Pandansari, Poncokusumo, Malang
Pandansari | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Malang | ||||
Kecamatan | Poncokusumo | ||||
Kode pos | 65157 | ||||
Kode Kemendagri | 35.07.07.2003 | ||||
Luas | 8.97 km² | ||||
Jumlah penduduk | 6781 | ||||
Kepadatan | 756.30 | ||||
Jumlah RT | 64 | ||||
Jumlah RW | 18 | ||||
Jumlah KK | 2347 | ||||
|
Pandansari adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Desa Pandansari merupakan tempat yang berhawa dingin karena letaknya berada di barat lereng kaki Gunung Semeru. Letaknya yang berada di kaki gunung membuat suhu harian pada malam hari dapat mencapai 20 derajat celsius. Sebagian besar penduduk desa Pandansari berprofesi sebagai petani dan mayoritas penduduk desa Pandansari beragama Islam.
Desa Pandansari berbatasan langsung di sebelah utara dengan desa Poncokusumo, selatan dengan desa Sumberejo, timur dengan Perhutani, dan di sebelah barat dengan desa Ngadireso. Awalnya desa Pandansari memiliki 2 dusun yaitu dusun Krajan Pandansari dan dusun Wonosari, namun dalam perkembangan selanjutnya pada sekitar tahun 2009 ditambah lagi satu dusun yaitu dusun Sukosari sehingga sekarang memiliki total 3 dusun. Dusun utama sekaligus tempat balai desa Pandasari terletak pada dusun Krajan Pandasari.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Dituturkan bahwa sekitar abad 15 masehi bertepatan dengan masa peralihan Kerajaan Majapahit ke Kesultanan Demak, seorang keturunan kerajaan Majapahit ingin mendapat ketenangan di tengah hiruk pikuk peralihan tersebut. Raden Sari —seorang keturunan kerajaan Majapahit yang dimaksud— melakukan pengembaraan hingga tibalah ia di pegunungan lereng Gunung Semeru. Dari namanya lah kata Pandansari akhirnya diambil sebagai nama desa kelak. Pembabatan yang dimulai oleh Raden Sari terus dilanjutkan oleh Mbah Subhan yang warga desa lebih mengenalnya dengan nama Mbah Sibah. Nama Sibah sekarang abadi sebagai nama sebuah telaga. Pembabatan terus berlanjut oleh seorang bernama Syaikh Syuroidin, beberapa menyebutnya Syaikh Saridin atau Syaikh Syarifuddin, seorang utusan kerajaan Demak. Cerita temurun lain yang terdengar adalah ketiga tokoh yang disebutkan sebelumnya merupakan satu orang yang sama yang pertama kali membabat Desa Pandansari.
Cerita lain menyebutkan bahwa Pandansari dulunya merupakan tempat dengan banyak telaga, yang orang jawa menyebutnya sebagai Telogopuro. Telaga Sibah, Telaga Asto/Seto, dan Telaga Belik merupakan tiga dari banyak telaga yang bisa disaksikan hingga sekarang. Dalam perkembangannya diambil nama sosok Raden Sari sebagai penghormatan atas jasanya membabat alas Telogopuro untuk pertama kali. Juga diambil nama sebuah tanaman yang berbau harum serta punya banyak manfaat. Hingga akhirnya muncul kata Pandansari, gabungan kata Pandan dan Sari.
Geografi
[sunting | sunting sumber]Desa Pandansari memiliki topografi dataran tinggi / pegunungan karena letaknya yang berada di kaki gunung Semeru. Dataran yang berbukit-bukit membuat sawah dengan model terasering banyak tersebar di penjuru desa. Jalanan menanjak dan turun menuruni bukit banyak ditemui di desa Pandansari.[1]
Batas wilayah
[sunting | sunting sumber]Desa/Kel
- Sebelah Utara: Desa Poncokusumo
- Sebelah Selatan: Desa Sumberejo
- Sebelah Timur: Perhutani
- Sebelah Barat: Desa Ngadireso
Kecamatan
- Sebelah Utara: Kec. Tumpang
- Sebelah Selatan: Kec. Wajak
- Sebelah Timur: Perhutani
- Sebelah Barat: Kec. Tajinan
Demografi
[sunting | sunting sumber]Gambaran Umum
[sunting | sunting sumber]Masyarakat Desa Pandansari sendiri sebagian besar adalah keturunan Suku Jawa Tengger. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas warga desa Pandansari menggunakan bahasa Jawa Tengger dalam berkomunikasi setiap harinya disamping bahasa yang lain. Masyarakat Pandansari merupakan penganut agama Islam yang taat serta menghormati norma atau nilai nilai tradisi dan budaya luhur yang tidak bertentangan dengan norma agama.
Agama
[sunting | sunting sumber]Tahun 2021, jumlah penduduk desa Pandansari sebanyak 6781 jiwa dengan kepadatan 756.30 jiwa/km². Kemudian, keseluruhan warga Desa Pandansari memeluk agama Islam.[2] Tradisi Islam masyarakat Desa Pandansari kental dengan nuansa Nahdlatul Ulama (NU).
Ekonomi
[sunting | sunting sumber]Perdagangan
[sunting | sunting sumber]Corak perdagangan warga desa Pandansari banyak yang berasal dari sektor pertanian dan UMKM. Letak geografis desa Pandansari yang berada di dataran tinggi membuat suhu dingin sepanjang hari, maka banyak dari warganya yang berprofesi menjadi petani apel dan jeruk. Dari sektor UMKM, banyak dari warga desa Pandansari didominasi oleh kerajinan tangan yang sebagian besar memproduksi alat perabotan rumah tangga seperti centong, sendok, sumpit, asbak, sutil, dll yang bahan utamanya berasal dari kayu mahoni. Beberapa masyarakat desa Pandansari juga memanfaatkan bahan alam yang melimpah di sekitar desa seperti bambu yang dijadikan tusuk sate dan anyaman atap, juga terdapat bahan alam lain seperti tumbuhan yang dikeringkan untuk dijadikan hiasan.
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Di desa Pandansari, terdapat 7 sekolah[3] yang tersebar di tiga dusun yaitu:
- PAUD PKK Wonosari
- SDN 01 Pandansari
- SDN 02 Pandansari
- SDI Al Hidayah
- MI NU Al Hidayah
- MTS NU Al Hidayah
- MA NU Al Hidayah
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Potensi Desa dan Kelurahan". Sistem Informasi Desa dan Kelurahan Kemendagri. Diakses tanggal 1/7/2022. [pranala nonaktif permanen]
- ^ "ArcGIS Web Application". gis.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 2022-01-21.
- ^ "Data Referensi Pendidikan". referensi.data.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-01-22.