Lompat ke isi

Kemponan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ilustrasi acara selamatan

Kemponan adalah kepercayaan tradisional yang masih hidup di kalangan masyarakat Kalimantan Barat, khususnya di kalangan masyarakat Melayu. Kemponan berhubungan dengan norma sosial dan adat istiadat yang berkaitan dengan ajakan untuk menikmati makanan atau minuman. Kepercayaan ini mengajarkan bahwa jika seseorang menolak ajakan untuk mencicipi atau menyentuh makanan yang ditawarkan, mereka akan mengalami nasib buruk atau musibah, yang disebut dengan kemponan. [1]

Asal Usul dan Keyakinan

[sunting | sunting sumber]

Kemponan merupakan bagian dari tradisi turun-temurun dalam masyarakat Melayu Kalimantan Barat. Konsep ini mirip dengan pamali, tetapi lebih khusus berkaitan dengan makanan dan minuman. Apabila seseorang diundang untuk menikmati makanan, tetapi menolak atau tidak menyentuhnya, diyakini bahwa hal ini akan membawa nasib buruk atau kejadian yang tidak diinginkan. Misalnya, jika seseorang menolak ajakan makan dan kemudian mengalami musibah dalam perjalanan, hal tersebut dianggap sebagai akibat dari kemponan.[1]

Masyarakat Melayu Kalimantan Barat menganggap kemponan sebagai perwujudan dari norma sosial untuk menghargai ajakan atau pemberian orang lain, terutama yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Oleh karena itu, kemponan juga mengandung nilai-nilai sosial yang penting dalam budaya setempat.[2]

Cara Menghindari Kemponan

[sunting | sunting sumber]

Untuk menghindari kemponan, masyarakat Pontianak memiliki tradisi yang disebut cempalet, jamah, atau palet. [1]Dalam tradisi ini, seseorang yang tidak ingin mengonsumsi makanan atau minuman yang ditawarkan bisa menyentuh makanan tersebut dengan jari telunjuk, lalu menyentuh bibir atau lidah mereka. Ritual sederhana ini dianggap sebagai cara untuk menangkal kemponan. Hal ini juga dimaknai sebagai bentuk menghormati pemberian dan menghindari bala atau musibah yang mungkin timbul akibat menolak ajakan.

Nilai Sosial dan Budaya

[sunting | sunting sumber]

Kemponan tidak hanya dianggap sebagai kepercayaan atau sugesti negatif, tetapi juga sebagai manifestasi dari nilai-nilai sosial dan budaya lokal. Tradisi ini mengandung beberapa nilai penting, seperti:

  1. Nilai menghargai sesama manusia: Menerima atau menjamah makanan yang ditawarkan adalah bentuk penghormatan terhadap pemberi.
  2. Nilai menghargai alam: Dalam beberapa kasus, makanan dan minuman yang disakralkan juga mencerminkan hubungan masyarakat dengan alam.
  3. Nilai religi: Dalam konteks tertentu, kemponan juga memiliki makna religius, di mana tindakan menghormati pemberian makanan dipandang sebagai cara untuk menghindari hal-hal buruk yang mungkin dianggap sebagai bentuk hukuman atau ujian.[2]

Penelitian tentang Kemponan

[sunting | sunting sumber]

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemponan dapat dipahami sebagai bagian dari sistem kepercayaan yang lebih luas dalam budaya Melayu Pontianak. Penelitian ini biasanya menggunakan metode kualitatif, seperti wawancara mendalam, untuk memahami bagaimana tradisi kemponan dipraktikkan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam penelitian tersebut, kemponan dipandang sebagai refleksi dari sikap sosial dan perilaku yang mengajarkan pentingnya menghargai tawaran, ajakan, dan pemberian dari orang lain, terutama dalam bentuk makanan dan minuman.

Sebagai bagian dari kearifan lokal, kemponan menunjukkan bagaimana masyarakat Melayu Pontianak menjaga keseimbangan antara norma sosial, penghormatan antar sesama, dan hubungan dengan lingkungan. Meski zaman telah berubah dengan perkembangan teknologi, tradisi kemponan masih dijalankan oleh sebagian masyarakat hingga saat ini.

Kepuhunan

[sunting | sunting sumber]

Selain Kemponan Masyarakat Kalimantan lain yaitu Banjarmasin juga mengenal Kepuhunan [3] Kepuhunan merupakan salah satu kepercayaan masyarakat Kalimantan atau lebih dikenal dengan mitos karena tidak ada penjelasan logis untuk itu. Kepuhan sendiri artinya mengalami musibah atau musibah karena ingin atau tidak mencicipi sesuatu atau mungkin memakan sesuatu yang dipersembahkan (biasanya berupa makanan dan minuman).

Misalnya ada yang tinggal di Samarinda, terdapat seseorang yang bernama Amin (nama samaran). Dia mengatakan kepada saya bahwa suatu hari dia memiliki seorang teman yang datang ke rumahnya. Saat itu, Amin makan sepiring mie dan menawarkan makanan kepada temannya, tetapi dia menolak dan pulang.

Tak lama kemudian, saudara laki-laki Amin memanggil dari luar, “Amin, temanmu mengalami kecelakaan di jalan dekat rumah!” Amin segera keluar untuk menemui temannya. Dalam perjalanan dia ingat bahwa temannya telah meninggalkan rumah tanpa mencoba makanan yang ditawarkannya. Dan itu disebut eliminasi: Anda akan mengalami kecelakaan atau kecelakaan jika Anda tidak makan atau mencicipi makanan atau minuman yang ditawarkan tuan rumah kepada Anda.

Meski terdengar mirip namun antara Kemponan dan Kepuhunan memiliki perbedaan yang mencolok, dalam Kepuhunan kita akan mendengar seolah-olah seseorang memanggil nama kita. Namun Kemponan tidak memiliki panggilan seolah olah orang memanggil kita.

Kemponan dapat ditawarkan dengan mengucapkan kata Ca Palet, Palet.

Kesimpulan

[sunting | sunting sumber]

Kemponan adalah bagian dari tradisi dan kepercayaan lokal yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Melayu Kalimantan Barat. Meskipun tampak sederhana, kemponan mencerminkan nilai-nilai sosial, penghargaan terhadap orang lain, dan penghormatan terhadap alam. Dengan cara ini, tradisi kemponan tetap relevan di tengah masyarakat modern yang semakin berkembang.

  1. ^ a b c author (2021). "Kumparan". Kumparan. Diakses tanggal 2024-09-29. 
  2. ^ a b Assyura, Muhammad. "BUDAYA KEMPONAN PADA MASYARAKAT MELAYU PONTIANAK (KAJIAN KEARIFAN LOKAL DALAM KEHIDUPAN SOSIAL ETNIK MELAYU". Kemdikbud. Diakses tanggal 2024-09-29. 
  3. ^ Anfrianty, Woro Anjar (2023-05-20). "Liputan 6". Liputan 6. Diakses tanggal 10-05-2024.