Pembangunan rendah karbon di Indonesia
Pembangunan rendah karbon di Indonesia adalah salah satu program kebijakan pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah menetapkan empat skenario yang dapat dilaksanakan dalam pembangunan rendah karbon di Indonesia. Garis besar pelaksanaan pembangunan rendah karbon di Indonesia telah disampaikan ke Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada akhir September 2015.
Perumusan
[sunting | sunting sumber]Perumusan program kebijakan pembangunan rendah karbon dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tujuan perumusan program kebijakan pembangunan rendah karbon dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan penggunaan sumber daya alam dalam upaya peningkatan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial.[1]
Skenario
[sunting | sunting sumber]Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah mempertimbangkan 4 skenario untuk pelaksanaan program pembangunan rendah karbon. Keempat skenario ini meliputi skenario pembangunan rendah karbon-easar, skenario pembangunan rendah karbon-menengah, skenario pembangunan rendah karbon-tinggi dan skenario pembangunan rendah karbon-plus.[2]
Skenario pembangunan rendah karbon-dasar
[sunting | sunting sumber]Skenario Pembangunan Rendah Karbon-Dasar tidak menetapkan kebijakan baru atas pembangunan rendah karbon, tetapi degradasi lingkungan tetap diperhitungkan. Asumsi dasar dalam skenario ini adalah adanya dampak degradasi lingkunga berupa polusi, peningkata emisi gas rumah kaca, dan kelangkaan barang dan jasa lingkungan bagi perekonomian penduduk.[2]
Skenario pembangunan rendah karbon-menengah
[sunting | sunting sumber]Skenario Pembangunan Rendah Karbon-Menengah berkaitan dengan pencanangan target iklim dalam Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional oleh Indonesia. Pencanangan target ini dilakukan tanpa syarat dengan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030. Perbandingan yang digunakan untuk persentase adalah garis dasar emisi gas rumah kaca. Skenario Pembangunan Rendah Karbon-Menengah dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan adanya kebijakan rendah karbon baru untuk pencapaian target Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional tanpa syarat dalam periode 2020–2045.[2]
Skenario pembangunan rendah karbon-tinggi
[sunting | sunting sumber]Skenario Pembangunan Rendah Karbon-Tinggi dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dilaksanakan pada periode tahun 2020–2025. Dalam skenario ini, persentase penurunan emisi gas rumah kaca ditetapkan sebesar 43% dibandingkan dengan garis dasar emisi gas rumah kaca pada tahun 2030. Emisi gas rumah kaca sebanyak 2,14 GtCO2e pada tahun 2017 dikurangi menjadi sebanyak 1,49 GtCO2e pada tahun 2030. Kebutuhan utama dalam skenario ini adalah dukungan pembiayaan dari komunitas internasional yang sifatnya memadai dan tepat waktu.[3]
Skenario pembangunan rendah karbon-plus
[sunting | sunting sumber]Skenario Pembangunan Rendah Karbon-Plus merupakan usaha maksimal dalam penurunan emisi gas rumah kaca selama periode 2025–2045 dan periode selanjutnya. Pelaksanaan skenario ini memerlukan serangkaian aksi yang belum termaktum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Aksi yang diperlukan antara lain penetapan harga karbon yang diawali dengan pengenalan mekanismenya, peningkatan target reforestasi, peningkatan efisiensi energi melalui kebijakan energi, dan pengurangan limbah perkotaan.[4]
Indikator keberhasilan
[sunting | sunting sumber]Indikator keberhasilan atas program kebijakan pembangunan rendah karbon diukur melalui dampak yang dihasilkannya atas produksi gas rumah kaca dan perubahan iklim.[1]
Pelaporan
[sunting | sunting sumber]Pada akhir September 2015, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan dokumen Kontribusi yang Dimaksudkan Secara Nasional ke Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam dokumen Kontribusi yang Dimaksudkan Secara Nasional dibahas tiga hal utamam yaitu keadaan nasional, rencana-rencana aksi adaptasi dan komitmen nasional di dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Secara garis besar, dokumen Kontribusi yang Dimaksudkan Secara Nasional oleh Indonesia menyajikan informasi mengenai upaya-upaya Indonesia dalam mengadakan peralihan menuju pembangunan rendah karbon. Upaya ini meliputi penguatan aksi-aksi mitigasi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan pemenuhan upaya tersebut selama periode 2015-2020. Kodnisi-kondisi ini kemudian dijadikan sebagai dasar dalam penetapan sasaran pengurangan emisi yang setelah tahun 2020. Hasil yang ingin dicapai melalui upaya-upaya tersebut ialah mempertahankan peningkatan suhu global di bawah 2ºC. Dokumen Kontribusi yang Dimaksudkan Secara Nasional dari Indonesia juga menyebutkan tentang strategi Indonesia untuk menjadi negara kepulauan yang tangguh iklim secara ekonomi, sosial, tata kehidupan, ekosistem dan tata ruang. Selain itu disebutkan pula mengenai aksi-aksi adaptasi prioritas serta kondisi pemungkin yang dikembangkan untuk mencapainya.[5]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Utami, dkk. 2021, hlm. 2.
- ^ a b c Utami, dkk. 2021, hlm. 21.
- ^ Utami, dkk. 2021, hlm. 21-22.
- ^ Utami, dkk. 2021, hlm. 22.
- ^ Ridha, D. M., dkk. (Juni 2016). Perubahan Iklim, Perjanjian Paris, dan Nationally Determined Contribution (PDF) (edisi ke-1). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. hlm. 30. ISBN 978-602-74011-1-2.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Utami, S. S., dkk. (November 2021). Utami, S. S., dkk., ed. Menuju Bangunan Zero Energy di Indonesia. Sleman: Gadjah Mada University Press. ISBN 978-602-386-937-4.