Lompat ke isi

Meukrueng-krueng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Permainan meukrueng-krueng merupakan salah satu permainan beregu yang memerlukan ketangkasan dan kekuatan setiap anggotanya. Permainan ini berasal dari Aceh. Ketrampilan yang yang dibutuhkan dalam permainan ini antara lain menabrak, membanting, menangkap, dan menyeret. Permainan ini biasanya dimainkan pada pagi, sore, atau malam hari, tidak dilakukan pada siang hari. Hanya dimainkan oleh laki-laki dewasa. Tidak seperti permainan yang lain, permainan ini tidak memerlukan alat ataupun iringan musik. Untuk memainkannya membutuhkan tempat dengan ukuran 4-8 meter dan panjang 10-12 meter. Daerah panjang dibagi menjadi tiga yaitu daerah A dan B yang dipisahkan daerah bebas. Biasanya daerah bebas lebih panjang daripada daerah A dan B.

Cara Bermain

[sunting | sunting sumber]

Cara permainan: Setiap regu menunjuk pimpinan. Pimpinan mengatur siapa penyerang pertama dan pembantu-pembantunya. Pertama salah satu pemain A masuk daerah bebas. Pemain B berusaha menangkap. Jika pemain A merasa lebih kuat, dia dapat melayani pemain B tadi dan menyeretnya ke daerah A. Tapi jika pemain A tadi takut, lebih baik dia mundur dan diganti pemain A yang lebih kuat. Setiap regu harus mencari kelengahan lawannya.

BIla satu orang B tertangkap, maka pemain A harus segera menyeretnya ke daerah A. Jika terjadi demikian, maka masing-masing temannya berusaha membantu. Jika sudah demikian, biasanya terjadi pergumulan satu lawan satu sehingga terjadi saling dorong ataupun saling tarik-menarik. Secara umum tujuan permainan ini adalah menyeret musuh sebanyak-banyaknya ke daerahnya. Pemain yang berhasil diseret ke daerah lawan dinyatakan gugur dan tidak boleh melanjutkan permainan sampai ronde berakhir. Pemain yang tertangkap dan tidak segera dibantu temannya, dia akan ditangkap dan digotong masuk ke daerah musuh. Regu yang menang adalah regu yang berhasil menyandera musuh lebih banyak.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hamzuri, Hamzuri (1998). Permainan Tradisionl Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman. hlm. 22–23.