Matias Choe In-gil
Matias Choe In-gil adalah seorang martir Katolik Korea. Ia lahir pada tahun 1765 pada keluarga penerjemah bahasa. Dia belajar Katekismus dari Yohanes Pembaptis Yi Byeok dan dia menjadi Katolik pada tahun 1784, tepat setelah Gereja Katolik diperkenalkan ke Korea. Dia memiliki adik yaitu Ignasius Choe In-cheol yang menjadi martir pada tahun 1801.
Pada tahun-tahun awal Gereja, Matias Choe memimpin dalam pewartaan Injil bersama umat Katolik lainnya. Ketika Paulus Yun Yu-il kembali dari kunjungannya kepada Gereja Katolik di Beijing, Matias Choe ikut serta dalam usaha memperkenalkan imam. Secara khusus dia bertugas untuk menyediakan tempat persembunyian untuk misionaris. Dia menyiapkan sebuah rumah di Gyedong di Seoul (Sekarang, Gye-dong, Jongno-gu, Seoul) dan dia menunggu kedatangan misionaris.
Pastor Yakobus Zhou Wen-mo, seorang imam Tionghoa, akhirnya masuk ke Korea pada tanggal 24 Desember 1794 (3 November, pada penanggalan Lunar), dan dia diperkenankan tinggal di rumah Matias Choe pada awal tahun itu. Dia mencoba memastikan keamanan Pastor Yakobus Zhou baik siang maupun malam, tetapi pihak istana mengetahui kedatangannya melalui informan rahasia. Beruntung, Pastor Yakobus Zhou berhasil melarikan diri tanpa diketahui ke rumah Kolumba Kang Wan-suk. Sementara itu, Matias Choe yang menunggu kedatangan polisi di rumahnya, dia menyamar sebagai Pastor Yakobus Zhou sebagai cara untuk memberikan waktu lebih banyak kepada Pastor untuk berlindung. Dia dapat merancang skema tersebut karena dia fasih berbahasa Mandarin.
Rencananya tak berlangsung lama. Tak lama setelah dia ditangkap, identitasnya terungkap dan polisi merencanakan pencarian Pastor Yakobus Zhou lagi, namun kali ini polisi tidak berhasil menemukan dia. Seluruh informasi tentang bagaimana Pastor Yakobus Zhou masuk ke Korea akhirnya diketahui, dan Paulus Yun dan Sabas Ji yang menemaninya saat itu, ditangkap.
Matias Choe dan para sahabatnya kemudian dihukum berat di Pusat Kepolisian. Penganiaya bingung dengan jawaban mereka yang tulus, kesabaran mereka dan tekad mereka yang kuat. Walaupun mereka dalam penyiksaan berulang, mereka tidak memberitahukan keberadaan Pastor Yakobus Zhou. Namun sebaliknya, walaupun mereka disiksa, wajah mereka mencerminkan bahwa hati mereka dipenuhi kebahagiaan surgawi.
Penganiaya menyadari bahwa mereka tidak akan mengkhianati Pastor Yakobus Zhou, memukuli mereka sampai mati. Matias Choe dan para sahabatnya dibunuh dengan cambukan tanpa ampun. Saat itu tanggal 28 Juni 1795 (12 Mei, pada penanggalan Lunar) dan Matias Choe berusia 30 tahun. Jenazah mereka dibuang ke Sungai Han.
Uskup A. Gouvea mendengar kisah kemartiran mereka melalui seorang utusan rahasia yang menuliskan tentang keberanian Matias Choe dan sahabatnya ketika kemartiran mereka:
“Penganiaya bertanya, ‘Apakah kalian menyembah Yesus yang wafat di kayu salib?’ mereka menjawab dengan berani, ‘Ya.’ Ketika mereka diminta untuk meninggalkan iman mereka dalam Kristus, mereka menyatakan, ‘Kami siap mati ribuan kali daripada harus meninggalkan iman kepada Penyelamat Sejati kami, Yesus Kristus’. Matias Choe adalah salah satu katekis yang dipilih oleh Petrus Yi Seung-hun untuk mewartakan iman Katolik. Dia adalah seorang Katolik terkemuka, yang berkomitmen untuk menyebarkan kemuliaan Tuhan dengan iman, semangat dan pengabdian”[1]