Muhammad Seman
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Sultan Muhammad Seman | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Sultan Banjar Pagustian Banjar | |||||||||
SULTAN BANJAR XVII | |||||||||
Berkuasa | 1875-1905 | ||||||||
Penobatan | 1875 | ||||||||
Pendahulu | Pangeran Antasari | ||||||||
Penerus | Pangeran Khairul Saleh bin Gusti Jumri bin Pangeran Umar bin Pangeran Haji Abu Bakar bin Pangeran Singasari bin Sultan Sulaiman dari Banjar | ||||||||
Panembahan Muhammad Seman | |||||||||
Berkuasa | 1862-1875 | ||||||||
Penobatan | 14 maret 1862 | ||||||||
Kelahiran | Gusti Mat Sěman 1836 [1] Martapura, Kesultanan Banjar | ||||||||
Kematian | 24 Januari 1905 Benteng Baras Kuning, Dusun Kalang Barah Desa Datah Kotou, Tanah Dayak Siang, Distrik Dusun Ulu, Siang dan Murung, Karesidenan Borneo Selatan dan Timur, Hindia Belanda | ||||||||
Pemakaman | |||||||||
Pasangan | 1. ♀ Nyai Banun 2. ♀ Nyai Salmah | ||||||||
Keturunan | Pernikahan dengan Nyai Banun :
Pernikahan dengan Nyai Salmah :
Pernikahan dengan Nyai Karsah :
Pernikahan dengan Nyai Koepan :
| ||||||||
| |||||||||
Wangsa | Dinasti Pagustian | ||||||||
Ayah | Pangeran Antasari | ||||||||
Ibu | Nyai Fatimah binti Ngabehi Lada bin Ngabehi Tuha | ||||||||
Agama | Islam Sunni |
Gusti Mat Sěman bergelar Pangeran Muhammad Seman atau Sultan Muhammad Seman (bin almarhum Pangeran Antasari) adalah Sultan Banjar (Raja Kerajaan Kastapura) dalam pemerintahan antara tahun 1862—1905.[3] Surat nasihat tanggal 11 Oktober 1903 dari Snouck Hurgronje kepada Gubernur Jenderal Willem Rooseboom menyebut bahwa Sultan Muhammad Seman dinobatkan sebagai Calon Raja.[4][5][6][7][8][9]
Pada 3 Maret 1862 Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke pulau Jawa, maka sebelas hari setelah itu pada tanggal 14 Maret 1862, Pangeran Antasari yang sudah hijrah menuju perhuluan Sungai Barito, dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar, dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, di hadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati atau Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[10]Tujuh bulan setelah penobatannya, Pangeran Antasari wafat pada tanggal 11 Oktober 1862, karena sakit cacar air.
Kurang lebih sebulan setelah wafatnya Pangeran Antasari, pada tanggal 8 November 1862, Sultan Muhammad Seman membentuk kerajaan dengan ibu kota Muara Teweh. Belanda juga pernah menjadikan Muara Teweh sebagai benteng pertahanan. Bekas bangunannya masih bisa terlihat hingga sekarang ini, yakni di markas Polres Batara, eks Kantor Satpol PP dan Lapas Muara Teweh.[11](versi lain 1875-1905). Nama lahirnya Gusti Matseman. Dilahirkan pada tahun 1836 [12].
Ia adalah putra dari Pangeran Antasari yang disebut Pagustian (Kesultanan Banjar yang Baru) sebagai penerus Kesultanan Banjar yang telah dihapuskan Belanda. Di zaman Sultan Muhammad Seman, pemerintahan Banjar berada di Muara Teweh, di hulu sungai Barito. Sultan Muhammad Seman merupakan anak dari Pangeran Antasari dengan Nyai Fatimah. Nyai Fatimah adalah saudara perempuan dari Tumenggung Surapati, panglima Dayak (Siang) dalam Perang Barito. Sultan Muhammad Seman merupakan Sultan Banjar yang berdarah Dayak dari pihak ibunya.
Gusti Matseman pada akhir bulan Agustus 1883 melakukan operasi di daerah Dusun Hulu. Ia dengan pasukannya kemudian bergerak ke Telok Mayang dan berkali-kali mengadakan serangan terhadap pos Belanda di Muara Teweh. Sementara itu, Pangeran Perbatasari, keponakan dan menantu Gusti Matseman, mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Pahu, daerah Kutai. Kekalahan yang dideritanya menyebabkan ia tertangkap pada tahun 1885.[13] Pada tahun 1888, Sultan Muhammad Seman mendirikan sebuah masjid di Baras Kuning yang sedianya akan menjadi tempat gerakan Beratib Beramal (beratib = melakukan ratib/zikir).[14] Sultan Muhammad Seman meneruskan perjuangan mengusir penjajah Belanda dari tanah Banjar. Sultan beserta pejuang lainnya seperti Tumenggung Surapati, Panglima Batur, Panglima Bukhari, dan beberapa pejuang lainnya terus menggempur pertahanan Belanda di daerah Muara Teweh, Buntok, Tanjung, Balangan, Amuntai, Kandangan, dan di sepanjang sungai Barito. Pada pertempuran di Benteng Baras Kuning, Sultan Muhammad Seman gugur sebagai syuhada (gugur dalam keadaan syahid), setelah mempertahankan benteng dari serbuan Belanda. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 24 Januari 1905.[butuh rujukan] Demikian pula perlawanan Tumenggung Gamar di Lok Tunggul tidak berhasil sehingga ia dengan pasukannya terpaksa mengundurkan diri ke Tanah Bambu. Di tempat ini pertempuran terjadi lagi.[butuh rujukan]
Tumenggung Gamar gugur dalam salah satu pertempuran tahun 1886. Gusti Matseman masih terus mengadakan perlawanan di daerah Khayalan Hulu.
Gusti Matseman berusaha untuk mendirikan benteng di daerah hilir Sungai Taweh. Usaha ini membuat Belanda kemudian memperkuat posnya di Khayalan dengan menambah pasukan baru, dan mendirikan lagi pos darurat di Tuyun. Dalam bulan Desember 1886, pasukan Gusti Matseman berusaha memutuskan hubungan antara kedua pos Belanda tersebut. Sementara itu, benteng pejuang di Taweh makin diperkuat dengan datangnya pasukan bantuan dan tambahan makanan yang diangkut melalui hutan. Namun di lain pihak, pos Matseman ini terancam bahaya. Di sebelah utara dan selatan benteng muncul kubu-kubu baru Belanda yang berusaha menghalang-halangi masuknya bahan makanan ke dalam benteng. Keadaan di sekitar benteng Matseman semakin kritis. Pada suatu ketika benteng diserang pasukan Belanda. Dalam pertempuran itu, pasukan Gusti Matseman terdesak sehingga terpaksa meloloskan diri dan benteng jatuh ke tangan Belanda yang kemudian dibakar. Gusti Matseman masih terus melakukan perlawanan walaupun teman-teman seperjuangannya, yaitu Gusti Acil, Gusti Arsat, dan Antung Durrakhman menyerah pada pemerintah Belanda. Perlawanannya baru berhenti setelah ia gugur tahun 1905.[15][16]
Sultan Muhammad Seman menjalin kekerabatan yang dekat dengan Suku Dayak Murung. Ini karena ibu dia, Nyai Fatimah, berasal dari suku Dayak Murung, yang tidak lain adalah saudara dari Tumenggung Surapati. Muhammad Seman juga mengawini dua puteri Dayak dari Suku Dayak Ot Danum. Puteranya, Gusti Berakit, ketika tahun 1906 juga mengawini putri kepala suku Dayak yang tinggal di tepi sungai Tabalong. Sebagai wujud toleransi yang tinggi, ketika mertuanya meninggal, Sultan Muhammad Seman memprakarsai diselenggarakannya upacara Tiwah, yaitu upacara kematian secara agama Kaharingan, agama asli Suku Dayak.
Kematian
[sunting | sunting sumber]Dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman, maka pejuang-pejuang dalam Perang Banjar semakin berkurang dan melemah. Sehingga sejarah mencatat bahwa Perang Banjar berakhir ketika gugurnya Sultan Muhammad Seman. Sepeninggal Sultan Muhammad Seman, perjuangannya dilanjutkan oleh putri dan menantu dia, yaitu Ratu Zaleha dan Gusti Muhammad Arsyad, beserta sisa-sisa pasukan yang masih setia dengan perjuangan rakyat Banjar.[butuh rujukan]
Makam Sultan Muhammad Seman berada di sebuah perbukitan yang dinamakan Gunung Sultan di tengah kota Puruk Cahu ibu kota Kabupaten Murung Raya, provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia.
Pangeran Muhammad Seman merupakan anak Pangeran Antasari. Pangeran Antasari dan anak-anaknya termasuk dalam kelompok orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:[17]
- Antasari dengan anak-anaknya
- Demang Lehman
- Amin Oellah
- Soero Patty dengan anak-anaknya
- Kiai Djaya Lalana
- Goseti Kassan dengan anak-anaknya
Leluhur Sultan Muhammad Seman
[sunting | sunting sumber]Bagan Silsilah
♂ Pangeran Amir | |||||||||||||||
♂ Pangeran Mas'ud | |||||||||||||||
♀ Ratu Amir | |||||||||||||||
♂ Pangeran Antasari | |||||||||||||||
♂ Sulthan Sulaiman | |||||||||||||||
♀ Ratu Mas'ud (Gusti Khadijah) Ratu Mas Teruda | |||||||||||||||
♀ Nyai Siti Gading | |||||||||||||||
Sultan Muhammad Seman | |||||||||||||||
♂ Ngabehi Tuha bin Patih Darta Suta | |||||||||||||||
♂ Ngabehi Lada | |||||||||||||||
♀ Nyai Tuha | |||||||||||||||
♀ Nyai Fatimah | |||||||||||||||
♀ Nyai Lada | |||||||||||||||
Hubungan Silsilah dengan Kesultananan Banjar
[sunting | sunting sumber]Zuriyat dan Keturunan
|
---|
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde, Volume 9
- ^ https://haruai-wirang.blogspot.com/2016/12/riwayat-singkat-latar-belakang-dan_24.html
- ^ "Regnal Chronologies Southeast Asia: the Islands". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2009-12-22.
- ^ E. Gobée dan C. Andriaanse (1995). Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda, 1889-1936 (Bab 7. Pemerintah Sultan Banjarmasin, Surat tanggal 11 Oktober 1903, halaman 2293) (PDF). Diterjemahkan oleh Sukarsi. Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS). hlm. 2293.
- ^ Doel, Wim Van Den (13 Mei 2023). SNOUCK: Biografi Ilmuwan Christiaan Snouck Hurgronje. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 249. ISBN 6233212189. ISBN 9786233212182
- ^ Sjamsuddin, Helius (2001). Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906. Balai Pustaka. hlm. 502. ISBN 979666626X. ISBN 9789796666263
- ^ Surosarojo, Subardjo (1980). Kalimantan Selatan (Indonesia). Gubernur, ed. Memori pelaksanaan tugas Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, Subardjo dari tahun 1970 s/d 1980. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan. hlm. 292.
- ^ Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, ed. (1984). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. hlm. 229.
- ^ Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, ed. (1975). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. hlm. 118.
- ^ https://kaltengonline.com/2023/04/11/44-tahun-berjuang-gugur-terhormat-di-medan-perang/
- ^ https://kaltengonline.com/2023/04/11/44-tahun-berjuang-gugur-terhormat-di-medan-perang/
- ^ Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde, Volume 9
- ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19. PT Balai Pustaka. hlm. 282. ISBN 9794074101. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-22. Diakses tanggal 2014-05-22.ISBN 9789794074107
- ^ (Inggris) Merle Calvin Ricklefs, Islam in the Indonesian social context, Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, 1991, ISBN 0-7326-0252-1, 9780732602529
- ^ (Indonesia) Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu.
- ^ MacKinnon, Kathy (1996). The ecology of Kalimantan (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 9780945971733. ISBN 0-945971-73-7
- ^ (Belanda) de Heere, G. A. N. Scheltema (1863). Staatsblad van Nederlandisch Indië. Ter Drukkerij van A. D. Schinkel. hlm. 118.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- http://en.rodovid.org/wk/Person:157412 Silsilah Sultan Muhammad Seman
- http://kalteng.tribunnews.com/2011/11/02/penonton-drama-kalang-barah-tegang
- http://baritobasin.wordpress.com/2008/01/14/gusti-muhammad-seman-pahlawan-daerah-yang-terlupakan/
- http://www.disbudpar.baritoselatankab.go.id/tag/resensi-buku-gigir-gampar-barito-raya-amuk-1860-1905/ Diarsipkan 2014-05-17 di Wayback Machine.
- http://460033.blogspot.com/2009/03/gusti-buasan.html
- Video di YouTube SEJARAH SULTAN MUHAMMAD SEMAN ( 1862 -1905 )
Didahului oleh: Pangeran Antasari |
Sultan Banjar 1862-1905 |
Diteruskan oleh: Pangeran Khairul Saleh |