Lompat ke isi

Komunikasi krisis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Komunikasi krisis adalah proses dialog antara perusahaan dengan publik yang dilakukan dengan tujuan untuk menangani krisis yang sedang melanda perusahaan. Strategi dan taktik komunikasi yang digunakan organisasi ketika menghadapi krisis ini dapat memperbaiki citra dan reputasi pasca krisis.[1]

Krisis komunikasi terkait dengan penggunaan semua peralatan public relations yang ada, dalam rangka memelihara dan memperkuat reputasi organisasi dalam jangka panjang serta pada waktu ketika organisasi berada dalam kondisi bahaya. Setiap hari, organisasi selalu berhadapan dengan masalah. Keterlambatan pengiriman barang, konsumen yang tidak puas, peluang kerja yang tidak terpenuhi, meningkatnya harga, dan layanan yang kacau adalah beberap tantangan yang sering dihadapi dunia usaha. Namun masalah tersebut tidak selalu berarti mendatangkan krisis kepada perusahaan.

Krisis merupakan suatu permasalahan besar yang tidak terduga dan memiliki dampak negatif sekaligus positif. Permasalahan ini bisa menghancurkan organisasi, karyawan, hingga reputasi perusahaan.[2] Namun jika krisis dapat ditangani dengan baik oleh organisasi atau perusahaan, maka reputasi dan citra perusahaan tersebut justru akan menjadi lebih positif.

Krisis berbeda dengan masalah sehari-hari, krisis sering menarik minat dan menjadi perhatian publik melalui liputan media. Keadaan seperti ini dapat menggang operasional normal perusahaan dan dapat berdampak pada kehidupan di bidang politik, hukum, keuangan, dan serta pemerintahan dalam perusahaan.

Penyebab Komunikasi Krisis

[sunting | sunting sumber]

Nashville, Institute for Crisis Management yang berbasis di Tennesee, mengidentifikasi empat penyebab mendasar terjadi sebuah krisis perusahaan:

  • Bencana Alam. Badai, gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, dan yang sejenisnya masuk dalam kategori ini.
  • Masalah Mekanis. Contohnya adalah pecahnya pipa atau jatuhnya skywalk.
  • Kesalahan Manusia. Seorang karyawan salah membuka katup air dan menyebabkan air berserakan atau kesalahpahaman tentang bagaimana mengerjakan sebuah tugas dalam waktu sulit ini.
  • Keputusan Manajemen. Eksekutif level senior kadang tidak menganggap serius masalah atau malah mereka beranggapan bahwa tak seorang pun yang akan mengetahui masalah tersebut.

Peran Public Relations

[sunting | sunting sumber]

Ada lima tipe tahapan krisis menurut Firsan Nova dalam bukunya ”Crisis Public relations: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan” (2009: 109 – 111), antara lain:

  • Tipe Tahapan Sebelum Krisis (Pra Krisis).

Adalah kondisi sebelum munculnya sebuah krisis, tetapi benih krisis sudah mulai tampak sehingga jika terjadi satu kesalahan kecil saja, maka krisis akan dapat terjadi.

  • Tipe Tahapan Peringatan.

Merupakan salah satu tahapan yang paling penting dalam daur hidup krisis, karena didalamnya, suatu masalah untuk pertama kali mulai dikenali, dipecahkan, lalu diakhiri selamanya atau dibiarkan berkembang menuju kerusakan yang menyeluruh

  • Tipe Tahapan Krisis Akut.

Pada tahapan ini krisis biasanya mulai terbentuk, biasanya dicirikan dengan media dan publik sudah mengetahui adanya krisis atau masalah. Pada tahapan ini, biasanya perusahaan tidak tinggal diam dan mulai melakukan tindakan, karena sudah mulai menimbulkan kerugian terhadap perusahaan.

  • Tipe Tahapan Pembersihan.

Tahapan ini merupakan pemulihan perusahaan dari semua kerugian. Baik menyelamatkan apa saja yang tersisa, reputasi, citra perusahaan, kinerja, dan lini produksi.

  • Tipe Tahapan Sesudah Krisis.

Pada tahap ini dicirikan dimana perusahaan untuk memenangkan kembali kepercayaan publik dan dapat beroperasi kembali dengan normal maka secara formal, tahap ini dikatakan krisis telah berakhir.

Hal-Hal yang Dibahas Dalam Pengembangan Perencanaan

[sunting | sunting sumber]

• Bagaimana meningkatkat dukungan dari teman serikat.

• Pembuatan sebuah buku petunjuk yang dapat digunakan jika sebuah krisis terjadi.

• Pembentukan komite krisis.

• Pengembangan simulasi dan pelatihan.

• Pembentukan perencanaan kontingensi.

• Penentuan bagaaimana posisi perusahaan dapat dikuatkan selama krisis terjadi.

Elemen dan Petunjuk Komunikasi Krisis

[sunting | sunting sumber]

Berikut merupakan elemen dan petunjuk lebih spesifik lainnya.

  • Perhatikan kepentingan publik terlebih dahulu, khususnya kebutuhan mereka yang langsung terkait, seperti kebutuhan korban kecelakaan dan keluarga mereka, kebutuhan para karyawan dan keluarga mereka. Hal ini berarti bagaimana menghadapi situasi darurat dan melindungi orang-orang yang terkena dampak situasi darurat sampai keadaan benar-benar pulih.
  • Bertanggung jawab memperbaiki keadaan. Jarang sekali respons organisasi jika ditanya oleh media atau oleh kelompok stakeholder yang terkena dampak tentang krisis yang terjadi dengan menjawab, “no comment”.
  • Sebisa mungkin bersikap terbuka dengan kelompok stakeholder, seperti dengan badan pemerintah, investor, karyawan dan keluarga mereka, korban dan keluarga mereka, konsumen, masyarakat sekitar, penduduk, serta komunitas yang terkena dampak krisis.
  • Menunjuk seorang juru bicara yang bertugas mengelola akurasi dan konsistensi pesan yang berasal dari organisasi.
  • Membuat pusat media dan informasi.
  • Merespons semua pertanyaan dan permintaan media berdasarkan petunjuk yang sudah ada. Pastikan untuk menanggapi pertanyaan media, tetapi jika anda tidak tahu jawabannya, tidak perlu dipaksakan untuk dijawab. Kemudian, berjanjilah untuk segera kembali dengan jawaban dari pertanyaan tersebut. Jangan merilis nama dari mayat atau korban yang terluka sampai diketahui siapa anggota keluarganya.
  • Jangan berspekulasi.
      Prinsip-Prinsip Komunikasi Krisis, yatiu komunikasi yang proaktif dan responsif yang faktual:
  • Kumpulkan Semua fakta yang ada.
  • putuskan fakta mana yang dapat disiarkan dan kapan waktu yang tepat untuk menyiarkan.
  • Mulailah membuka jalur komunikasi secepat mungkin.
  • Berikan Jawaban/tanggapan secara terus terang dan terbuka dengan informasi yang faktual.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Fearn-Banks, Kathleen (2016-08-05). Crisis Communications: A Casebook Approach (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781317410416. 
  2. ^ Barton, Laurence. 2001. Crisis in Organizations II. South-Western College Pub. ISBN 0324024290, 9780324024296

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]