Koperasi Multi Pihak
Koperasi Multi-Pihak adalah Koperasi dengan model pengelompokkan anggota berdasarkan peranan kelompok pihak anggota dalam suatu lingkup usaha tertentu yang disesuaikan dengan kesamaan kepentingan ekonomi, keterkaitan usaha, potensi, dan kebutuhan anggota [1]. Koperasi Multi-Pihak mengintegrasikan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang berbeda, termasuk anggota dari kalangan produsen, konsumen, pekerja, dan entitas pendukung lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan manfaat kolektif yang berimbang bagi semua pihak yang terlibat berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Model ini mendapatkan perhatian khusus dalam strategi pemerintah untuk modernisasi koperasi, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai dokumen regulasi termasuk UU Cipta Kerja Tahun 2023 [2] dan PP Nomor 7 Tahun 2021 [3]. Model koperasi ini sangat relevan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan modern melalui pendekatan kolaboratif antar sektor.
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Koperasi multi-pihak secara formal diperkenalkan di Indonesia melalui Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 8 Tahun 2021 [1] tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak. Peraturan ini dirancang untuk menyesuaikan koperasi dengan kebutuhan ekonomi modern dan mendorong partisipasi berbagai pihak dalam koperasi.
Meskipun konsep ini baru secara hukum di Indonesia, inspirasi dari model koperasi multi pihak sebenarnya sudah lama berkembang di berbagai negara dengan pendekatan multi stakeholder cooperative. Dimulai dari Hebden Bridge Fustian Manufacturing Co-operative Society di Inggris yang bertransformasi menjadi multi pihak pada tahun 1870, model ini diadaptasi di berbagai negara dan berkembang menjadi banyak koperasi besar. Contoh lainnya adalah Koperasi Multi-Pihak di Eropa dan Selandia Baru yang melibatkan berbagai kelompok kepentingan seperti pekerja, konsumen, dan investor dalam struktur organisasi yang sama. [4]
Dasar Hukum
[sunting | sunting sumber]Implementasi koperasi multi-pihak didasarkan pada berbagai regulasi, antara lain:
- Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian [5], yang menjadi dasar utama pengaturan koperasi di Indonesia, digantikan dengan pembaharuan oleh UU Cipta Kerja Tahun 2023 [2].
- Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 [6] tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang memperluas kerangka hukum koperasi.
- Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 3 Tahun 2021 [1] yang mendetailkan pelaksanaan PP No. 7 Tahun 2021.
Perbedaan antara Koperasi Konvensional Vs Koperasi Multi Pihak
[sunting | sunting sumber]Berikut adalah perbedaan antara Koperasi konvensional dengan Koperasi Multi-Pihak [4]:
UNSUR PERBEDAAN | KONVENSIONAL | MULTI-PIHAK |
---|---|---|
Anggota | Satu jenis (individual / perorangan) | Minimal 2 kelompok anggota |
Suara | Satu orang suara | Proporsional berbasis kelompok |
Pengurus | Wakil anggota | Wakil dari tiap kelompok |
Manfaat | Sesuai partisipasi, yang relatif sama | Sesuai partisipasi ekonomi yang bentuknya bisa berbeda-beda sesuai kelompok anggotanya (keahlian, tenaga kerja, modal, pembeli, dll.) |
- ^ a b c "Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-12-11.
- ^ a b "UU No. 6 Tahun 2023". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-12-11.
- ^ "PP No. 7 Tahun 2021". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-12-11.
- ^ a b Zabadi, Ahmad; Syifaa, Ika Nurul; Indrastati, Aryani (2024). Buku Serial Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM. Jakarta: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. ISBN 978-623-89357-4-1.
- ^ "UU No. 25 Tahun 1992". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-12-11.
- ^ "PP No. 7 Tahun 2021". Database Peraturan | JDIH BPK. Diakses tanggal 2024-12-11.