Lompat ke isi

Osteitis fibrosa sistika

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Osteitis fibrosa sistika
X-ray of a pair of human tibia, which run from the top right and left corner of the image into the bottom center, where they almost converge. Small gray blemishes, identified as brown tumors, can be seen at the top and halfway down the right tibia and about three-quarters down the length of the left tibia.
Foto hasil rontgen seorang pasien dengan diagnosis Osteitis fibrosa sistica yang terjadi pada bagian tulang kering (tibia) yang ditunjukan oleh simbol anak panah.
Informasi umum
SpesialisasiEndokrinologi Sunting ini di Wikidata

Osteitis fibrosa sistika (/ˌɒstiˈtɪs fˈbrsə ˈsɪstɪkə/ os-TEE-ay-TIS-_-FY-broh) adalah sebuah kondisi ketika jumlah kandungan hormon paratiroid terlalu banyak di dalam tubuh (hiperparatiroidisme) sehingga menyebabkan patah tulang dan mengakibatkan tulang menjadi lunak.[1][2] Hormon paratiroid, atauh PTH, merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid yang terletak di leher dan membantu mengontrol penggunaan dan penghapusan kalsium oleh tubuh.[2] Fungsi dari hormon paratiroid adalah untuk membantu mengontrol kalsium, fosfor, dan kadar vitamin D dalam darah dan tulang.[2] Kondisi ketika kandungan hormon paratiroid terlalu banyak di dalam tubuh disebut hiperparatiroid.[1][2] Bentuk perubahan terparah dari hiperparatiroid disebut dengan Osteitis fibrosa sistika.[1][2] Perubahan ini disebabkan oleh jaringan ikat fibrosa.[1] Jika dilakukan pemeriksaan radiologi, maka bagian putih (radioopak) pada hasil rontgen dari bagian jaringan ikat fibrosa ini akan terlihat sebagai kista.[1] Gambaran seperti kista ini merupakan tanda utama jika yang terkena adalah pada bagian rahang atas dan rahang bawah (maksila dan mandibula).[1] Jika yang terkana adalah bagian tulang panjang maka akan terjadi patah tulang (fraktur).[1] Jika perubahan tersebut terjadi pada bagian tulang belakang maka akan mengakibatkan kolaps atau hancur.[1]

Gejala yang ditimbulkan dari penderita Osteitis fibrosa sistika diantaranya adalah munculnya benjolan di bagian tangan, kaki, tulang belakang, atau masalah tulang lainnya.[2] Osteitis fibrosa sistika juga dapat menyebabkan nyeri tulang atau tulang lunak, batu ginjal, mual, sembelit, kelelahan, dan kelemahan.[2]

Diagnosis

[sunting | sunting sumber]

Jika terdapat gejala ketidakseimbangan mineral dalam tubuh, dokter akan melakukan tes darah dan pengukuran tulang untuk mendeteksi Osteitis fibrosa sistika.[2][3] Deteksi tersebut juga meliputi pemerikasaan kadar kalsium, fosfor, hormon paratiroid, alkali fosfatase, bahan kimia tulang dan penanda kesehatan tulang.[3] Pemeriksaan radiologi dapat memperlihatkan jika terjadi fraktur atau patah tulang dan area penipisan tulang.[3] Hasil rontgen juga dapat menunjukan jika terdapat posisi tulang bungkuk dan perubahan bentuk tulang.[3] Pasien yang memiliki diagnosis Hiperparatiroidisme, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena Osteoporosis.[3] Terutama untuk wanita pada masa menjelang menopause.[3] Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan kadar hormon estrogen dalam tubuh.[3]

Pengobatan

[sunting | sunting sumber]

Pegobatan untuk pasien dengan diagnosis Osteitis fibrosa sistika dapat ditempuh dengan beberapa cara.[2] Pertama, sebagian besar pasien dengan diagnosis Osteitis fibrosa sistika dapat disembuhkan melalui jalan operasi.[2] Perawatan lainnya dapat dilakukan dengan melakukan pembedahan untuk membuang kelenjar paratiroid abnormal.[2] Selain itu, jika operasi tidak memungkinkan, mengonsumsi obat-obatan untuk menurunkan kadar kalsium dalam tubuh juga dapat dilakukan sebagai upaya penyembuhan.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h Sudiono, drg. Janti (2007). Gangguang Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 49–50. ISBN 978-979-448-969-7. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l Medlineplus dan UMM. (23 November 2009). "Osteitis Fibrosa". Detik Health. Diakses tanggal 15 Februari 2020. 
  3. ^ a b c d e f g (Inggris) "Osteitis Fibrosa Cystica". Healthline. Diakses tanggal 16 Februari 2020. 
Klasifikasi
Sumber luar