Lutung kokah
Lutung kokah
| |
---|---|
Presbytis femoralis | |
Status konservasi | |
Terancam kritis | |
IUCN | 39801 |
Taksonomi | |
Kelas | Mammalia |
Ordo | Primates |
Superfamili | Cercopithecoidea |
Famili | Cercopithecidae |
Genus | Presbytis |
Spesies | Presbytis femoralis (William Charles Linnaeus Martin, 1838) |
Tata nama | |
Protonim | Semnopithecus femoralis |
Distribusi | |
Lutung kokah (Presbytis femoralis) adalah salah satu spesies primata yang habitatnya ditemukan ditemukan di Semenanjung Malaya dan Indonesia. Nama lokalnya adalah kokah atau nokah. Punggung lutung kokah berwarna coklat keabuan dan berwarna coklat pucat pada dada dan perutnya. Warna kepalanya bervariasi antara hitam, abu-abu atau putih. Tubuhnya mencapai panjang 40–60 cm dengan berat 5,5–8 kg. Lutung kokah memiliki ekor yang lebih panjang dari tubuhnya.
Jumlah subspesies lutung kokah ada 8. empat di antaranya tersebar di Sumatra. Lutung kokah biasanya hidup di hutan primer dataran rendah dan rawa. Luas habitatnya berkurang hingga 82% selama periode tahun 2000-2012 akibat penebangan hutan di Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung dan Sumatera Selatan. Lutung kokah sering ditemukan hidup bersama dengan lutung budeng dan berbagi wilayah jelajah dengan simpai.
Nama
[sunting | sunting sumber]Lutung kokah merupakan salah saru spesies primata dengan nama latin Presbytis femoralis.[1] Di wilayah Riau, lutung kokah disebut sebagai kokah. Sedangkan di Sumatra bagian utara, lutung kokah disebut nokah.[2]
Ciri fisik
[sunting | sunting sumber]Bagian punggung lutung kokah berwarna coklat tua hingga keabu-abuan. Sementara bagian dada dan perutnya berwarna coklat pucat atau putih. Warna putih juga menutupi bagian kaki dan sisi dalam dari lengan lutung kokah. Di bagian kepala lutung kokah terdapat jambul, tetapi tidak menonjol. Lutung kokah memiliki kepala yang berwarna hitam, keabu-abuan atau putih. Panjang tubuhnya antara 40–60 cm. Lutung kokah juga memiliki ekor yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya. Panjang ekornya antara 60–80 cm. Berat tubuh lutung kokah antara 5,5–8 kg. Ketika anak lutung kokah baru dilahirkan, warna tubuhnya keputih-putihan.[2]
Subspesies
[sunting | sunting sumber]Lutung kokah diketahui memiliki 8 subspesies.[3] Perbedaan masing-masing subspesies adalah pada warna tubuhnya.[4] Beberapa subspesies lutung kokah yaitu Presbytis femoralis chrysomelas, Presbytis femoralis cruciger, Presbytis femoralis percura, dan Presbytis femoralis batuana.[5] Terdapat pula dua subspesies lain dari lutung kokah yaitu Presbytis femoralis femoralis dan Presbytis femoralis robinsoni.[6]
Habitat
[sunting | sunting sumber]Lutung kokah ditemukan di wilayah Semenanjung Malaya dan Indonesia. Habitat Presbytis femoralis chrysomelas ditemukan di sebelah barat dari Kalimantan. Presbytis femoralis cruciger habitatnya berada di sebelah barat laut dari Kalimantan. Habitat Presbytis femoralis percura ditemukan di Sumatra bagian timur khususnya di sekitar sungai Siak, Kompei dan Pulau Rupat. Presbytis femoralis batuana habitatnya berada di Kepulauan Batu khususnya di Pulau Pini, Pulau Tanahbela, dan Pulau Tanahmasa. Habitat Presbytis femoralis juga ditemukan di daratan Sumatra mulai dari bagian barat laut Danau Toba hingga ke Gunung Talamau.[5]
Lutung kokah biasanya hidup di hutan primer dataran rendah dan rawa. Namun, lutung kokah lebih sering ditemukan di pedalaman hutan. Lutung kokah jarang berada di pinggiran perkebunan karet.[6]
Habitat lutung kokah di Sumatra berkurang sekitar 82% selama 12 tahun (2000-2012). Penyebab utamanya adalah penebangan hutan untuk diubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Penebangan hutan ini utamanya terjadi di beberapa provinsi yaitu Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung dan Sumatera Selatan.[7]
Perilaku sosial
[sunting | sunting sumber]Lutung kokah sering ditemukan hidup bersama dengan lutung budeng di tepian sungai. Spesies Presbytis femoralis percura juga memiliki daerah jelajah yang sama dengan simpai khususnya di sekitar sungai Barumun, Riau.[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Supriatna, Jatna (2022). Field Guide to The Primates of Indonesia. Cham: Springer Nature Switzerland. hlm. 2. ISBN 978-3-030-83205-6.
- ^ a b Supriatna dan Wahyono 2000, hlm. 173.
- ^ Supriatna, Jatna (2008). Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 267. ISBN 978-979-461-696-3.
- ^ Supriatna, J., dan Ramadhan, R. (2016). Yanwardi, ed. Pariwisata Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 16. ISBN 978-602-433-216-7.
- ^ a b Supriatna dan Wahyono 2000, hlm. 173-174.
- ^ a b c Supriatna dan Wahyono 2000, hlm. 174.
- ^ Supriatna, Jatna (2018). Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktik di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 81. ISBN 978-602-433-633-2.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Supriatna, J., dan Wahyono, E. H. (2000). Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 979-461-355-X.