dan Penguatan Pendidikan Karakter (PDF). Semarang: UPT Penerbitan Universitas PGRI Semarang Press. hlm. 29. ISBN 978-623-8087-07-5. 
  18. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 106.
  19. ^ Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim (2015). Terapi Syar'i Mengobati Penyakit Hati. Diterjemahkan oleh Karimi, Izzudin. Jakarta: Darul Haq. hlm. 53. ISBN 978-602-6845-05-4. 
  20. ^ Junus 2013, hlm. 54.
  21. ^ Junus 2013, hlm. 48.
  22. ^ Junus 2013, hlm. 60.
  23. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 75.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]