Napoleon Bonaparte (polisi)
Napoleon Bonaparte | |
---|---|
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri | |
Masa jabatan 3 Februari 2020 – 17 Juli 2020 | |
Kapolri | Idham Azis |
Informasi pribadi | |
Lahir | 26 November 1965 Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Anak |
|
Orang tua |
|
Almamater | Akademi Kepolisian (1988) |
Nama lain | Napo Batara |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | Kepolisian Negara Republik Indonesia |
Masa dinas | 1988—2023 |
Pangkat | Inspektur Jenderal Polisi |
NRP | 65110480 |
Satuan | Reserse |
Sunting kotak info • L • B |
Irjen. Pol. (Purn.)[1] Drs. H. Napoleon Bonaparte, M.Si. (lahir 26 November 1965) atau lebih dikenal dengan nama Batara, adalah seorang purnawirawan Polri yang jabatan terakhirnya adalah Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri.
Bonaparte, merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988 dan berpengalaman dalam bidang reserse. Selain itu juga beliau merupakan putra daerah Sumatera Selatan yang berasal dari Batu Panceh, Tebing Tinggi, Empat Lawang.
Riwayat Jabatan
[sunting | sunting sumber]Berikut adalah riwayat jabatan Napoleon Bonaparte di Kepolisian:[2][3]
- Kapolres Ogan Komering Ulu Polda Sumsel (2006)
- Wadirreskrim Polda Sumsel (2008)
- Dirreskrim Polda DIY (2009)
- Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri[4] (2011)
- Kabagbinlat Korwas PPNS Bareskrim Polri (2012)
- Kabag Bindik Dit Akademik Akpol (2015)
- Kabag Konvinter Set NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri (2016)
- Ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri (2017)
- Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri (2020)
- Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri (2020)
Kasus
[sunting | sunting sumber]Kasus Djoko Tjandra
[sunting | sunting sumber]Saat ini, Napoleon Bonaparte merupakan tahanan kasus suap dari seorang terpidana korupsi Djoko Tjandra. Napoleon Bonaparte terlibat dalam skandal pelarian buron kasus Bank Bali, Djoko Tjandra yang bisa keluar masuk Indonesia. Sementara itu, Djoko Tjandra telah menjadi buronan sejak tahun 2009. Sebagai pejabat kepala Divisi Hubungan International Polri, Bonaparte memiliki peran dalam menghilangkan nama Djoko Tjandra dari red notice—sebuah pemberitahuan yang digunakan oleh Interpol untuk mengidentifikasi seorang buronan internasional—, atau DPO.[2] Napoleon terbukti menerima suap sebanyak $350.000 Amerika Serikat (RP 5,137 miliar) dan $200.000 Singapura (Rp 2,1 miliar).[5]
Kasus ini pertama kali mencuat, ketika Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan bahwa ada aparat yang terlibat dalam mengeluarkan surat jalan Djoko Tjandra. Keterlibatan Bonaparte dalam hilangnya nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol, dibenarkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono. Dan tindakan tersebut merupakan pelanggaran kode etik.[2]
Kronologi
[sunting | sunting sumber]Dalam persidangan Bonaparte, Jaksa menyatakan bahwa Tjandra mengenal Bonaparte melalui teman-temannya, yakni Tommy Sumardi dan Prasetijo Utomo. Tommy Sumardi adalah seorang pengusaha kerabat dekat Djoko Tjandra,[6] dan Prasetijo Utomo seorang jendral polisi yang sedang menjabat sebagai kepala Badan Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri, sementara Napoleon Bonaparte menjabat sebagai kepala Divisi Hubungan Internasional Polri. Sumardi kemudian bertemu dengan Bonaparte pada 16 April 2020 di Trans-National Crime Center sambil membawa kantong kertas berwarna merah marun. Keesokan harinya, Sumardi pergi lagi ke tempat yang sama, dan kali ini dia ditemani oleh Prasetijo Utomo.[7]
Bonaparte menerima uang $200,000 Singapura pada 28 April 2020, kemudian $100,000 pada 29 April 2020, dan $150,000 pada 4 Mei 2020. Pada tanggal 4 Mei 2020, Bonaparte menginstruksikan kepada salah satu bawahannya yakni Tommy Aria Dwianto, untuk membuat surat atas nama Divisi Hubungan Internasional dengan judul "Pembaruan Data Pemberitahuan Interpol" kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keesokan harinya, dia membuat surat serupa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kali ini menginformasikan kementerian bahwa data telah dihapus. Bonaparte menerima lagi uang setelah mengirim surat kedua.[8]
Vonis
[sunting | sunting sumber]Napoleon Bonaparte sudah divonis empat tahun penjara dengan denda Rp 100.000.000 dan subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 10 Maret 2021 Nomor 46/PID.SUS-TPK/2020/PM.JKT.PST, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada putusan banding yang diajukan oleh Napoleon, dan banding ditolak.[9]
Penganiayaan Muhammad Kace
[sunting | sunting sumber]Pada 18 September 2021, Bonaparte diberitakan terlibat dan melakukan penganiayaan terhadap Muhammad Kace, seorang tersangka kasus penistaan agama yang sama-sama ditahan di rutan Bareskrim Polri. Direktur Tindak Pidana Umum, Brigadir Jenderal Andi Rian, menyatakan bahwa kasus tersebut telah diselidiki dan memeriksa para saksi atas peristiwa itu, dan akan menetakan tersangka kepada pelaku penganiayaan.[10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Napoleon Bonaparte Masih Anggota Polri Aktif, Berpangkat Jenderal Bintang Dua". Kompas.com. 2021-09-20. Diakses tanggal 2021-09-20.
- ^ a b c "Profil Napoleon Bonaparte Gegara Djoko Tjandra". www.tagar.id. Diakses tanggal 20 September 2021.
- ^ Bayu Bramasta, Dandy (15 October 2020). "Ditahan akibat Kasus Djoko Tjandra, Ini Profil Irjen Napoleon Bonaparte". Kompas. Diakses tanggal 20 September 2021.
- ^ "Mutasi Pamen Polri April 2011 - Bagian II". Diakses tanggal 2021-11-13.
- ^ "Irjen Napoleon Tetap Divonis 4 Tahun Penjara". www.antaranews.com. 29 Juli 2021. Diakses tanggal 20 September 2021.
- ^ Tri Mulyono (ed.). "Siapakah Tommy Sumardi, Orang Dekat Djoko Tjandra yang Sogok Jendral Polisi". surabaya.tribunnews.com. Diakses tanggal 21 September 2021.
- ^ TRN (2 November 2020). "Two police generals indicted for accepting bribes of Rp 8.3b from Djoko Tjandra". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 September 2021.
- ^ "Jaksa sebut eks pejabat polisi 'minta jatah dan membagi uang suap' dari Djoko Tjandra". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 20 September 2021.
- ^ Guritno, Tatang. Bayu Galih, ed. "Napoleon Bonaparte Tetap Divonis 4 Tahun Penjara dalam Putusan Banding". nasional.kompas.com. Diakses tanggal 20 September 2021.
- ^ "Diduga Aniaya Muhammad Kace, Irjen Napoleon Bonaparte Segera Diperiksa". nasional.tempo.co. Diakses tanggal 20 September 2021.[pranala nonaktif permanen]