Paku Alam IV
Paku Alam IV ꦦꦏꦸꦄꦭꦩ꧀꧇꧔꧇ | |||||
---|---|---|---|---|---|
Adipati Kadipaten Pakualaman | |||||
Bertakhta | 1864-1878 | ||||
Penobatan | 1 Desember 1864 | ||||
Pendahulu | Paku Alam III | ||||
Penerus | Paku Alam V | ||||
Kelahiran | Raden Mas Nataningrat 25 Oktober 1841 Kadipaten Pakualaman, Keresidenan Yogyakarta, Hindia Belanda | ||||
Kematian | 25 September 1878 Kadipaten Pakualaman, Keresidenan Yogyakarta, Hindia Belanda | (umur 36)||||
Pemakaman | |||||
Istri | GKR Ayu Hamengkubuwana VI | ||||
| |||||
Wangsa | Mataram | ||||
Ayah | GRMH Nataningprang | ||||
Agama | Islam |
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam IV dilahirkan 25 Oktober 1841 (versi lain 1840) di Yogyakarta. Ia adalah adipati Kadipaten Pakualaman yang keempat. Ia adalah keponakan dari penguasa sebelumnya, Paku Alam III. Ayahnya bernama GRMH Nataningprang, yang merupakan saudara kandung dari Paku Alam III dan Paku Alam V.
Penobatan
[sunting | sunting sumber]Nataningrat diperjuangkan GK Ratu Ayu permaisuri Paku Alam II untuk menjadi pewaris tahta. Di sini sekali lagi dapat dilihat peranan perempuan dalam mengatur pemerintahan pada zaman kerajaan (bandingkan dengan pengaruh besar ibu Hamengkubuwono III dalam mendudukkan putranya dengan mendongkel kedudukan suaminya).
Pada 1 Desember 1864 RM Nataningrat ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat menggantikan almarhum pamannya.
Sebagai Adipati Pakualaman
[sunting | sunting sumber]Masa pemerintahannya ditandai dengan kemunduran Kadipaten Pakualaman. Banyak dari kebijakan yang dibuatnya menimbulkan ketidakpuasan. Selain itu ia tidak begitu mahir dalam hal kesusastraan dan kebudayaan. Di keluarga besar Paku Alam pun terjadi beberapa perubahan yang cenderung kurang baik akibat sering bergaul dengan orang-orang Belanda. Kemewahan dan foya-foya menjadi penyebab kehancuran beberapa anggota keluarga Paku Alam.
Namun disamping itu, dengan perjanjian politik 1870, Kadipaten Pakualaman diperkenankan memiliki setengah batalyon infantri dan satu kompi kavaleri. Legiun ini lebih besar dari angkatan perang yang diperbolehkan pada masa para pendahulunya. Perlu ditambahkan pula, Paku Alam IV mengirim seorang pegawai laki-lakinya untuk menuntut ilmu di Kweekschool Surakarta dan seorang pegawai perempuannya untuk menuntut ilmu kebidanan di Jakarta. Agaknya inilah yang akan mendorong para Paku Alam selanjutnya untuk menyekolahkan anggota keluarga besar Paku Alam ke sekolah Belanda.
Kehidupan Pribadi
[sunting | sunting sumber]Paku Alam IV menikah pertama kali dengan Putri Bupati Banyumas yang kemudian diceraikan karena sakit. Perkawinan yang kedua dengan GK Ratu Ayu putri Hamengkubuwono VI. Namun lagi-lagi seperti perkawinan yang pertama ia tidak memperoleh anak. GK Ratu Ayu selanjutnya juga diceraikan. Perlu dicatat GK Ratu Ayu kemudian menikah dengan Bupati Demak dan melahirkan Bupati Jepara, ayah RA Kartini. Paku Alam IV hanya memiliki 2 putra-putri yang berasal dari selir.
Pada 24 September 1878 ia mangkat dan dimakamkan di Kota Gede Yogyakarta. Paku Alam IV menjadi adipati Pakualaman terakhir yang dimakamkan di pemakaman Kotagede, karena penguasa setelahnya, Paku Alam V mendirikan Astana Giriganda di Adikarto sebagai pemakaman resmi milik Pura Pakualaman.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Soedarisman Poerwokoesoemo, KPH, Mr (1985) KADIPATEN PAKUALAMAN, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Paku Alam III |
Pangeran Paku Alam di Yogyakarta 1864-1878 |
Diteruskan oleh: Paku Alam V |