Krem kosmik
Krem kosmik | |
---|---|
Koordinat warna | |
Triplet hex | #FFF8E7 |
sRGBB (r, g, b) | (255, 248, 231) |
CMYKH (c, m, y, k) | (0, 2.7, 9.6, 0) |
HSV (h, s, v) | (40°, 9.4%, 90%) |
Sumber | JHU |
B: Dinormalkan ke [0–255] (bita) H: Dinormalkan ke [0–100] (ratusan) | |
Karena perhitungan yang keliru, warna rata-rata alam semesta pada awalnya dianggap sebagai toska.[1] | |
Spektrum kosmik hijau |
Krem kosmik adalah warna rata-rata, atau warna yang paling banyak ditemui di alam semesta. Warna ini ditemukan oleh tim astronom dari Universitas Johns Hopkins. Pada tahun 2001, Karl Glazebrook dan Ivan Baldry menemukan bahwa warna rata-rata alam semesta adalah putih kehijauan (toska), tetapi mereka kemudian mengoreksi analisis tersebut dalam sebuah makalah yang diterbitkan tahun 2002. Dalam makalah itu mereka melaporkan hasil survei cahaya dari 200.000 lebih galaksi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna rata-rata di alam semesta adalah krem keputihan.[2] Nilai hex triplet untuk krem kosmik adalah #FFF8E7
.
Penemuan warna
[sunting | sunting sumber]Menemukan warna rata-rata alam semesta sebenarnya bukanlah fokus dalam penelitian ini. Sebaliknya, studi tersebut bertujuan meneliti analisis spektral galaksi yang berbeda untuk mempelajari proses pembentukan bintang. Seperti garis Fraunhofer, garis gelap yang ditampilkan dalam rentang spektral penelitian menampilkan bintang yang lebih tua dan lebih muda untuk menentukan usia galaksi dan sistem bintang yang berbeda. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa sebagian besar bintang terbentuk sekitar 5 miliar tahun yang lalu. Karena bintang-bintang ini akan menjadi "lebih terang" di masa lalu, warna alam semesta berubah dari waktu ke waktu. Bergeser dari biru menjadi merah karena lebih banyak bintang biru berubah menjadi kuning dan akhirnya menjadi raksasa merah.
Saat cahaya dari galaksi jauh mencapai Bumi, "warna alam semesta" rata-rata (seperti yang terlihat dari Bumi) cenderung berwarna putih bersih, karena cahaya yang datang dari bintang-bintang saat mereka jauh lebih muda dan lebih biru.[3]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Associated Press. "Universe: Beige, not Turquoise". Wired. Wired. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 July 2008. Diakses tanggal 2 February 2016.
- ^ Baldry, Ivan K.; Glazebrook, Karl; Baugh, Carlton M.; Bland‐hawthorn, Joss; Bridges, Terry; Cannon, Russell; Cole, Shaun; Colless, Matthew; Collins, Chris (2002). "The 2dF Galaxy Redshift Survey: Constraints on Cosmic Star Formation History from the Cosmic Spectrum". The Astrophysical Journal. The American Astronomical Society (dipublikasikan tanggal 20 April 2002). 569 (2): 582–594. arXiv:astro-ph/0110676 . Bibcode:2002ApJ...569..582B. doi:10.1086/339477.
- ^ Glazebrook, Karl. "The Cosmic Spectrum". www.astro.ljmu.ac.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-18. Diakses tanggal 2017-08-17.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Situs web resmi proyek: The Cosmic Spectrum di Wayback Machine (diarsipkan tanggal 22 December 2016)