Kloksasilin
Nama sistematis (IUPAC) | |
---|---|
(2S,5R,6R)-6-{[3-(2-chlorophenyl)-5-methyl- oxazole-4-carbonyl]amino}-3,3-dimethyl-7-oxo- 4-thia-1-azabicyclo[3.2.0]heptane-2-carboxylic acid or 5 methyl 3(2 chlorophenyl)4 isoxazoyl penicillin | |
Data klinis | |
Nama dagang | Cloxapen dan lainnya |
Kat. kehamilan | B |
Status hukum | ? |
Rute | Melalui mulut (oral) dan injeksi intramuskular |
Data farmakokinetik | |
Bioavailabilitas | 37 sampai 90% |
Ikatan protein | 95% |
Metabolisme | Dimetabolisme melalui pemutusan cincin beta-laktam untuk membentuk metabolit asam penisilinat yang tidak aktif |
Waktu paruh | 30 menit sampai 1 hour |
Ekskresi | Ginjal dan empedu |
Pengenal | |
Nomor CAS | 61-72-3 |
Kode ATC | J01CF02 QJ51CF02 QS01AA90 |
PubChem | CID 6098 |
DrugBank | DB01147 |
ChemSpider | 5873 |
UNII | O6X5QGC2VB |
KEGG | D07733 |
ChEBI | CHEBI:49566 |
ChEMBL | CHEMBL891 |
Data kimia | |
Rumus | C19H18ClN3O5S |
SMILES | eMolecules & PubChem |
|
Kloksasilin (cloxacillin) adalah antibiotik dari golongan penisilin yang dapat digunakan untuk pengobatan sejumlah infeksi bakteri yang meliputi Staphylococcus spp., Streptococcal spp., dan bakteri lainnya. Obat ini digunakan untuk menangani beberapa penyakit infeksi bakteri seperti seperti impetigo, selulitis, pneumonia, radang sendi septik (septic arthritis), dan otitis eksterna.[1] Obat ini juga bisa digunakan untuk menangani infeksi di kulit atau jaringan lunak, seperti mastitis.[2][3] Akan tetapi, kloksasilin tidak efektif untuk Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (methicillin-resistant Staphylococcus aureus, MRSA).[4] Administrasi kloksasilin dapat melalui mulut (oral) dan suntikan (injeksi).[1][2]
Efek samping yang umum dan tidak terlalu serius dari kloksasilin meliputi rasa mual, diare, kembung, rasa gatal, dan sakit kepala.[2][5] Selain itu, terdapat juga efek samping yang lebih serius seperti mual dan muntah yang tak kunjung sembuh, diare cair yang parah, nyeri otot dan sendi, dan reaksi alergi termasuk anafilaksis.[1][2][5][6] Kloksasilin tidak dianjurkan pada orang yang sebelumnya pernah memiliki alergi penisilin.[1] Penggunaan obat ini selama kehamilan tampaknya relatif aman meskipun belum ada studi randomized controlled trial pada ibu hamil dan menyusui.[7] Meski demikian, penggunaan obat ini pada ibu hamil harus melalui konsultasi dengan dokter dan hanya boleh diberikan selama kehamilan jika kebutuhannya sudah jelas.[1][7]
Kloksasilin dipatenkan pada tahun 1960 dan disetujui untuk penggunaan medis pada tahun 1965.[8] Obat ini termasuk dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia.[9]
Mekanisme aksi
[sunting | sunting sumber]Kloksasilin menunjukkan aktivitas bakterisidal melalui penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih protein pengikat penisilin (penicillin binding protein, PBP). Kloksasilin juga menunjukkan efek autolitik bakteri dengan menghambat PBP tertentu yang terkait dengan aktivasi proses autolitik bakteri.[10]
Interaksi obat
[sunting | sunting sumber]Kloksasilin dapat terlibat dalam berbagai efek interaksi ketika digunakan bersamaan dengan obat-obat tertentu. Efektivitas kloksasilin dapat menurun apabila digabungkan dengan chloramphenicol, erythromycin, antibiotik sulfonamida, atau antibiotik tetrasiklin.[2] Selain itu, penggunaan kloksasilin bersama kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi tersebut. Risiko efek samping seperti mual, muntah, sariawan, dan anemia meningkat ketika kloksasilin digunakan bersama metotreksat (methotrexate). Penggunaan bersama dengan probenesid juga dapat meningkatkan risiko efek samping.[2] Interaksi dengan obat antikoagulan, seperti warfarin, dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan. Selanjutnya, efektivitas natrium pikosulfat berkurang ketika digunakan bersama kloksasilin. Terakhir, efektivitas vaksin dengan bakteri hidup, termasuk vaksin tifoid, vaksin BCG, atau vaksin kolera, dapat menurun jika digunakan bersama kloksasilin.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e Organization, World Health; Stuart, Marc C.; Kouimtzi, Maria; Hill, Suzanne (2009). WHO model formulary 2008 (dalam bahasa Inggris). World Health Organization. ISBN 978-92-4-154765-9.
- ^ a b c d e f g Nareza, Meva (2023-10-17). "Cloxacillin". Alodokter. Diakses tanggal 2024-03-29.
- ^ Kataria, Kamal; Srivastava, Anurag; Dhar, Anita (2013-12). "Management of Lactational Mastitis and Breast Abscesses: Review of Current Knowledge and Practice". Indian Journal of Surgery (dalam bahasa Inggris). 75 (6): 430–435. doi:10.1007/s12262-012-0776-1. ISSN 0972-2068. PMC 3900741 . PMID 24465097.
- ^ "Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)". National Institute for Communicable Diseases (NCID) (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-29.
- ^ a b "Cloxacillin Side Effects: Common, Severe, Long Term". Drugs.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-29.
- ^ "Cloxacillin Oral: Uses, Side Effects, Interactions, Pictures, Warnings & Dosing". WebMD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-29.
- ^ a b "Cloxacillin Use During Pregnancy". Drugs.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-29.
- ^ IUPAC; Fischer, János; Ganellin, C. Robin (2006-12-13). Analogue-based Drug Discovery (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. ISBN 978-3-527-60749-5.
- ^ World Health Organization (2019). "World Health Organization model list of essential medicines: 21st list 2019". World Health Organziation (dalam bahasa Inggris).
- ^ "Cloxacillin". www.antimicrobe.org. Diakses tanggal 2024-03-29.