Lompat ke isi

Lesi ulseratif

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ulkus merupakan kondisi diskontinuitas jaringan yang meluas hingga ke dermis hingga ke subkutis dan selalu terjadi pada kondisi patologis. Berdasarkan penyebabnya, ulkus dikelompokkan menjadi lesi reaktif, infeksi bakteri, infeksi jamur, kondisi yang berhubungan dengan disfungsi immunologi, dan neoplasma.[1]

Lesi reaktif

[sunting | sunting sumber]

Pengertian dan etiologi

[sunting | sunting sumber]

Pada umumnya, lesi ini disebabkan oleh trauma mekanis dan hubungan antara penyebabnya diketahui. Ulkus traumatik tergolong lesi reaktif dengan gambaran klinis berupa ulkus tunggal pada mukosa yang dapat disebabkan oleh adanya trauma fisik atau mekanik, perubahan termal, kimia, dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan jaringan.[1]

a. Trauma mekanik atau fisik Penyebabnya antara lain maloklusi, kesalahan pada pembuatan protesa, menyikat gigi yang terlalu keras, kebiasaan pasien yang suka menggigit-gigit pipi atau bibir dan oral piercing.[2] Trauma mekanik dapat disebabkan oleh karena tergigit baik disengaja maupun tidak disengaja.[3] Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan atau ortodontik. Pada anak-anak, ulkus traumatik disebut Riga-Fede yang muncul pada permukaan ventral lidah.[4] Ulkus ini bersifat kronis, dengan gambaran histopatologis yang disebut ulserasi eosinofilik (traumatic granuloma, traumatic ulcerative granuloma with stromal eosinophilia [TUGSE], eosinophilic granuloma of the tongue).

b. Trauma termal Trauma termal dapat disebabkan karena makanan yang panas sehingga menimbulkan luka bakar pada lidah dan palatum, atau dapat disebabkan oleh berkontaknya instrument dental yang panas dengan mukosa (iatrogenic).[2] Pada umumnya, jejas yang ditimbulkan akibat thermal food burns terletak pada palatum maupun mukosa bukal bagian posterior. Lesinya berwarna kemerahan (eritema) pada bagian tengah ulkus dengan epitelium yang nekrosis pada bagian tepinya.[4] Salah satu contoh food burns adalah pizza burns yang diakibatkan oleh keju panas, dan paling banyak terdapat pada palatum.[1]

c. Trauma kimiawi Trauma kimiawi dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang bersifat kaustik, seperti obat kumur dengan kandungan tinggi alkohol, hidrogen peroksida dan fenol dan penggunaan aspirin sebagai obat sakit gigi. Selain itu, sodium perborat dan turpentin juga dapat menyebabkan terjadinya ulkus.[4] Penggunaan aspirin baik dalam tablet maupun yang digunakan secara topikal pada mukosa dapat menyebabkan ulkus pada mukosa.[2] Material endodontik yang berfungsi sebagai bahan devitalisasi pulpa seperti pasta arsen atau paraformaldehid dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada gingiva dan tulang yang diakibatkan oleh bocornya bahan devitalisasi dari kamar pulpa menuju ke jaringan sekitar. Natrium hipoklorit juga dapat menimbulkan efek yang sama apabila mengalir ke jaringan sekitar. Pada penggunaan gulungan kapas, juga dapat menyebabkan timbulnya ulkus pada mukosa rongga mulut. Kejadian ini disebut cotton roll burn atau cotton roll stomatitis.[4]

d. Terapi radiasi dan kemoterapi Manifestasi oral akibat terapi radiasi adalah oral mukositis yang timbul pada minggu kedua setelah terapi, dan akan sembuh perlahan 2-3 minggu setelah terapi dihentikan. Area yang terkena adalah mukosa yang disinari langsung oleh sinar X. Pada kemoterapi, mukosa yang terkena adalah mukosa nonkeratinisasi, seperti mukosa bukal, ventrolateral lidah, palatum mole, dan dasar mulut. Lesi awal berwarna keputihan dengan sedikit deskuamasi pada keratin, yang kemudian menimbulkan atrofi pada mukosa dengan gambaran edematous dan eritematous. Selanjutnya ulkus akan ditutupi oleh membran fibrinopurulen. Ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar, serta tidak nyaman.[4]

Gambaran klinis

[sunting | sunting sumber]

Lesi ini ditandai dengan adanya membran fibrin purulen berwarna kekuningan yang disertai dengan timbulnya rasa nyeri.[1] Tepi ulkus traumatik ditandai dengan area berwarna kekuningan yang dikelilingi oleh halo eritematous, namun pada beberapa kasus, tepi ulkus dapat berwarna putih karena adanya hiperkeratosis.[4] Ulkus traumatik dapat terjadi pada lidah, bibir, dan mukosa bukal. Selain itu, dapat juga terjadi pada gingiva, palatum, dan forniks. Lesi ini dapat sembuh dalam beberapa hari atau minggu setelah penyebab traumanya dihilangkan. Rasa nyeri akan hilang dalam waktu 3 atau 4 hari,[5] dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari. Jika ulkus tidak sembuh dalam kurun waktu 2 minggu, maka diindikasikan untuk dilakukan biopsi.[4]

Gambaran histopathologi

[sunting | sunting sumber]

Ulkus terdiri dari jaringan granulasi yang berisi sel inflamasi seperti limfosit, histiosit, neutrofil, dan sel plasma.[4]

Perawatan dan prognosis

[sunting | sunting sumber]

Ulkus traumatik dapat sembuh apabila sumber trauma atau faktor iritasi telah dihilangkan. Untuk mempercepat proses penyembuhan, dapat diberikan aloclair pada permukaan ulkus. Aloclair mengandung air, maltodekstrin, propilen glikol, polivinilpirolidon (PVP), ekstrak ''Aloe vera'', kalium sorbat, natrium benzoat, hidroksietil selulosa, PEG 40, hydrogenated glycyrrhetic acid.[6] Kandungan PVP akan membentuk lapisan protektif tipis di atas ulkus yang akan menutupi dan melindungi akhiran saraf yang terbuka sehingga mengurangi rasa nyeri dan mencegah iritasi pada ulkus. Ekstrak Aloe vera mengandung kompleks polisakarida dan giberelin. Polisakarida berikatan dengan reseptor permukaan sel fibroblast untuk memperbaiki jaringan yang rusak, menstimulasi dan mengaktivasi pertumbuhan fibroblast, sedangkan giberelin mempercepat penyembuhan ulkus dengan cara menstimulasi replikasi sel.[7]

Infeksi bakteri

[sunting | sunting sumber]
  • Sifilis

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis terdiri dari 2 tipe, yaitu sifilis primer (ulkus berbentuk bulat dan tidak sakit, lokasi pada bibir dan ujung lidah) dan sifilis sekunder (muncul 3-12 minggu setelah lesi primer, ulkus tidak sakit, berbentuk datar dengan tepi tidak teratur, dan ditutupi oleh membran keabuan (snail truck ulcer). Lesi ini menyatu membentuk bercak membulat yang dikenal sebagai mucous patch. Lokasi ulkus ini pada palatum, tonsil, tepi lateral lidah, dan bibir.

  • Tuberkulosis

Disebabkan oleh ''Mycobacterium tuberculosis''. Ulkus yang terjadi berwarna pucat disertai lendir kental pada dasar ulkus. Lokasi ulkus pada dorsum lidah dan jarang pada bibir dan palatum.

  • Acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG)

Merupakan infeksi akut pada jaringan gingiva. ANUG menimbulkan rasa nyeri pada saat mengunyah, demam, malaise, dengan karakteristik pembesaran pada papilla interdental dan ulserasi yang ditutupi oleh pseudomembran. Margin gingiva juga berwarna merah dan sangat nyeri. Ulser pada ANUG banyak terdapat pada mukosa bukal dan orofaring. Limfonodi submandibula dapat membesar dan nyeri tekan.

Infeksi jamur

[sunting | sunting sumber]
  • Histoplasmosis

Disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Ulkus ini pada umumnya berbentuk nodular dan bulat, serta muncul pada bibir, lidah, palatum, gingival, dan mukosa bukal.

  • Mucormicosis/phycomycosis

Disebabkan oleh Mucor dan Rhizopus. Ulkus terjadi pada penderita imunosupresi dan berlokasi pada palatum, gingival, dan bibir. Ulkus ini berukuran lebih dari 1 cm. Selain itu, Coccidioides immitis dapat menyebabkan coccoidiodomycosis, Blastomyces dermatiditis menyebabkan blastomycosis.

Infeksi virus

[sunting | sunting sumber]
  • Primary herpetic gingivostomatitis

Disebabkan oleh herpes virus hominis tipe 1 (HVH-1), dan sering disebut dengan herpes simpleks. Lesi diawali dari gingiva tepi yang berwarna merah dan membesar, serta sangat nyeri. Vesikel berukuran kecil muncul pada gingiva bebas, palatum, lidah, mukosa bukal, dan bibir. Ulkus dapat bergabung menjadi area erosif yang luas dan mudah berdarah. Infeksi sekunder dari herpes virus simpleks disebut dengan herpes labialis yang selalu muncul pada vermilion border. Herpes labialis diawali dengan vesikel, yang kemudian akan pecah dan bergabung membentuk krusta berwarna kuning. Lesi ini diawali dengan gejala prodromal, dan menimbulkan rasa nyeri.

Varicella (chickenpox) dan herpes zoster (shingles) disebabkan oleh herpesvirus varicella-zoster. Varicella merupakan infeksi primer, sedangkan infeksi rekuren disebut herpes zoster. Vesikel pada varicella memiliki tampilan yang disebut “dew-drop on a rose petal” yang terlihat seperti tetesan air pada kulit. Lesi pada rongga mulut diawali dengan bentuk vesikel yang akan menjadi aphthous pada tahap lanjut, dan banyak ditemukan pada palatum. Pada kulit, varicella akan memberikan gambaran herald-spot dan sembuh membentuk jaringan parut. Herpes zoster diawali dengan sindrom prodromal seperti itching, tingling, rasa terbakar, dan nyeri pada lokasi dimana vesikel akan erupsi.


Neoplasma

[sunting | sunting sumber]
  • Squamous cell carcinoma

Lokasi ulkus pada lidah, dasar mulut, dan mukosa bukal. Lesi berbentuk bulat dan tidak beraturan. - Karsinoma pada bibir Karsinoma pada bibir bawah lebih sering terjadi daripada bibir atas. Penyebab yang paling penting adalah sinar UV dan merokok menggunakan pipa. Lesi ini berkembang dari vermillion dan tampak sebagai ulkus kronis yang tidak sembuh. - Karsinoma pada lidah SCC pada lidah merupakan keganasan yang palig sering terjadi pada rongga mulut, dengan persentase 25-40%. Karsinoma pada lidah bersifat asimtomatik pada awalnya. Pada tahap akhir, terjadi invasi yang dalam menyebabkan timbulnya rasa nyeri atau disfagia. Selain itu, timbul ulkus yang tidak sembuh, indurasi, dapat berupa lesi berwarna merah, putih, atau sebagai lesi berwarna merah-putih. Lokasi yang paling banyak terlibat pada SCC lidah adalah bagian posterior-lateral lidah (45%). Lesi sangat jarang ditemukan pada dorsum lidah atau ujung lidah. - Karsinoma pada dasar mulut Dasar mulut merupakan lokasi kedua yang paling sering pada SCC (15-20%). Karsinoma ini lebih sering muncul pada laki-laki yang merokok dan peminum kronis. Ulkus yang timbul tidak sakit, tidak sembuh, dan indurasi, dengan gambaran berupa patch berwarna outih atau merah. Lesi ini umumnya terletak pada dasar lidah yang menyebabkan berkurangnya pergerakan lidah. Metastase ke limfonodi submandibula sering ditemukan pada SCC dasar lidah. - Karsinoma pada mukosa bukal dan gingiva Gambaran klinis ulkus pada SCC ini adalah patch berwarna putih, tidak sembuh, dan eksofitik. Lesi ini tumbuh lambat dan jarang metastase, serta memiliki prognosis yang cukup baik. - Karsinoma pada palatum Sangat jarang terjadi pada palatum durum. Lesi yang timbul bersifat asimtomatik, dengan plak berwarna merah atau putih; atau berupa massa yang terulserasi dan mengalami keratosis.

  • Kaposi sarcoma

Terjadi pada pasien yang menderita AIDS dengan lesi berbentuk soliter maupun multipel, dan berwarna biru/merah/ungu.

  • Non-Hodgkin Lymphoma (NHL)

NHL dapat bermanifestasi pada rongga mulut dan rahang dengan prevalensi 2-3%. Lesi pada rongga mulut berwarna merah (eritematous), pembesaran tanpa rasa sakit, dan terdapat ulser sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi ulkus yang paling sering adalah pada lidah, palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan orofaring.

Kondisi sistemik dan disfungsi imunologi

[sunting | sunting sumber]
  • Reccurent Aphthous Stomatitis (RAS)

Aphthous stomatitis disebut juga canker sore yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan pada membran mukosa. RAS terjadi pada 10% populasi dengan prevalensi wanita lebih tinggi daripada pria (Jurge dkk., 2006).

Gambaran klinis

[sunting | sunting sumber]

RAS pada umumnya terjadi pada lining mucosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi, seperti pada lidah, mukosa bukal, dan mukosa labial. Perkembangan RAS biasanya ditandai dengan adanya gejala prodromal, seperti rasa terbakar, kesemutan (tingling), atau mukosa yang berwarna kemerahan. Ulkus pada RAS berbentuk bulat atau oval dengan pusat berwarna putih kekuningan yang dikelilingi oleh area berwarna kemerahan.

Klasifikasi

[sunting | sunting sumber]

RAS diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu minor, mayor, dan herpertiform. Minor aphthous ulcers merupakan ulkus yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 80-85% dari seluruh kasus yang ada. Major aphthous ulcer terjadi pada 5-10% kasus, dan herpetiform terjadi pada 5-10% kasus.

  • Minor aphthous ulcers

Pada umumnya, ulkus ini berbentuk bulat atau oval dengan bagian tengah berwarna putih kekuningan dan dikelilingi oleh halo eritematous. Ulkus ini sembuh dalam waktu 14 hari tanpa terbentuknya jaringan parut (Zunt, 2001). Lokasi lesi ini biasanya pada mukosa nonkeratinisasi, seperti pada mukosa bukal, mukosa labial, dan dasar mulut. Namun, dapat juga terjadi pada mukosa keratinisasi, seperti palatum keras, gingiva, dan dorsum lidah. Lesi ini dapat multipel dengan diameter 2-5 mm.[4][3]

  • Major aphthous ulcer (Sutton’s disease)

Ulkus ini lebih dalam daripada ulser aftosa minor dengan tepi lesi yang irregular, dan diameter > 1cm. Ulkus ini dapat sembuh dalam waktu beberapa minggu hingga bulan dan sering terbentuk jaringan parut. Pada lesi ini, perlu dicurigai adanya keterlibatan kondisi sistemik, seperti defisiensi nutrisi atau gangguan hematologis (Zunt, 2001). Biasanya ulkus ini ditemukan pada bagian posterior mulut, palatum mole, dan daerah tonsila. Jumlah ulserasi bisa soliter atau multipel, ukurannya lebih besar dari 1 cm, bisa juga mencapai 5 cm, bentuknya bulat atau lonjong, dasar lesi kekuningan, keabuan, tepi lesi merah meradang, bisa lebih menonjol dibandingkan jaringan sekitarnya, jaringan dasar tetap lunak dan tidak mengalami indurasi.[3]

  • Herpetiform aphthous ulcer

Lesi ini merupakan lesi yang multipel, rekuren dan menimbulkan rasa nyeri, serta lebih banyak ditemukan pada wanita (Zunt, 2001). Lokasinya pada lidah, dasar mulut, dan mukosa bukal. Jumlah lesi multipel, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang bersamaan. Beberapa lesi dapat bergabung menjadi satu. Ukuran kecil, diameter 1-3 mm, bentuknya tidak beraturan, dasar lesi keabuan, tepi lesi tidak tegas, ditemukan daerah kemerahan yang luas pada membran mukosa.[3] Lesi ini sama seperti pada primary herpetic gingivostomatitis.[8]

Faktor penyebab RAS belum diketahui, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian RAS dengan respon system imun yang abnormal. Faktor yang dapat berkaitan dengan munculnya RAS meliputi trauma, stress psikologis, menstruasi dan alergi makanan, misalnya coklat dan pengawet makanan.[3] Selain itu, defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin B12 juga dapat menyebabkan RAS. Menurut Cawson dan Odell (2002), faktor etiologi yang mungkin untuk RAS adalah genetik, respon terhadap trauma, infeksi, abnormalitas imunologi, gangguan gastrointestinal, kekurangan hematologi, gangguan hormonal, dan stress. Lesi ini biasanya kambuhan, penyebabnya tidak diketahui tetapi kemungkinan karena kerusakan sistem imun pada mediasi oleh sel T, dipacu oleh adanya stress, trauma dan faktor lain yang mempengaruhi immunitas.[1] Pemeriksaan darah perifer pada pasien RAS menunjukkan adanya penurunan rasio CD4+ terhadap CD8+ pada limfosit T, dan peningkatan T cell reseptor γδ+ dan tumor necrosis factor-α (TNF- α).[4] Lesi awal pada RAS adalah lesi inflamasi preulseratif yang terdapat pada epitel rongga mulut yang ditandai dengan peningkatan jumlah limfosit T. Sel T sitotoksik tampak pada lokasi dimana banyak terdapat antigen atau di dalam keratinosit. Pelepasan bermacam-macam sitokin dan kemokin imunoreaktif menginduksi respon yang dimediasi oleh sel yang diyakini sebagai hasil dari lisisnya keratinosit.

Beberapa penyakit pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan ulkus pada rongga mulut adalah:

Merupakan gangguan autoimun yang ditandai dengan adanya intoleransi terhadap gluten pada usus halus. Campisi dkk. (2008) melaporkan bahwa lesi pada rongga mulut seperti RAS dapat berfungsi sebagai tanda adanya gangguan gastrointestinal kronis yang disebabkan oleh adanya malabsorpsi.

Merupakan penyakit kronis pada gastrointestinal yang ditandai dengan adanya pembengkakan pada saluran pencernaan, nyeri abdomen, nausea, diare, kehilangan berat badan, demam, dan perdarahan rectal. Pada 10-20% pasien chron’s disease terjadi ulkus pada rongga mulut, dengan karakteristik yang disebut cobble stone. Apabila terdapat ulkus rekuren dengan sebab yang tidak jelas pada rongga mulut, maka penyakit ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor etiologi ulkus (Katsanos dkk., 2003).

  • Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Merupakan salah satu gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh keluarnya asam lambung menuju esophagus. Asam lambung yang keluar hingga ke rongga mulut dapat menyebabkan terjadinya keruasakan pada mukosa yang bersifat erosif dan dapat berakhir sebagai ulkus. Selain itu, GERD juga dapat menyebabkan timbulnya faringitis, laringitis, bronchitis, dan pneumonia.

Adanya keterkaitan rongga mulut merupakan komponen yang penting pada Behcet’s syndrome dengan manifestasi pada rongga mulut sebesar 99%. Lesi ini serupa dengan aphthous ulcerations pada orang sehat dengan durasi dan frekuensi yang sama, namun pada pasien dengan Behcet’s syndrome, lesi dapat berjumlah 6 atau lebih. Lesi dapat terjadi pada palatum lunak dan orofaring, dengan tepi yang bergelombang dan dikelilingi oleh area eritema yang difus. Pada penderita Behcet’s syndrome, ketiga jenis RAS dapat muncul, namun minor RAS paling banyak terjadi pada pasien ini. Selain pada rongga mulut, lesi pada genital dan ocular (mata) juga muncul pada pasien ini.

Lesi timbul tiba-tiba, nyeri, penyebaran luas, biasanya sembuh sendiri. Gambaran klinisnya bervariasi sehingga disebut “multiformis, multiple, pada bibir berbentuk krusta disertai bercak darah.

  • Lupus erytematosus

Eritematus dan ulkus pada mukosa bukal, gingiva dan vermilion, dengan area putih keratosis mengelilingi ulkus dan biasanya nyeri

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e Regezi, J. dan Sciubba,J., 1993, Oral Pathology: Clinical Pathology Correlations, WB. Saunders, USA
  2. ^ a b c Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A., 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th Edition, BC Decker Inc., Hamilton.
  3. ^ a b c d e Birnbaum, W. dan Dunne, S.M., 2010, Diagnosis Kelainan Dalam Mulut Petunjuk bagi Klinisi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
  4. ^ a b c d e f g h i j Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 2009, Oral and Maxillofacial Pathology, 3rd edition, Elsevier, India.
  5. ^ Wood, W.K. dan Goaz, P.W., 1997, Differential Diagnosis of Oral and Maxillofacial Lesions, 5th Edition., C.V. Mosby Co., St. Louis
  6. ^ MIMS, 2009, Aloclair, http://www.mims.com, diakses 18 Februari 2011
  7. ^ Plasket, 2008, The Healing Properties of Aloevera, http://www.dietahoodia.com Diarsipkan 2019-02-05 di Wayback Machine. diakses 18 Februari 2011
  8. ^ Silverglade, Lee. Preventive Dentistry: Overview of Common Oral Lessions. University of Illinois at Chicago. http://www.uic.edu/classes/peri/peri311/lec3ls/oral_lesions2.htm. diakses tanggal 16 Februari 2011.