Lompat ke isi

Linggoasri, Kajen, Pekalongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Linggoasri
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPekalongan
KecamatanKajen
Kode pos
51161
Kode Kemendagri33.26.08.2003 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°5′45″S 109°34′51″E / 7.09583°S 109.58083°E / -7.09583; 109.58083

Linggoasri adalah desa di kecamatan Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Linggoasri terletak di selatan pusat pemerintahan Kabupaten Pekalongan.

Munculnya nama Desa Linggoasri menurut salah satu sesepuh desa, bahwa Linggoasri berasal dari nama batu lingga simbol dewa Syiwa. Lingga berbentuk bulat panjang memang terdapat di desa itu. Lingga tersebut dijadikan simbol bahwa desa Linggoasri telah berumur tua dan penuh dengan peninggalan sejarah.[1]

Sebagian penduduk di Desa Linggoasri adalah beragama Hindu. Masyarakat di desa ini masih melestarikan ritual-ritual dan upacara keagamaan Hindu seperti menyepi, atau berdoa meminta kepada Tuhan Yang Mahaesa. Mereka juga melakukan sedekahan, dan sebagainya di sekitar area Batu Lingga.[1] Selain Hindu, masyarakat Desa Linggoasri juga menganut agama Buddha dan Animisme. Tersebarnya Agama Hindu tidak serta merta menghapus kepercayaan Animisme, yaitu kepercayaan asli masyarakat pribumi. Masyarakat penganut Animisme ini memuja roh nenek moyang dan ingin selalu meminta perlindungan terhadap nenek moyang. Dahulu, kepercayaan Animisme tersebar di 3 kecamatan, yaitu Kajen, Paninggaran, Kedungwuni, dan Wonopringgo. Pada saat kepercayaan Animisme mulai menghilang di kecamatan lainnya, kepercayaan Animisme ini masih tetap ada di Linggoasri. Atas kepercayaan Animisme ini, masyarakat kerap meletakkan batu-batu, yang kerap disebut sebagai Batu Menhir. Batu ini diletakkan di suatu tempat yang rawan bencana dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya hal atau musibah buruk. Batu ini bernama Batu Linggo. Kata Asri dari nama "Linggoasri" ini muncul karena harapan masyarakat agar desa Linggoasri menjadi desa yang asri. Penamaan ini muncul pada tahun 1900an.

Pada saat datangnya Agama Hindu ini menjadi cepat diterima di Linggoasri karena kemiripan ajaran Agama Hindu dengan Animisme.

Ritual yang dikhususkan untuk melakukan pemujaan terhadap situs Batu Lingga, setelah dilakukan penyelidikan secara mendalam bahwa Batu Lingga ini pada zaman dahulu digunakan untuk pemujaan kepada Iswara, merujuk kepada dewa Syiwa. Hal ini dibuktikan dengan adanya tulisan Sanskerta yang bertuliskan abad ke-6 Masehi.[1]

Masyarakat Dusun Linggo di Desa Linggoasri masih aktif menggunakan Batu Lingga sebagai titik sentral untuk melakukan kegiatan keagamaan di desa setempat. Setiap malam saat Syiwaratri datang, orang Linggoasri yang sebagian besar beragama Hindu berduyun-duyun ke Batu Lingga untuk melakukan puja. Syiwaratri sendiri merupakan malam saat bulan benar-benar gelap gulita, pada malam inilah diyakini Dewa Syiwa akan mengirimkan berkah bagi mereka yang “berbakti”.[1]

Pariwisata

[sunting | sunting sumber]

Linggoasri memiliki beberapa objek wisata seperti wisata alam dan arung jeram, dengan udaranya yang sejuk karena terletak di pegunungan. Hutan karet dan hutan pinus yang sejuk disepanjang jalur menuju Linggoasri, yang juga jalur provinsi penghubung Pekalongan - Banjarnegara. Linggoasri juga memiliki bumi perkemahan dan wahana outbound yang juga sering dijadikan tempat acara perkemahan dari seluruh Jawa Tengah.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Vlitch (2023), Asal Usul Linggoasri dan Peninggalan Sejarahnya, vlitch.eu.org, diakses tanggal 12 Mei 2023 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]