Kurva Keeling
Kurva Keeling adalah diagram yang menunjukkan perubahan karbon dioksida (CO2) secara musiman dan tahunan pada atmosfer Bumi, berdasarkan penelitian lanjutan yang dilakukan di Observatorium Mauna Loa di Hawaii. Grafik ini ditemukan oleh ilmuwan iklim asal Amerika, Charles David Keeling.
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Charles David Keeling adalah orang pertama dari Scripps Institution of Oceanography di UC San Diego yang memulai penelitian tingkat konsentrasi CO2 di atmosfer. Keeling mulai melakukan penelitian CO2 pada bulan Maret 1958 di gunung Mauna Loa di Hawaii. Ia memilih tempat tersebut untuk mengambil sampel udara karena Ia mencari tempat yang jauh dari sumber CO2 seperti kota. Ia mengambil sampel setiap hari dan menghitung konsentrasi menggunakan instrumen yang mengubah absorbansi inframerah pada setiap sampel menjadi konsentrasi CO2 dalam bagian per juta menurut volume (ppmv), ditempatkan di setiap lokasi, dan nilainya dipetakan.[1]
Bentuk kurva Keeling
[sunting | sunting sumber]Kurva Keeling menunjukkan perubahan konsentrasi CO2 secara musiman serta tahunan. Secara musiman, kurva ini berada pada titik tertinggi pada bulan Mei dan akan berada di titik terendah di bulan Oktober. Hal ini ditunjukkan pada hasil penelitian awal pada tanggal 24 Mei 1958 sebesar 318 ppm (parts per million) yang artinya setiap satu juta molekul udara terdapat 318 molekul karbon dioksida. Lalu penelitian pada tanggal 8 November 1958 menghasilkan data CO2 sebesar 313 ppm. Stasiun jaringan menemukan pola peningkatan CO2. Karbon dioksida akan terbentuk setelah mati/rusaknya tanaman di musim dingin, dan CO2 akan berkurang saat tanaman telah tumbuh kembali.
Secara agregat, kurva Keeling mengalami slope positif, yang berarti terjadi peningkatan konsentrasi CO2 pada atmosfer selama bertahun-tahun. Peningkatan tersebut berawal dari Revolusi Industri pada tahun 1750, lalu ditambah pembakaran bahan bakar fosil, telah meningkatkan jumlah karbon dioksida (CO2) secara drastis di atmosfer.[2] Pada tahun 1958 rata-rata konsentrasi karbon dioksida sebesar 318 ppm, lalu meningkat menjadi 402 ppm pada tahun 2014. Pada tanggal 1 Januari 2018 rata-rata konsentrasi karbon dioksida di Observatorium Mauna Loa sebesar 407,05 ppm, lalu melonjak pada tanggal 1 Januari 2019 sebesar 409,92 ppm.[3] Hal ini berarti terjadi rata-rata peningkatan konsentrasi sekitar 2 ppm per tahun.
Peningkatan CO2 Terhadap Perubahan Iklim
[sunting | sunting sumber]Peningkatan CO2 pada atmosfer bumi dapat menyebabkan pemanasan global. Pada kurva Keeling, penyumbang CO2 terbesar berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan lebih dari enam miliar ton metrik gas karbon dioksida setiap tahun.[4] Selain itu, pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan gas lain seperti metana (CH4) dan nitrogen oksida (NOx) sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Efek inilah yang menyebabkan pemanasan global sehingga terjadi perubahan iklim.
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]- Persetujuan Paris, traktat internasional disetujui oleh hampir 200 negara pada tahun 2015
- Perubahan iklim
- Efek rumah kaca
- Karbon dioksida pada atmosfer Bumi
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Keeling Curve | History, Importance, & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-10-17.
- ^ "Kadar CO2 Pecahkan Rekor Tiga Juta Tahun - Nationalgeographic.grid.id". nationalgeographic.grid.id. Diakses tanggal 2019-10-18.
- ^ "Global carbon dioxide growth in 2018 reached 4th highest on record". www.noaa.gov. National Oceanic and Atmospheric Administration. Diakses tanggal 2019-10-18.
- ^ "Bagaimana Kita Tahu Bahwa Iklim Sedang Berubah?". nationalgeographic.grid.id. Diakses tanggal 2019-10-18.