Matiné Gusti Allah
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Matiné Gusti Allah (aksara Jawa: ꦩꦠꦶꦤꦺꦓꦸꦱ꧀ꦠꦶꦄꦭ꧀ꦭꦃ; bahasa Indonesia: Matinya Tuhan) adalah lakon sandiwara ludruk yang banyak dipentaskan oleh kelompok seni terafiliasi Lekra di daerah Jawa Timur pada tahun 1960-an. Pementasan ini memicu kontroversi dan dianggap menistakan agama Islam. Pementasan ini dianggap menjadi salah satu faktor yang menyebabkan memanasnya hubungan antara kelompok PKI dan kelompok Islam.[1][2]
Cerita
[sunting | sunting sumber]Cerita dalam lakon Matiné Gusti Allah sebenarnya sederhana. Lakon ini bercerita tentang keadaan masyarakat yang serba kesusahan karena ekonomi sulit. Kidung dan parikan yang dibawakan dalam pementasan ini berisikan kekecewaan dan kegetiran hidup pada kala itu.[1]
Pembahasan ulang
[sunting | sunting sumber]- Matine Gusti Allah: Riwayat Palu Arit Sedunia Menajiskan Tuhan dan Agama adalah judul buku karangan Taufiq Ismail yang diterbitkan Penerbit Republika.[3]
- Dalam puisi "Catatan Tahun 1965", Taufiq Ismail menyebutkan "... Matinya Gusti Allah dipentaskan ..." yang merujuk pada pementasan yang dilakukan kelompok terafiliasi PKI.[4]
Pementasan sejenis
[sunting | sunting sumber]Sepanjang 1965, banyak kelompok ludruk dan ketoprak di Jawa Timur dan Jawa Tengah mementaskan lakon yang provokatif. Beberapa lakon pementasan lainnya oleh kelompok terafiliasi PKI yang dianggap menistakan agama Islam antara lain, Gusti Allah Ngunduh Mantu (Tuhan Mengambil Menantu) oleh kelompok ludruk Arum Dalu di Jombang, Kawiné Malaikat Jibril (Kawinnya Malaikat Jibril), Gusti Allah Dadi Mantèn (Tuhan Jadi Manten) oleh kelompok ketoprak dan wayang orang Ngesti Wargo di Bojonegoro, dan Malaikat Kimpoi (Malaikat Bersetubuh).[1] Selain agama Islam, agama Katolik juga sempat menjadi sasaran, salah satu pementasan yang memperolok agama Katolik adalah lakon Paus Rabi (Paus Menikah).[5] Meskipun demikian, salah satu sejarawan berpendapat bahwa judul lakon tidak berhubungan dengan cerita yang dibawakan, melainkan hanya sekadar penyita perhatian masyarakat.[4]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]- Lembaga Kebudayaan Rakyat
- Badan Koordinasi Ketoprak Indonesia
- Tuhan sudah mati, ungkapan Friedrich Nietzsche yang banyak dikutip
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Administrator (2013-09-30). "Gusti Allah pun Ngunduh Mantu". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-06-18.
- ^ Riyanto, Bedjo. SIASAT MENGEMAS NIKMAT: Ambiguitas Gaya Hidup dalam Iklan Rokok Di Masa Hindia Belanda sampai Pasca Orde Baru 1925-2000. Dwi - Quantum. ISBN 978-602-5607-61-5.
- ^ "Matine Gusti Allah". www.goodreads.com. Diakses tanggal 2020-06-18.
- ^ a b https://www.kajanglako.com. "Prof. Soedarsono dan Lakon "Matine Gusti Allah"". Kajanglako. Diakses tanggal 2020-06-18.
- ^ Said, Salim (2018-12-20). Gestapu 65 (dalam bahasa Inggris). Mizan Publishing. ISBN 978-602-441-086-5.