Marawa
Nama | Basa Alam Minangkabau |
---|---|
Pemakaian | Luak Nan Tigo dan rantau |
Dipakai | 1347 (oleh Pagaruyung Darul Qarar); 675 tahun yang lalu |
Rancangan | Vertikal triwarna hitam, merah, dan emas. |
Varian bendera Bendera Minangkabau Alam Minangkabau | |
Nama | Basa Adat Minangkabau |
Pemakaian | Lembaga Adat |
Dipakai | Tidak diketahui |
Rancangan | Basa Alam dengan warna putih setelah hitam dan emas disebelah dalam, dan sebelum merah disebelah luar. |
Varian bendera Alam Minangkabau | |
Nama | Negeri Sembilan |
Pemakaian | Negeri Sembilan Darul Khusus |
Dipakai | 1895 |
Rancangan | Basa Alam dengan emas sebagai warna dasar, merah melintang serong di sebelah atas, dan hitam di sebelah bawah. |
Marawa adalah bendera triwarna yang terdiri dari tiga bagan vertikal yang menampilkan warna Alam Minangkabau: hitam, merah, dan emas. Tidak diketahui dengan pasti kapan pertama kali bendera ini digunakan; secara resmi diadopsi sebagai bendera Kerajaan Pagaruyung Minangkabau sejak berdirinya kerajaan ini pada tahun 1347. Bendera ini juga diadopsi oleh kerajaan-kerajaan rantau Minangkabau lainnya seperti Kerajaan Inderapura.[1]
Sejak berdirinya Konfederasi Minangkabau, Minangkabau memiliki dua tradisi warna basa, hitam-merah-emas dan hitam-emas-putih-merah. Hitam-merah-emas adalah bendera Basa Alam Minangkabau, Konfederasi Minangkabau, Kerajaan Pagaruyung, dan kerajaan-kerajaan pendahulu yang disebut dalamTambo Alam Minangkabau.
Warna hitam melambangkan pangulu, emas melambangkan manti, putih melambangkan malin, dan merah melambangkan dubalang.
Asal mula
[sunting | sunting sumber]Asosiasi Minangkabau dengan warna hitam, merah, dan emas (atau kuning)[2] asal mulanya tidak diketahui dengan pasti, bendera hitam-merah-emas secara tradisi digunakan untuk melambangkan Luak Nan Tigo (Konfederasi Minangkabau) yang didirikan di Dataran Tinggi Minangkabau oleh nenek moyang mereka, sekaligus sebagai daerah asal-usul orang Minang sebelum mereka merantau ke daerah-daerah di luarnya.[3] Warna hitam melambangkan Luak Limo Puluh (daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh), merah melambangkan Luak Agam (Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, dan Kota Padang), dan warna emas melambangkan Luak Tanah Data (Kabupaten Tanah Datar dan sekitarnya).[1]
Selain melambangkan alam, setiap warna juga melambangkan nilai-nilai budaya utama.[4] Warna hitam bagi masyarakat Minangkabau memiliki makna keabadian, atau disebut tahan tampo (tahan tempa), merah melambangkan berani dan tahan uji, sementara warna emas melambangkan keagungan, cemerlang, dan bersinar. Dalam adat Minangkabau, ketiga warna ini juga melambangkan Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan (Triumvirat Alam Minangkabau),[5] yaitu ninik mamak, cerdik pandai, dan alim ulama. Ninik mamak dilambangkan dengan warna hitam, cerdik pandai dengan warna merah, dan alim ulama dengan warna emas.[6]
Variasi bendera
[sunting | sunting sumber]Bendera Basa Alam Minangkabau
[sunting | sunting sumber]Sejak berdirinya Konfederasi Minangkabau, Minangkabau memiliki dua tradisi warna basa (besar), hitam-merah-emas[7] dan hitam-emas-putih-merah. Hitam-merah-emas adalah warna Basa Alam Minangkabau, Konfederasi Minangkabau, Kerajaan Pagaruyung, dan kerajaan-kerajaan pendahulu yang berasal dari Tambo Alam Minangkabau.[7][3][1] Susunan warnanya bervariasi menurut wilayah atau daerah asal yang mengunakan bendera tersebut. Susunan warna merah-emas-hitam digunakan di wilayah Luak Limo Puluh atau yang mengunakannya berasal dari Limo Puluh, hitam-emas-merah di wilayah Luak Agam, dan hitam-merah-emas untuk Luak Tanah Data.[3] Bendera atau warna-warna bendera ini juga menjadi warna-warna adat di Minangkabau, warna dasar hiasan atau motif Rumah adat, warna-warna dominan pada pelaminan dan panji kebesaran adat, yang digunakan pada setiap upacara resmi adat kenagarian di Minangkabau.[8]
Bendera Basa Adat Minangkabau
[sunting | sunting sumber]Bendera Basa Adat Minangkabau adalah bendera empat warna yang terdiri dari empat bagan vertikal: hitam-emas-putih-merah. Bendera ini melambangkan Urang Nan Ampek Jinih (Ninik Mamak Pemangku Adat). Warna hitam melambangkan pangulu, emas melambangkan manti, putih melambangkan malin, dan merah melambangkan dubalang.[3] Bendera ini hanya digunakan pada upacara resmi adat basa Ninik Mamak Pemangku Adat, seperti pada upacara pengambilan sumpah jabatan mereka.
Selain dari Urang Nan Ampek Jinih, dalam adat Minangkabau, ada jabatan penting lainnya yaitu bundo kanduang, yang merupakan ibu yang menjadi guru di rumah gadang dan bergelar Limpapeh Rumah Nan Gadang.[9]
Bendera Negeri Sembilan
[sunting | sunting sumber]Bendera Negeri Sembilan adalah bendera tiga warna yang terdiri dari emas warna dasar bendera, merah melintang serong di sebelah atas, dan warna hitam di sebelah bawah, keduanya membentuk empat persegi. Bendera ini diresmikan pada tahun 1895, ketika Datuk-Datuk Undang yang Empat dengan Yamtuan Muhammad berhasil dipersatukan kembali oleh Britania Raya sehingga kerajaan ini kembali utuh.[8][10][11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Sitasi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Prismasiwi & Jannah 2018.
- ^ Hidayat et al. 2021, hlm. 131.
- ^ a b c d "Marawa Jadi Perlambang Tiga Luhak di Minangkabau" 2016.
- ^ Franzia, Piliang & Saidi 2015, hlm. 60.
- ^ Saifullah & Yulika 2017, hlm. 23.
- ^ Yandri 2014, hlm. 30-31.
- ^ a b Sartika, Sukanadi & Aruman 2021, hlm. 49.
- ^ a b Saifullah & Yulika 2017, hlm. 84.
- ^ Saifullah & Yulika 2017, hlm. 28.
- ^ Japar et al. 2021, hlm. 88.
- ^ Kasmijan 2020, hlm. 54.
Sumber
[sunting | sunting sumber]- Franzia, Elda; Piliang, Yasraf A.; Saidi, Acep I. (20 Mei 2015). "Manifestation of Minangkabau Cultural Identity through Public Engagement in Virtual". Procedia - Social and Behavioral Sciences. Elsevier. 184: 56–62. doi:10.1016/j.sbspro.2015.05.053.
- Hidayat, Herry N.; Sudardi, Bani; Widodo, Sahid T.; Habsari, Sri K. (2021). "Menggali Minangkabau dalam film dengan mise-en-scene". ProTVF. Universitas Padjadjaran. 5 (1): 117–144. doi:10.24198/ptvf.v5i1.29433.
- Japar, M.; Syarifa, Syifa; Fadhilah, Dini N.; Damayanti, Adenita (2021). Kajian Masyarakat Indonesia & Multikulturalisme Berbasis Kearifan Lokal. Surabaya: Jakad Media Publishing. hlm. 88. ISBN 6236442428.
- Kasmijan, Iza K. (2 Januari 2020). Teck, Lim A.; Omar, Wan A. W., ed. Malaysia Baru. Johor: Jabatan Penerangan. hlm. 54.
- "Marawa Jadi Perlambang Tiga Luhak di Minangkabau". Harian Haluan. 12 Februari 2016. Diakses tanggal 18 Desember 2021.
- Prismasiwi, Landy; Jannah, Annissa N. (30 November 2018). "Inilah Marawa Wilayah Adat Luhak Nan Tigo Minangkabau". GenPi.co. Diakses tanggal 18 Desember 2021.
- Saifullah SA; Yulika, Febri (2017). Pertautan Budaya - Sejarah Minangkabau & Negeri Sembilan. Padang Panjang: ISI Padang Panjang. hlm. 84. ISBN 9786025084669.
- Sartika, Nifha; Sukanadi, I Made; Aruman (1 Desember 2021). "Perancangan Motif Batik Rumah Gadang Dalam Busana Kasual". Style: Journal of Fashion Design. ISI Padang Panjang. 1 (1): 36–51.
- Yandri (2014). "Tenun Songket Pandai Sikek Dalam Budaya Masyarakat Minangkabau". Humanus. 8 (1): 28–34. doi:10.24036/jh.v13i1.4094.
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]Jurnal
[sunting | sunting sumber]- Khairuzzaky (2018). "Kajian Struktur Ragam Hias Ukiran Tradisional Minangkabau Pada Istano Basa Pagaruyung". Jurnal Titik Imaji. 1 (1). doi:10.30813/.v1i1.1090.
- Parsada, Janihari (2017). "Ondeh Marawa". Jurnal Seni Tari. 8 (2). doi:10.24821/joged.v8i2.1891.
- Rahman, Abdul; Sami, Yasrul; Hafiz, A. (2017). "Simbol - Simbol Minangkabau Dalam Karya Seni Lukis". SERUPA : The Journal Of Art Education. 6 (1).