Keluarga Han dari Lasem
Keluarga Han dari Lasem | |
---|---|
Cabang Atas | |
Negara | Hindia Belanda Indonesia |
Tempat asal | Kekaisaran Qing |
Pendiri | Han Siong Kong (1673-1743) |
Gelar |
Keluarga Han dari Lasem (juga disebut sebagai keluarga Han dari Jawa Timur atau Surabaya) dulu adalah sebuah keluarga 'Cabang Atas' yang eksis di Hindia Belanda (kini Indonesia).[1][2][3][4] Keluarga ini mulai menonjol di Hindia Belanda pada abad ke-18 melalui aliansi dengan VOC.[1] Awalnya berasal dari Lasem di Jawa Tengah, keluarga ini memainkan peran penting dalam mengkonsolidasi kekuasaan Belanda di Jawa Timur. Sejumlah anggota dari keluarga ini kemudian juga menjadi Kapitan Cina dan priyayi di birokrasi Hindia Belanda.[1][2]
Pendirian dan sejarah keluarga
[sunting | sunting sumber]Keluarga ini diturunkan dari Han Siong Kong (1673-1743), yang bermigrasi ke Lasem dari Zhangzhou, Fujian, Kekaisaran Qing; dan dari mandarin Tiongkok pada abad ke-12, Han Hong.[1] Leluhur pertama yang tercatat dari keluarga ini, komandan militer pada abad ke-7, Han Zhaode, adalah jenderal di pasukan Chen Yuan Guang (657–711) yang menaklukkan Fujian untuk dinasti Tang.[1]
Dua anak Han Siong Kong, melalui pernikahannya dengan anak dari bupati Rajegwesi menurut J. Hageman, memainkan peran penting dalam mengkonsolidasi kekuasaan Belanda di Jawa Timur pada abad ke-18.[5] Anak pertama Han, Soero Pernollo (1720 – 1776), berpindah ke agama Islam, dan bekerja di VOC sebagai kepala polisi, kepala pelabuhan Surabaya, dan birokrat.[1] Sementara anak keduanya, Han Bwee Kong (1727 – 1778), tercatat menjadi Kapitan Cina pertama di Hindia Belanda, yakni untuk Surabaya.[1]
Keluarga ini mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, terutama saat jeda kekuasaan.[1] Bersekutu dengan Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Napoleonik Hindia Belanda, cucu Han Siong Kong menguasai sebagian dari Tapal Kuda sebagai tuan tanah, pejabat Cina, dan bupati.[1][2][5] Salah satu cucu Han, Han Chan Piet, Mayor Cina (1759 – 1827) membeli Besuki dan Panarukan pada tahun 1810, sementara adiknya, Mayor Han Kik Ko (1766–1813), kemudian juga membeli Probolinggo pada tahun yang sama.[1] Sepupu mereka dari cabang Muslim keluarga ini, yakni Adipati Soero Adinegoro (1752–1833) dan Raden Soero Adiwikromo, juga menguasai sejumlah wilayah sebagai bagian dari birokrasi Jawa.[1]
Namun, pada tahun 1813, sebuah pemberontakan yang disebut sebagai 'Kepruk Cina' terjadi terhadap keluarga ini, sehingga pemerintah Hindia Belanda kemudian mengambil kembali sejumlah wilayah yang dikuasai oleh keluarga ini.[1][6] Pada tahun 1818, hampir semua anggota keluarga ini yang beragama Islam juga diberhentikan dari jabatan mereka di birokrasi Hindia Belanda.[1][6]
Walaupun begitu, keluarga ini kemudian berhasil menegakkan kembali kekuatannya, dan tetap berpengaruh sebagai tuan tanah dan administrator publik di Surabaya dan Jawa Timur hingga revolusi Indonesia (1945—1950).[1][3] Bahkan, salah satu anggota dari keluarga ini, yakni Han Tjiong Khing (1866—1933), menjadi Mayor Cina terakhir Surabaya.[1] Di luar Jawa Timur, keluarga ini juga mendirikan cabang di Batavia, Semarang, Aceh pada paruh kedua abad ke-19.[1] Politisi Hok Hoei Kan (1881—1951), anggota Volksraad dan chairman dari Chung Hwa Hui (CHH), adalah salah satu anggota dari cabang keluarga ini di Batavia.[7] Sementara sepupu jauh Kan, yakni anggota parlemen dan anggota CHH, Han Tiauw Tjong, adalah salah satu anggota dari cabang keluarga ini di Aceh.[1]
Anggota terkenal
[sunting | sunting sumber]- Adipati Soero Adinegoro atau Han Sam Kong (1752–1833), birokrat dan bangsawan
- Han Chan Piet, Mayor-tituler Cina Besuki dan Panarukan (1759–1827), birokrat dan tuan tanah
- Han Kik Ko, Mayor-tituler Cina, Bupati Probolinggo (1766–1813), birokrat dan tuan tanah
- Han Oen Lee, Letnan Cina Bekasi (1856—1893), birokrat dan tuan tanah
- Han Tjiong Khing, Mayor Cina Surabaya (1866—1933), birokrat
- Hok Hoei Kan (1881—1951), politisi, anggota Volksraad, dan tuan tanah
- Han Tiauw Tjong (1894 – 1940), politisi dan anggota Volksraad
- Ong Hok Ham (1933—2007), sejarawan
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Tan Ciguan (1730–1778), istri Kapitan Han Bwee Kong
-
Han Oen Lee, Letnan Cina Bekasi (1856—1893)
-
Politisi Hok Hoei Kan (1881–1951)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Salmon, Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)". Archipel. 41 (1): 53–87. doi:10.3406/arch.1991.2711. Diakses tanggal 15 June 2019.
- ^ a b c Dobbin, Christine E. (1996). Asian Entrepreneurial Minorities: Conjoint Communities in the Making of the World-economy 1570-1940 (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. ISBN 9780700704040. Diakses tanggal 15 June 2019.
- ^ a b Salmon, Claudine (1997). "La communauté chinoise de Surabaya. Essai d'histoire, des origines à la crise de 1930". Archipel. 53 (1): 121–206. doi:10.3406/arch.1997.3396. Diakses tanggal 16 June 2019.
- ^ Salmon, Claudine (2004). "The Han Family from the Residency of Besuki (East Java) as Reflected in a Novella by Tjoa Boe Sing (1910)". Archipel. 68 (1): 273–287. doi:10.3406/arch.2004.3837. Diakses tanggal 15 June 2019.
- ^ a b Kumar, Ann (2013). Java and Modern Europe: Ambiguous Encounters (dalam bahasa Inggris). London: Routledge. ISBN 9781136790850. Diakses tanggal 15 June 2019.
- ^ a b Margana, Sri (2007). Java's last frontier : the struggle for hegemony of Blambangan, c. 1763-1813 (dalam bahasa Inggris). Leiden: Leiden University. hdl:1887/12547.
- ^ "Kan Han Tan". www.kanhantan.nl. Diakses tanggal 24 November 2019.