Kerajaan Loloda
Kerajaan Loloda adalah salah satu kerajaan yang berdiri di wilayah Maluku Utara pada abad ke-13. Kerajaan ini terletak di bagian utara dan barat pulau Halmahera.[1] Kerajaan Loloda merupakan kerajaan tertua di Maluku Utara yang wilayahnya meliputi pesisir pantai barat laut hingga pantai barat daya Pulau Halmahera.[2] Pada Abad ke-19 hingga awal abad ke-20 Loloda berstatus distrik dengan kepemimpinan Sangaji,[3] sebagai district dibawah hirarki belanda berada di wilayah Darume di kemudian hari menjadi ibukota kecamatan pertama setelah menjadi bahagian dari NKRI. Alferis Banggai (10 April 1895), Raja dari Loloda.[4]
Wilayah
[sunting | sunting sumber]Kerajaan Loloda menjadi salah satu kerajaan dari lima kerajaan utama di kawasan rempah-rempah. Wilayah keseluruhan Loloda berada di sepanjang pesisir pantai barat laut hingga pantai barat daya Pulau Halmahera. 2 buah gugusan pulau yaitu Loloda Selatan atau wilayah administratif Kabupaten Hamahera Barat dan Loloda Utara atau wilayah administratif Kabupaten Halmahera Utara.[2]
Kekuasaan tradisional
[sunting | sunting sumber]Kukuasaan kerajaan Loloda awalnya adalah kolano yang diganti sangaji dengan dipecatnya raja oleh Pemerintahan Kolonial Belanda.[3] Kerajaan Loloda Kerajaan Loloda tidak memiliki pengaruh yang begitu besar di Maluku.[5] Kerajaan Loloda tidak diundang dalam pertemuan pembicaraan Perjanjian Moti. Di wilayah Maluku, kerajaan Loloda hanya berstatus Sangaji atau bawahan dari para sultan/kolano di Maluku.[6]
Keagamaan
[sunting | sunting sumber]Sebelum agama Islam masuk ke Maluku Utara, masyarakat Loloda dan sebagian pulau Ternate lainnya tidak memeluk agama apapun.[7] Walaupun Kerajaan Loloda pernah dikenal sebagai kerajaan Islam, namun Loloda tidak diikutkan dalam Persekutuan Moti (Motir Verbond), raja Loloda juga tidak bergelar sultan melainkan kolano kemudian sangaji.[8]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Handoko, Wuri (2017), hlm. 179."Loloda adalah sebuah nama kerajaan di wilayah Maluku Utara, terletak di sebuah tanjung di Pulau Halmahera bagian barat dan bagian utara. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan yang sudah berdiri sejak abad 13, sebagai bekas kerajaan pertama, tertua, dan terbesar di kawasan laut dan kepulauan Maluku bagian utara. Dalam beberapa sumber asing dan lokal, setelah abad 17 kerajaan ini sudah hilang, sehingga sudah sangat jarang disebut-sebut dalam banyak referensi sejarah"
- ^ a b Rahman, Abd. (2018), hlm. 37"Maluku Utara, di mana Loloda berada adalah sebuah propinsi di Indonesia yang terkenal sebagai daerah seribu pulau dan daerah kepulauan rempah-rempah (the spices islands) dengan berbagai suku bangsa yang ada di sana. Baik suku bangsa asli, suku bangsa migran lokal, suku bangsa migran nasional, maupun suku bangsa keturunan asing (terutama Arab dan Cina). Maluku Utara kini terdiri dari 12 Kabupaten/Kota. Empat di antaranya yang sudah sangat terkenal sejak jaman Portugis hingga pasca peroklamasi kemerdekaan Indonesia adalah Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Selain sebagai suku bangsa dan bahasa, keempatnya adalah bekas kerajaan Islam kuno utama yang pernah ada dalam sejarah dunia Maluku. Keempatnya dikenal sebagai penghasil rempah pala dan cengkih utama di Kawasan laut dan kepulauan Maluku. Namun siapa mengira bahwa Loloda juga termasuk salah satu dari lima kerajaan utama di Kawasan rempah itu bahkan jauh lebih tua dibandingkan empat kerajaan yang disebutkan sebelumnya. Dari kelima kerajaan itu, keempatnya sudah berotonomi sendiri sebagai daerah kabupaten dan kota sebagaimana yang terlihat sekarang ini. Dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia Ternate adalah ibukota administratif bekas kerajaan/kesultanan Ternate, Tidore adalah ibukota bekas kerajaan Tidore, Bacan adalah bekas kerajaan Makian yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan yang beribukota di Labuha, dan Jailolo adalah bekas kerajaan Moti, yang kemudian berpindah ke daratan Halmahera bagian utara yang bernama Jailolo kini menjadi ibukota Kabupaten Halmahera Barat. Tetapi berbeda dengan Loloda yang merupakan bekas kerajaan tertua di Maluku Utara"
- ^ a b Mansur, M., Sofianto, K., dan Mahzuni, D. 2013, hlm. 65"Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, status politik Loloda dianggap sebagai distrik dalam hierarki Pemerintahan Hindia Belanda. Namun, pemimpin Loloda tetap memakai gelar raja yang dalam istilah lokal disebut kolano (Leirissa, 1996: 96). Pada 1909, raja dipecat oleh Pemerintah Kolonial dan menggantikan gelar kepala distrik (hoofd district) dari kolano menjadi sangaji (Mansur, 2007: 65). Sangaji merupakan gelar yang melekat pada kepala distrik (hoofd district) pada umumnya di Halmahera."
- ^ "Landsdrukkerij". Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie voor 1904. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1904. hlm. 296.
- ^ Rahman, Abd. (2015), hlm. 182"Disamping itu, ada beberapa kerajaan kecil lainnya, seperti Loloda, Moro, dan Obi yang tidak begitu berpengaruh lantaran didominasi kerajaan-kerajaan besar, tetapi telah menghiasi lembar sejarah Maluku dan pantas dicatat."
- ^ Junaidi, Muhammad (2009), hlm. 231—232"Perjanjian Moti sangat sarat dengan kepentingan politis dari masing-masing kerajaan di Moloku Kie Raha. Pertemuan yang diadakan dengan mengundang raja-raja untuk membicarakan satu bentuk struktur pemerintahan yang seragam, menjadi sebuah pelimpahan wewenang kekuasaan dari masing-masing kerajaan. Hal itu terbukti kerajaan lain seperti kerajaan Loloda dan Morotai (Moro). Dalam versi sejarah lisan dijelaskan bahwa keterlambatan raja Loloda dalam pertemuan para raja di Moti menyebabkan "dihukum" statusnya diturunkan menjadi Sangaji"
- ^ Fadhly, Muhammad dan Warwefubun, Jamain 2019, hlm. 3"Beliau banyak menyebarkan ilmu kepada masyarakat Ternate dan daerah lain yang berada di bawah kekuasaan Sultan Ternate, bahkan hingga ke Maluku Utara yang memeluk agama Islam yang sebelumnya belum mempunyai agama antara lain di daerah Loloda, Sahu, Payo, Susupu, dan sebagian pulau Ternate lainnya."
- ^ Handoko, Wuri 2017, hlm. 180"Meskipun pernah dikenal sebagai kerajaan Islam, namun Loloda tidak terkonfigurasi ke dalam Motir Staten Verbond (Persekutuan Raja-Raja Maluku, 1322—1343), dan tidak pernah terdengar sebagai kerajaan Islam dengan raja yang bergelar Sultan"
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Handoko, Wuri (2017). "Kerajaan Loloda: Melacak Jejak Arkeologi Dan Sejarah". Kapata Arkeologi. 13 (02): 179—194. ISSN 2503-0876.
- Rahman, Abd. (2015). "Struktur Sosial Politik Kerajaan Loloda di Antara Minoritas Islam dan Mayoritas Kristen Abad XVII-XX". Al-Turāṡ. 21 (02): 205—228.
- Junaidi, Muhammad (2009). "Sejarah Konflik dan Perdamaian Di Maluku Utara". Academica. 1 (02): 222—247.
- Rahman, Abd. (2018). "Warisan Kolonial dan Marginalisasi Orang Loloda di Pantai Barat Halmahera". Masyarakat Indonesia. 44 (02): 36–47. ISSN 2502-5694.
- Fadly, M.,dan Warwefubun, J. (2019). "Islamisasi dan Arkeologi Islam di Susupu Jailolo". Intizar. 25 (1): 1–8. ISSN 2477-3816.
- Mansur, M., Sofianto, K., dan Mahzuni, D. (2013). "Otoritas dan Legitimasi Studi Tentang Kedudukan Pemimpin Tradisional di Loloda Maluku-Utara (1808-1958)". Sosiohumaniora. 15 (1): 64–72.