Padangan, Bojonegoro
Padangan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Bojonegoro | ||||
Kode Kemendagri | 35.22.19 | ||||
Kode BPS | 3522230 | ||||
Luas | 42 km²[1][2] | ||||
Desa/kelurahan | 14 Desa 2 Kelurahan | ||||
|
Padangan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.[3] Padangan merupakan kota tua terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, tepatnya berada di wilayah Jawa Timur paling barat. Padangan dikenal sebagai Kota Kuno yang menjadi pusat dakwah Islam sejak abad 14 M. Dalam sejumlah literatur, Padangan disebut sebagai FiddariNur (Kota Cahaya) dan BiladiNur (Negeri Cahaya).
Hingga abad 19 M, Padangan dikenal dengan nama Jipang Padangan, pusat dakwah islam wilayah Jipang (nama kuno Bojonegoro). Sejak abad 14 M hingga abad 19 M, wilayah Padangan masyhur sebagai kawasan dakwah para ulama. Di wilayah ini masih banyak terdapat manuskrip islam.
Dalam History of Java (1817 M), Thomas Raffles menyebut Padangan sebagai lokasi dakwah Syekh Jumadil Kubro pada abad 14 M. Tempat di mana Syekh Jumadil Kubro membangun zawiyah Islam di puncak Gunung Jali, Jipang Padangan. Keterangan itu juga disebut KH Abdurrohman Wahid dalam buku The Passing Over (1998).
Dalam catatan seorang pelancong Belanda bernama A. J. Van der Aa, tepatnya dalam buku berjudul Beschrijving Der Nederlandsche Bezittingen In Oost-Indie (1857 M), Padangan dicatat sebagai Djipang Kuno, kota transportasi dan perdagangan, sekaligus pusat Pelabuhan Sungai Bengawan.
Gus Dur menyebut Jipang Padangan (Padangan) sebagai kota prototype toleransi, wilayah di mana peradaban Islam dan peradaban Hindu Budha bisa saling berdampingan tanpa peperangan. Melalui Syekh Jumadil Kubro, Islam masuk Jipang Padangan pada 14 M, di tengah-tengah pesatnya peradaban Hindu Budha.
Geografi
[sunting | sunting sumber]Wilayah ini dilindungi oleh Pegunungan Kapur di bagian utaranya. Kecamatan Padangan termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo, sehingga dimusim hujan sering terjadi rob dari luapan air Bengawan Solo.
Batas wilayah
[sunting | sunting sumber]Batas wilayah kecamatan Padangan yakni:
Utara | kecamatan Kasiman |
Timur | kecamatan Purwosari |
Selatan | kecamatan Ngraho dan kecamatan Tambakrejo |
Barat | Kabupaten Blora, Jawa Tengah. |
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Padangan juga dikenal sebagai pusat dakwah Islam sejak abad 14 M. Seperti dijelaskan Thomas Raffles dalam buku babon History of Java (1817), Padangan merupakan kota di mana Syekh Jumadil Kubro mendirikan zawiyah (pesantren) dakwah di puncak Gunung Jali Padangan, pada abad 14 M.
Ini alasan utama kelak KH. Abdurrohman Wahid menyebut Jipang Padangan sebagai Kota prototype toleransi. Tempat di mana peradaban Islam dan peradaban Hindu Budha bisa saling berdampingan tanpa ada gejolak peperangan.
Pada abad 17 M, Padangan menjadi titik konsolidasi dan pertemuan tiga keturunan Kesultanan Pajang. Yaitu Mbah Sabil Padangan, Mbah Sambu Lasem, dan Mbah Jabbar Nglirip, yang merupakan para keturunan Sultan Hadiwijaya Kesultanan Pajang.
Pada abad 19 M, Sidi Syekh Abdurrohman bin Syahiddin Alfadangi (Sidi Abdurrohman Klotok) menulis wilayah Padangan dengan istilah FiddariNur (Kota Cahaya), pusat pendidikan Islam yang membentang hingga kecamatan-kecamatan di sekitarnya. Data ini tercatat dalam Manuskrip Padangan (1820) yang ditulis Syekh Abdurrohman Syahiddin Alfadangi.
Ada banyak nama ulama besar dan para muallif (penulis) yang pernah muncul dan berdakwah di Padangan dari zaman ke zaman. Di antara yang paling masyhur adalah; Syekh Jumadil Kubro, Syekh Nursalim Tegiri, Syekh Sabil Menak Anggrung, Syekh Kamaluddin Oro Bogo, Syekh Syahiddin Oro Bogo.
Syekh Syihabuddin Istad Alfadangi, Syekh Abdurrohman Syahiddin Alfadangi, Syekh Ahmad Munada Alfadangi, Syekh Syamsuddin Betet Alfadangi, Syekh Muhammad Hasyim Alfadangi, KH Zainuddin Mojosari, hingga KH Mustajab Gedongsari. Nama-nama di atas merupakan guru para ulama yang berada di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pembagian administratif
[sunting | sunting sumber]Kecamatan Padangan terdiri dari 16 desa, yakni:
1. Padangan
2. Kuncen
3. Tebon
4. Prangi
5. Banjarjo
6. Purweorejo
7. Ngeper
8. Sonorejo
9. Ngradin
10. Kendung
11. Kebonagung
12. Ngasinan
13. Cendono
14. Sidorejo
15. Nguken
16. Dengok
Ekonomi
[sunting | sunting sumber]Wilayah ini memiliki potensi berupa pertanian, perindustrian sekaligus perdagangan. Kita dapat melihat dari sebagian besar penduduknya adalah petani, pedagang. Adapun pasar-pasar yang biasa dijadikan sebagai tempat berdagang antara lain Pasar Padangan, Pasar Tobo, Pasar Cepu, Pasar Ngraho, dan Pasar Tinggang. Selain itu, beberapa industri telah berdiri di sana, seperti industri batu bata, tahu-tempe dan industri kerupuk.
Penduduk
[sunting | sunting sumber]Penduduk kecamatan Padangan pada tahun 2016 berjumlah 56.614 jiwa,[4] yang terdiri dari laki-laki 28.474 jiwa dan perempuan 28.140 jiwa, dengan sex ratio sebesar 101,2 atau dibulatkan menjadi 101.
Transportasi
[sunting | sunting sumber]Padangan dilalui oleh Jalan Nasional Rute 24 antara Bojonegoro–Cepu–Rembang, Jalan Nasional Rute 30 antara Padangan–Ngawi–Madiun, dan Jalur KA antara Bojonegoro dan Semarang, serta memiliki dua buah stasiun kereta api yakni Stasiun Tobo dan Stasiun Muarasaling. Stasiun Muarasaling tergolong stasiun kereta api yang baru, yang selesai dibangun pada tahun 2008, untuk menggantikan Halte Padangan yang sudah tak beroperasi pada tahun 1994 serta nantinya dari Stasiun Muarasaling pada tahun 2014 akan dibangun jalur cabang ke Stasiun Jatirogo, Tuban. Daerah Padangan mempunyai satu terminal bus, yakni Terminal Padangan, yang berada di desa Padangan Timur. Sarana transportasi umum yang berada di kecamatan ini adalah: angkot, becak, ojek, taksi, dan getek penyeberangan yang menyeberangi sungai Bengawan Solo.
Jalan tol
[sunting | sunting sumber]Nantinya di kecamatan Padangan akan dilalui oleh Jalan Tol Bojonegoro-Cepu-Blora-Rembang-Kudus-Semarang yang akan dibangun pada tahun 2016 dan selesai pada tahun 2021 serta akan memiliki gerbang keluar di desa Padangan Timur, Padangan Barat, dan Kebanyar.
Sarana transportasi yang ada di kecamatan ini
[sunting | sunting sumber]- Angkot
- Becak
- Ojek
- Delman /kereta kuda
- Getek penyeberangan yang menyeberangi sungai Bengawan Solo
Tempat Menarik
[sunting | sunting sumber]- Gunung Jali, makam dan zawiyah dakwah Syekh Jumadil Kubro
- Menak Anggrung, makam dan pusat dakwah Syekh Sabil Menak Anggrung
- Pesantren Klotok, makam dan pusat dakwah Syekh Abdurrohman Syahiddin (Mbah Klotok)
- Masjid Besar Padangan
- Kota Tua Padangan
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:1
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:0
- ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diakses tanggal 3 Oktober 2019.
- ^ Kecamatan Padangan dalam angka 2016