Nuh bin Muhammad Al-Habsyi
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 1788 |
Kematian | 27 Juli 1866 (77/78 tahun) Telok Blangah (en) |
Tempat pemakaman | Masjid Haji Muhammad Salleh & Makam Habib Nuh Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! |
Data pribadi | |
Agama | Islam |
Al-Habib Nuh bin Mohamad Al-Habsyi [1] (Arab: حبيب نوح بن محمد الحبشي; Lahir pada tahun 1788 – Meninggal pada 27 Juli 1866) adalah seorang ulama Singapura keturunan Arab dan diyakini orang sebagian orang sebagai salah seorang wali.[2] Dulunya, Habib Nuh dibesarkan di Penang dan menghabiskan beberapa waktu di Kedah, sebelum menetap di Singapura setelah negara tersebut menjadi pemukiman Inggris.
Kehidupan pribadi
[sunting | sunting sumber]Keluarga Habib Noh diyakini merupakan salah satu keturunan dari Nabi Muhammad dan tinggal di wilayah Hadhramaut yang sekarang menjadi wilayah Yaman. [3] Menurut tradisi, Habib Noh lahir pada tahun 1788 di sebuah kapal dalam perjalanan menuju Penang, tempat ia dibesarkan. [4] Ayahnya bekerja untuk pemerintah kolonial Inggris di Penang. [5] Keluarga tersebut juga tinggal di Kedah untuk waktu yang singkat. [2]
Sekitar tahun 1819, atas undangan Syekh Salim bin Abdullah Sumayr, [5] dan tak lama setelah Singapura ditetapkan sebagai pemukiman Inggris, Habib Noh pindah ke Tanjong Pagar . [2] Habib Nuh tetap tinggal di Singapura sampai akhir hayatnya, [4] meskipun ia jarang bepergian keluar dari rumahnya dan Masjid Sultan yang terletak di Arab Street. [6] Ia juga berkhalwat di Bukit Palmer dan dilaporkan menikmati menonton pertunjukan opera Tiongkok di kuil Buddha di dekatnya. [5]
Kematian dan warisan
[sunting | sunting sumber]Habib Noh meninggal pada tanggal 27 Juli 1866 di Telok Blangah, pada usia 78 tahun. Pemakamannya dilaporkan dihadiri oleh "ribuan peziarah". [2] Ada riwayat yang mengatakan bahwa sewaktu dia akan dimakamkan di pemakaman Muslim lainnya, peti jenazahnya tidak dapat dipindahkan sampai ada seseorang teringat keinginannya untuk dimakamkan di puncak Bukit Palmer.[1] Bahkan, ada riwayat yang mengatakan bahwa ada orang yang mengaku memiliki tanah Bukit Palmer, tempat Habib Nuh akan dimakamkan, meninggal tiga hari setelah menjual sebidang tanah tersebut.[1]
Pada tahun 1890, Sayyid Muhamad bin Ahmad Assegaf, seorang filantropis Arab, mendirikan sebuah bangunan makam [1][7] dan beberapa tahun setelahnya, dibangunlah masjid di dekatnya dengan nama "Masjid Haji Muhammad Salleh (diambil dari nama Haji Muhammad Saleh, pedagang dari Batavia yang merupakan sahabat dari Habib Nuh).
Menurut Torsten Tschacher, Habib Nuh adalah salah satu orang yang dihormati orang yang paling populer di Singapura kontemporer.[4] Sebuah studi tahun 2021 mencatat bahwa makamnya sampai saat ini masih sering dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai latar belakang suku dan agama. [5] Ketika Jepang menyerang Singapura pada Perang Dunia II, makam Habib Nuh tidak tersentuh oleh bom atau peluru yang jatuh di sekitar pelabuhan. [8] Bahkan, ada riwayat yang mengatakan bahwa saat ada upaya untuk membangun kembali tempat peristirahatannya, buldoser yang digunakan ada yang meledak dan diyakini telah dilakukan oleh ruh Habib Nuh sendiri.[9] Pada tahun 2022, seorang pelajar remaja ditangkap karena, antara lain, berencana meledakkan makam Habib Nuh karena dianggap "tidak Islami". [10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Sitasi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Perera 2011, hlm. 29.
- ^ a b c d Widodo 2005, hlm. 6.
- ^ Ipgrave, Marshall & Williams 2011, hlm. 33.
- ^ a b c Tschacher 2017, hlm. 176.
- ^ a b c d Fauzi & Abdullah 2021, hlm. 64.
- ^ Sunday Tribune 1950, hlm. 5.
- ^ The Straits Times 1986, hlm. 14.
- ^ Arjana 2021, hlm. 204.
- ^ Sevea 2022, hlm. 89.
- ^ Iau 2023.
Karya yang dikutip
[sunting | sunting sumber]Buku dan jurnal
[sunting | sunting sumber]- Arjana, Sophia Rose (2021). "Muslim pilgrimage in Southeast Asia: Saints among the rice fields". Routledge Handbook on Islam in Asia (edisi ke-1). Routledge. hlm. 196–208. ISBN 9780429275364.
- Fauzi, Ahmad Abdul Hamid; Abdullah, Hassan Mydin (2021). "Islamic Da'wah in the Malay Peninsula: Contributions of the Sayyids of Early Times". Teosofi. 11 (1): 46–70. doi:10.15642/teosofi.2021.11.1.46-70 .
- Ipgrave, Michael; Marshall, David; Williams, Rowan (2011). Humanity: Texts and Contexts: Christian and Muslim Perspectives. Georgetown University Press. ISBN 9781589017597 – via Google Books.
- Perera, Audrey (2011). Singapore at Random. Editions Didier Millet. ISBN 9789814260374.
- Sevea, Teren (2022). "Sufism, Miracles and Oceanic Fatwas: The Beloved of North Jakarta". Journal of Sufi Studies. 11: 74–114. doi:10.1163/22105956-bja10019 .
- Tschacher, Torsten (2017). Race, Religion, and the 'Indian Muslim' Predicament in Singapore. Taylor & Francis. ISBN 9781315303376 – via Google Books.
- Widodo, Johannes (2005). "Preserving the Memory of Place: Case for Support for Palmer Road Area Conservation in Singapore". Journal of Asian Studies (29): 1–9.
Koran
[sunting | sunting sumber]- Iau, Jean (1 February 2023). "Teen detained under ISA planned to declare caliphate on Coney Island, bomb army camp, stab people". The Straits Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 February 2023. Diakses tanggal 18 February 2023.
- "$1m facelift for mosque, shrine". The Straits Times. 15 December 1986. hlm. 14.
- "Habib Noh's Tomb refused to be lifted". Sunday Tribune. 15 January 1950. hlm. 5.