Pakis, Magelang
Pakis | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Magelang | ||||
Populasi | |||||
• Total | 54,666 jiwa (SP 2.020)[1] jiwa | ||||
Kode pos | 56193 | ||||
Kode Kemendagri | 33.08.16 | ||||
Kode BPS | 3308190 | ||||
Luas | 69,56 km²[2] | ||||
Kepadatan | 785 jiwa/km² | ||||
|
Pakis (bahasa Jawa: ꦥꦏꦶꦱ꧀, translit. Pakis) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 29 Km dari Kota Mungkid, ibu kota Kabupaten Magelang ke arah timur laut. Pusat pemerintahannya berada di Desa Pakis. Kecamatan Pakis berada di lereng barat Gunung Merbabu, dengan ketinggian rata-rata wilayahnya 841 mdpl. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, yaitu petani sayur-mayur dan bunga mawar.[3]
Batas wilayah
[sunting | sunting sumber]Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara | Kecamatan Grabag dan Kecamatan Ngablak |
Timur laut | Kecamatan Ngablak |
Timur | Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang |
Tenggara | Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang |
Selatan | Kecamatan Sawangan |
Barat daya | Kecamatan Candimulyo |
Barat | Kecamatan Candimulyo dan Kecamatan Tegalrejo |
Barat laut | Kecamatan Tegalrejo |
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Desa/kelurahan
[sunting | sunting sumber]Tradisi
[sunting | sunting sumber]Masyarakat lereng barat Gunung Merbabu menjalani tradisi merayakan Lebaran yang disebut sebagai "Sungkem Telompak" bertepatan dengan 5 Syawal 1431 Hijriyah di Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, [4]Karena ada tradisi itu, masyarakat kemudian merawat sumber air di Telompak, mereka tidak menebangi pohon sehingga mata air tetap lestari. Tradisi ini telah menjadi pendidikan lingkungan, pendidikan ekologi yang real dilaksanakan oleh masyarakat sebagai kepandaian lokal, setelah itu mereka menggelar kesenian tradisional "Campur Bawur" di mata air itu setelah selesai berdoa dan memasang sesaji dengan dipimpin juru kunci tempat itu.
Tempat itu berada di ketinggian sekitar 800 meter dari permukaan air laut, di lereng barat Gunung Merbabu. Dusun Keditan dengan Gejayan berjarak sekitar tujuh kilometer.
Dua sesepuh warga Keditan, masing-masing Partowiyoto dan Martodinomo, bersama puluhan orang yang berpakaian tarian tradisional Merbabu, "Prajuritan", berdiri di halaman rumah jurukunci sumber air Tlompak, Partowiyoto terlihat secara resmi meminta restu Purwosugito untuk melaksanakan tradisi turun temurun di kawasan itu.
Mereka kemudian berjalan kaki dipimpin Purwosugito yang mengenakan pakaian adat Jawa, "bebet", surjan, dan belangkon, menuju mata air Tlompak yang berjarak sekitar 500 meter dari pemukiman warga Gejayan. Seorang warga mengusung sesaji dengan wadah dari anyaman bambu, berisi antara lain tumpeng, lauk pauk, palawija, bunga mawar, rokok keretek, dan kemenyan. Tabuhan sejumlah alat musik seperti kenong, bende, jedor, dan truntung terdengar mengiring prosesi jalan kaki menuju mata air yang terletak di antara dua jurang di kawasan itu.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Hasil SP2020 : Jumlah, Persentase, dan Rasio Jenis Kelamin Penduduk Menurut Kecamatan 2020
- ^ Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Magelang 2017-2019
- ^ Bunga Mawar Jadi Salah Satu Komoditas Unggulan Petani Pakis
- ^ Faqih, Ahmad (2014-07-15). "PERGUMULAN ISLAM DAN BUDAYA JAWA DI LERENG GUNUNG MERBABU PERSPEKTIF DAKWAH". Jurnal Ilmu Dakwah. 34 (1): 24. doi:10.21580/jid.34i.1.45. ISSN 1693-8054.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]