Lompat ke isi

Madiredo, Pujon, Malang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Madiredo
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenMalang
KecamatanPujon
Kode pos
65391
Kode Kemendagri35.07.26.2009 Edit nilai pada Wikidata
Luas5 km²
Jumlah penduduk9,869 jiwa
Kepadatan1,554 jiwa/km²
Peta
Peta
Peta
Peta
Koordinat:


Madiredo adalah sebuah Desa wisata yang terletak di wilayah bagian utara Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur,yang merupakan salah satu Desa terbaik di Kabupaten Malang, karena telah memenangkan Lomba Desa Tahun 2021 (Tingkat Kabupaten Malang & Tingkat Provinsi Jawa Timur) dan Lomba Bulan Bhakti Gotong Royong (Tingkat Kabupaten Malang & Tingkat Provinsi Jawa Timur) pada Tahun 2020 .[1]

Sejarah Desa

[sunting | sunting sumber]

Desa Madiredo mulai terbentuk kurang lebih 180an tahun yang lalu seiring dengan berkembangnya system pemerintahan di Negara kita pada waktu itu. Desa Madiredo sebenarnya telah ada pada tahun abad ke 19 atau pada tahun 1839-an, tetapi Desa Madiredo resmi menjadi Desa pada tahun 1910 setelah dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang pertama yang bernama Martodimedjo. Desa Madiredo saat itu dibagi menjadi empat dusun yaitu Bengkaras, Sobo, Lebo dan Delik. Martodimedjo menjabat sebagai Kepala Desa selama 8 tahun hingga tahun 1918. Pada waktu itu sebenarnya Pemerintah Desa tidak dipimpin oleh seorang Kepala Desa melainkan dipimpin oleh Aris atau seorang yang membawahi sepuluh petinggi. Marto Rejo dibantu oleh seorang Carik (Sekretaris Desa) bernama Mustarin, Kuwowo bernama Dolah dan Kepala Dusun dari empat dusun yang ada yaitu: Mat Kaeni (Bengkaras), Tabri (Lebo), Jasmani (Sobo) dan Suhardji (Delik). Setelah kepemimpinan Marto Rejo jatuh, terjadi kekosongan pemerintahan karena tidak ada yang mengisi jabatan Kepala Desa, sampai hampir sembilan tahun. Kekosongan Pemerintahan tersebut baru berakhir sekitar tahun 1927 atau 18 tahun sebelum kemerdekaan. Hal ini tentu tidak terlepas dari perkembangan politik pada waktu itu. Proses dan usaha Belanda menguasai kembali seluruh wilayah Indonesia membuat seluruh warga Desa Madiredo bahu-membahu berjuang untuk mengusir penjajah. Perjuangan secara gerilya ini yang menjadikan Desa Madiredo tidak bisa ditaklukkan Penjajah secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena pada masa itu banyak gerilyawan yang menyerang pos-pos Belanda di Persil dan juga memutuskan jalur transportasi Belanda ke Pos yang ada di Persil. Terputusnya jalur transportasi ini yang menjadi faktor utama sehingga para gerilyawan dapat merebut Persil dari tangan Belanda.

Baru pada awal kemerdekaan, Pemerintahan Desa Madiredo terbentuk kembali. Kepala Pemerintahan tertinggi dipimpin oleh seorang Lurah yang membawahi empat Kepala Dusun. Lurah pertama atau pemimpin ke dua dalam sejarah Desa Madiredo adalah H.Muis. Kepala Dusun yang bertugas pada masa Pemerintahan Haji Muis adalah Ya’ali (Lebo), Jasmani (Sobo) dan Suhardji (Delik). Masa Jabatan H. Muis berkahir pada tahun 1957 dan kemudian digantikan oleh Haji Mukhtar yang menjabat selama 23 tahun hingga tahun 1980.

Setelah kepemimpinan Haji Mukhtar berakhir, bentuk Pemerintahan Desa diubah lagi. Pemimpin tertinggi adalah Kepala Desa. Sebagai Pejabat Kepala Desa pada waktu itu adalah Mudjahidin yang terpilih melalui proses pemungutan suara yang demokratis oleh seluruh warga Desa Madiredo. Pada masa Pemerintahan Mudjahidin, terjadi penambahan dusun menjadi lima dusun dengan dua dua anak dusun yaitu Bengkaras, Sobo, Lebo, Delik dan dusun yang baru yaitu Sumber Mulyo. Anak Dusun yang terbentuk adalah Sidodadi dan Meduran yang sampai saat ini merupakan anak dusun dari Lebo. Kepala Dusun yang masih dalam masa jabatannya sampai saat itu adalah Abdul Munip dusun Karas, M. Kamai dusun Sobo, Masrohin dusun Lebo, Suharji dusun Delik dan Kayanto dusun Sumber Mulyo. Pada tahun 2007 masa jabatan Mujahidin berakhir dan telah terpilih secara demokratis pada Pemilihan Kepala Desa Madiredo yaitu Naning Mutrofin yang merupakan istri dari Mujahidin Kepala Desa terdahulu. Pada Pemerintahan Naning Mutrofin,Kepala Dusun yang menjabat pada masa ini,Kep Dusun (H Abd Munip),Sobo (M Nursohib),Lebo (Masrohin),Delik(Joko Sudaryono) Sumber Mulyo(Kayanto).dan pada tahun 2013 masa jabatan Ibu Naning Mutrofin berakhir dan diganti oleh Bapak Mahfud, tidak mengalami perubahan Karena Kepala Dusun dari masing-masing Dusun masih dianggap mampu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa.

Sejarah Desa Madiredo berkembang sejak tahun 1800-an, yaitu bersamaan dengan Pangeran Diponegoro menggelorakan perang gerilya melawan penjajah di daerah ini. Sejarah Penamaan desa dan Dusun dimulai dengan suatu legenda rakyat yang cukup terkenal yaitu cerita Raden Panji Laras. Raden Panji adalah anak dari Mbok Rondo Dadapan, beliau mempunyai seekor ayam. Nama dari Raden Panji Laras yang kemudian diabadikan menjadi sebuah nama dusun yaitu dusun Bengkaras. Sedangkan nama dari dusun sobo berasal dari kebiasaan ayam Panji Laras yang sering bermain ke suatu tempat yang akhirnya dinamakan Sobo.

Suatu ketika terjadi bencana alam yaitu meletusnya Gunung Gentong Growah, kemudian lahar yang dikeluarkan menggenangi sebuah daerah yang kini dinamakan dusun Lebo, yang artinya Kemasukan Lahar. Sebelum daerah tersebut tergenangi lahar, terdapat sebuah gedung yang sangat besar dan indah peninggalan colonial Belanda, yang sampai saat ini masih dikenal masyarakat Desa Madiredo.Akan tetapi bencana itu telah melenyapkan gedung tersebut dan kini menjadi misteri yang tak terkuak dengan logika. Menurut masyarakat di sekitar, gedung yang tersapu lahar dapat dilihat dengan cara bersemedi di keramat Pangeran Sumodiharjo.

Pangeran Sumodiharjo merupakan Panglima Perang yang mengikuti perjuangan Pangeran Diponegoro sekaligus Senopati dari Grebek Solo. Beliau mempunyai istri bernama sambernyowo dengan selendang saktinya yang terkenal yaitu Plontang Seloko. Pada suatu hari Pangeran Sumodiharjo dan Pangeran Diponegoro diburu oleh segerombolan perampok. Pangeran Sumodiharjo bersembunyi di suatu daerah yang saat itu dinamakan dusun delik, yang dalam bahasa Indonesia bersembunyi, sedangkan Pangeran Diponegoro tidak mengikuti ajakan Pangeran Sumadiharjo untuk sembunyi, yang akhirnya Pangeran Diponegoro tertangkap oleh perampok yang merupakan antek-antek dari Belanda.

Sekitar tahun 1930-an terjadi sengketa tanah antara Pihak desa dengan Belanda untuk memperebutkan Tanah P2 atau tanah bengkok. Dari sengketa tersebut kemenanganpun berpihak pada Desa. Akhirnya tanah tersebut digunakan untuk pemukiman orang-orang miskin yang tak punya rumah dan lahan. Penamaan daerah tersebut dengan nama Sumbermulyo sesuai dengan harapan masyarakat yang mengharapkan mendapatkan sumber penghidupan baru.

Selang 64 tahun kemudian terdapat sebuah perkampungan yang dihuni oleh sejumlah keluarga. Daerah tersebut sebenarnya akan dijadikan dusun tersendiri, tetapi masih banyak keraguan untuk berdiri sendiri. Akhirnya daerah tersebut dinamakan Sidodadi yang sekarang merupakan anak dusun Lebo.

Nama Desa Madiredo sendiri diambil dari nama sebuah telaga yang ada di perbatasan dusun Lebo dan Sobo yaitu Telaga Madiredo. Telaga tersebut merupakan tempat mandi para Bidadari.[2]

Kondisi Geografis

[sunting | sunting sumber]

Desa Madiredo merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Desa Madiredo terletak pada 7°48’30” – 7°50’13” LS dan 112°27’6” – 112°28’19” BT. Sebelah utara Desa Madiredo berbatasan dengan hutan, sebelah timur dengan Desa Wiyurejo, sebelah selatan dengan Desa Ngroto dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Tawang Sari. Luas desa Madiredo adalah 4.855.086 M²/ 485,5 ha, dengan ketinggian berkisar antara 987,5 sampai 1225 meter di atas permukaan laut /m dpl.

Desa Madiredo memiliki 5 Dusun yaitu Dusun Bengkaras, Dusun Sobo, Dusun Lebo, Dusun Delik dan Dusun Sumbermulyo, selain itu juga memiliki 2 perdukuhan yaitu Dukuh Meduran dan Sidodadi. Desa Madiredo dihubungkan dengan jalan yang relative mudah dijangkau. Selain jaraknya yang hanya 500 meter dari jalan utama propinsi, jalan di Desa Madiredo termasuk jalan yang besar dan rata-rata sudah diaspal. Menuju desa Madiredo, dapat menggunakan kendaraan pribadi atau umum. Jarak terdekat yang dapat dituju yaitu dari terminal Agrobis Mantung masuk kira-kira 1000 meter hinga pertigaan antara Desa Madiredo dengan Tawangsari. Apabila menggunakan angkutan umum, dari arah Terminal Landungsari naik bus turun terminal Agribisnis Mantung, kemudian naik ojek yang ada di depan gapura Mantung. Selain aksesibilitas yang mudah dijangkau, Desa Madiredo juga dekat dengan ibu kota Kecamatan Pujon yaitu sekitar 2.640 meter.

COLLECTIE TROPENMUSEUM Een suikerrietmolen bij Poedjon TMnr 10023956

Kondisi Demografis

[sunting | sunting sumber]

Pengelompokan penduduk desa Madiredo berdasarkan usia yang merupakan aset sekaligus beban bagi percepatan program pembangunan desa. Jumlah laki-laki dan perempuan di Desa Madiredo tidak seimbang, karena jumlah perempuan lebih banyak yaitu 4253 orang sedangkan jumlah laki-laki sebanyak 3843 orang. Perbandingan yang tidak seimbang ini kan mempengaruhi tingkat perkembangan rumah tangga dan desa, dimana penduduk desa biasanya menggantungkan pada pria sebagai tulang punggung keluarga atau sebagai pencari nafkah keluarga. Hal ini memunculkan berbagai masalah sosial yang memerlukan penanganan yang betul-betul terfokus dan terarah sesuai denga kandisi jumlah penduduk yang ada untuk percepatan roda perekonomian di masyarakat.

Perkembangan penduduk di desa Madiredo mempunyai kecenderungan jumlah kelahiran lebih tinggi dari jumlah kematian. Kelahiran dan kematian mempunyai perbandingan 2: 1 atau kelahiran 50% lebih besar dari kematian. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya penduduk usia lanjut. Jumlah penduduk yang mempunyai usia di atas 50 tahun berjumlah 1192 jiwa. Usia penduduk yang termasuk angkatan kerja tergolong banyak yaitu 4870 orang dan lebih dari separuh jumlah penduduk desa Madiredo. Jumlah sebesar ini tentu saja memerlukan jumlah lapangan kerja yang banyak dan seimbang agar tidak memunculkan masalah pengangguran.

Penduduk desa Madiredo terdiri dari 2546 Kepala Keluarga yang rata-rata tiap Kepala Keluarga terdiri dari 4-6 orang. Ini berarti setiap pasangan suami istri mempunyai 2-3 anak. Hal ini bisa terwujud seiring dengan kesadsaran masyarakat desa Madiredo untuk membentuk keluarga dengan perencanaan yang baik.

Penduduk desa Madiredo seluruhnya beragama Islam, sehingga dari agama yang sama tersebut banyak bermunculan budaya dan adapt yang berciri khas agama Islam.

Pertumbuhan penduduk tiap tahunnya rata-rata 50 jiwa atau 0,6%. Walupun demikian peningkatn jumlah penduduk pertahun masih banyak hal ini disebabkan karena jumlah kelahiran yang lebih banyak dibandingkan dengan kematian.

Kondisi profesi penduduk desa Madiredo tidak terlalu beragam, karena mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Penduduk desa Madiredo yang bekerja saat ini berjumlah 4870 jiwa atau 60,15% dari total jumlah penduduk desa Madiredo. Jumlah penduduk menurut profesi dibagi menjadi 5 golongan antara lain:

Jumlah angkatan kerja usia 15-55 tahun berjumlah 3570 orang. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah berjumlah 1268 orang. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang menjadi ibu rumah tangga adalah 1968 orang. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja penuh adalah 349 orang. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak penuh berjumlah 715 orang. Penduduk yang bekerja umumnya masuk dalam usia produktif yaitu antara 16-50 tahun. Penduduk desa Madiredo sebagian besar berprofesi sebagai petani yaitu hampir 34% dari total jumlah penduduk atau berjumlah 2753 orang, 14% sebagai buruh tani atau 1134 orang. Selain petani penduduk desa Madiredo juga berprofesi sebagai peternak sapi yang berjumlah 8% atau 648 orang, PNS 0,9%, pedagang 2,4%, buruh bangunan 0,6%, pengrajin 0,15%, dan lain-lain 5,3%. Dari jumlah tersebut di atas, yang belum atau tidak bekerja berjumlah 44% atau 3562 orang.

Pariwisata

[sunting | sunting sumber]
  • Telaga Madiredo

Telaga Madiredo merupakan salah satu tempat pariwisata yang terletak di Dukuh Meduran Desa Madiredo Kecamatan Pujon Jawa Timur. Telaga ini berukuran sekitar 200 m dan berkedalaman sekitar 1,5 meter dan sangat cocok di kunjungi karena jalur akses menuju ke telaga ini sangat mudah dan dekat dengan rumah penduduk, airnya pun di jamin 100% sejuk dan bersih. Terdapat mitos yang cukup unik berkembang di masyarakat yaitu orang yang sering mandi ditelaga tersebut bisa awet muda. konon Katanya dahulu ada Kera Pada atau biasa di sebut Anoman yang sempat mampir untuk mandi di telaga, kemudian pergi begitu saja.

Pada bulan suro penanggalan jawa atau malam hari raya selalu di padati oleh orang -orang yang melakukan ritual KUM-KUM (Berendam) atau sekadar ziarah.

Disekitar Telaga ada beberapa patung kera putih dan pemandangan yang tak akan merugikan mata anda, Ladang yang rindang serta alam berbukit melingkari Telaga Madiredo.

  • Wisata Petik Apel

Jika kita mendengar kata Pujon pasti kita teringat dengan olahan susunya, tetapi jika kita berkunjung ke Desa Madiredo kita akan disuguhkan dengan kebun apel yang begitu luas ditambah udara pegunungan yang sejuk membuat tanaman ini tumbuh dengan bagus, dalam setahun petani dapat memanen 3 kali sehingga keuntungan yang besar membuat petani enggan beralih untuk berocok tanam yang lainnya. Apel yang dihasilkan Desa Madiredo ini sangat bagus, untuk prosesnya pun ketika apel sudah panen maka langkah selanjutnya proses pengeringan, daun dihabiskan agar tanaman ini dapat bersemi kembali. Produksi apel terbesar khususnya apel Malang berada di Desa Madiredo.

Tak puas rasanya jika pergi ke Desa Madiredo tak berkunjung ke wisata petik apel. Wisata ini tepatnya berada di Dusun Bengkaras Desa Madiredo, lahan apel terluas yang akan menggugah lidah anda. Jenis apel yang ada yaitu apel manalagi, dan apel rambeauty. Variasi apel ini membuat keaneragaman kebun petik apel di d Desa Madiredo. Untuk dibawa pulang tentu harus bayar perkilo gramnya.

Di wisata petik Apel Pujon, selain anda dapat memetik apel sepuasnya, akan ada pemandu yang menjelaskan mengenai budidaya apel secara organik. Anda juga akan disuguhi proses pengolahan apel hingga menjadi produk olahan alami yang berdaya jual tinggi.

  • Coban Supit Urang

Air terjun Supit Urang terletak di Dusun Sumbermulyo Desa Madiredo Kecamatan Pujon sekitar 4 kilometer dari Dusun Ndelik. Perjalanan bisa ditempuh dengan jalan kaki ataupun sepeda motor. Tidak perlu khawatir tersesat karena sudah ada penunjuk jalan disetiap 1 km perjalanan anda. Warga sekitarpun ramah nan sopan saat anda ingin bertanya. Jangan heran jika ada sepeda motor penuh muatan sayur yang berlalu lalang disekitar jalan licin menuju air terjun. Jalanan berbatu yang licin serta turun naik menjadi sensasi tersendiri selama perjalanan ke Air Terjun Supit Urang, ditambah lagi pemandangan alam disepanjang jalan yang akan menyejukkan mata anda.

Setelah selesai menikmati pemandangan Air terjun Watu Undak dan berfoto bersama tentunya jangan langsung turun kebawah. Air terjun selanjutnya akan lebih menantang adrenalin anda. Air terjun watu talang memiliki pesona yang menakjubkan, bagi anda yang sedang ingin menghilang stress pesona alamnya akan mengobati stress anda.

Awan kabut, pepohonan hijau, serta air dingin yang mengalir membuat hati damai nan sejuk. Inilah pesona alam yang tidak akan anda temui tempat lain. Meski belum terlalu banyak pengunjung dihari biasa namun perjalanan alam anda belum sempurna jika belum mengunjungi Wisata alam Madiredo.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.56-2015)". www.kemendagri.go.id (dalam bahasa Indonésia). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2018-12-25. 
  2. ^ "Sejarah Desa Madiredo". www.madiredoweb.wordpress.com (dalam bahasa Indonésia). Diakses tanggal 2018-12-25.