Pemberontakan Ibadi
Pemberontakan Ibadi | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Saudara Islam Ketiga (Fitnah Ketiga) | |||||||
Peta Arabia di bawah kepemimpinan Umayyah, menunjukan lokasi-lokasi kunci dari pemberontakan | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Kekhalifahan Umayyah | Pemberontak Ibadi | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Abdul-Malik bin Muhammad bin Atiyyah Abdul-Wahid bin Sulayman Al-Qasim bin Umar ats-Tsaqafi Abdul-Aziz bin Abdullah bin Amr bin Utsman † |
Talib al-Haqq † Abu Hamzah al-Mukhtar bin Awf al-Azdi † Balj bin Uqbah al-Azdi † |
Pemberontakan Ibadi adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Khawarij Ibadi yang terjadi sekitar tahun 747–748 melawan Kekhalifahan Umayyah. Pemberontakan ini menghasilkan keimaman Ibadi yang pertama, sebuah negara yang berumur pendek di Semenanjung Arabia.
Terjadi pada tahun-tahun akhir kepemimpinan Umayyah, pemberontakan ini dimulai di Hadhramaut di bagian selatan Arabia dengan seorang pemimpin Abdullah bin Yahya al-Kindi, yang kemungkinan adalah nama dari Talib al-Haqq. Pemberontak mengambil alih Sana'a di Yaman dan kemudian di bawah kepemimpinan Abu Hamzah al-Mukhtar bin Awf al-Azdi dan Balj bin Uqbah al-Azdi, mengambil alih kota-kota lain seperti Makkah dan Madinah dan mengancam pusat pemerintahan Umayyah di Suriah. Tentara Umayyah dari Suriah di bawah Abdul-Malik bin Atiyyah mengembalikan pemerintahan Umayyah di Hijaz dan Sana'a dan membunuh Abdullah bin Yahya, Abu Hamzah dan Balj. Pemberontak Ibadi mampu menghindari kekalahan total setelah Abdul-Malik dipanggil ke Makkah.
Meskipun pemberontakan gagal untuk membentuk keimaman Ibadi secara permanen, aliran ini tetap mendapatkan kemenangan kecil. Sebagai hasil dari pemberontakan, Ibadi diperbolehkan untuk mengendalikan Hadramaut dan tetap menjadi kekuatan yang besar di selatan Arabia untuk beberapa abad selanjutnya.
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Ibadi adalah bagian dari aliran Khawarij yang dibentuk pada abad ketujuh. Mereka berpusat di Basra, di Irak bagian selatan. Awalnya mereka dibentuk sebagai aliran alternatif yang moderat hingga berubah menjadi elemen ekstrimis Khawarijisme dan berusaha mencari kemenangan atas Kekhalifahan Umayyah dengan damai. Hingga kuartal kedua abad kedelepan, kemungkinan rekonsiliasi dengan Umayyah semakin tidak tercapai dan elemen-elemen radikal di aliran Ibadi berubah menjadi elemen perlawanan aktif terhadap pemerintahan yang berkuasa. Ibadi di Basra, di bawah Abu Ubaidah mulai merencanakan untuk membentuk Keimaman Ibadi dengan mengumpulkan harta untuk kegiatan-kegiatan dan pelatihan tim terkait dengan misionaris (penyebaran paham). Tim-tim ini diutus di berbagai provinsi di wilayah kekhalifahan. Mereka mengemban tugas untuk menyebarkan propaganda Ibadi dan mencari dukungan untuk melaksanakan pemberontakan terhadap Umayyah.[1]
Setelah kematian Hisyam bin Abdul-Malik pada tahun 743, Umayyah mengalami kekacauan yang mengakibatkan ancaman serius pada kekuasaan mereka atas umat Islam. Pertikaian antar keluarga dinasti Umayyah dan perseteruan antarsuku seperti Qais dan Yaman mengurangi kekuatan rezim mereka sehingga rawan terjadi pemberontakan di beberapa provinsi. Khalifah Umayyah terakhir, Marwan II m. 744–750– terpaksa harus meredam berbagai pemberontakan di Suriah dan Irak dan berperang melawan kerabatnya, Sulaiman bin Hisyam, sehingga mengakibatkan kekalahan telak pada Pemberontakan Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah menggantikan dinasti Umayyah sebagai khalifah.[2] Kekuatan kekhalifahan yang melemah juga mengakibatkan penganut Ibadi melakukan pemberontakan/revolusi melawan Umayyah dengan kekuatan yang tersisa.[3]
Pecahnya pemberontakan
[sunting | sunting sumber]Pada saat Marwan II memerintah, para Ibadi di Basra mengutus Abu Hamzah al-Mukhtar bin Awf al-Azdi untuk menyebarkan propaganda di Mekkah dan menyerukan orang-orang untuk melawan Bani Umayyah. Saat mengemban misi di Mekkah, Abu Hamzah didatangi oleh Abdullah bin Yahya al-Kindi, atau juga dipanggil Talib al-Haqq (secara literal berarti "Pencari kebenaran"), yang merupakan seorang qadi di Hadhramaut. Abdullah setuju dengan apa yang dibawakan Abu Hamzah dan mengundang Abu Hamzah ke Hadhramaut untuk mengobarkan perlawanan di Hadhramaut, setelah Abdullah menyetujui, beberapa orang dari Basra datang ke Hadramaut untuk membantu kegiatan.[4]
Pada tahun 746-747, Abdullah memulai pemberontakan di Hadramaut, dimana dia dengan cepat mengalahkan gubernur lokal, Ibrahim bin Jabalah al-Kindi dan mengambil kekuasaan di kawasan itu. Setelah Ibadi di Hadrami dan Basra membaiat dan mengakui Abdullah sebagai imam,[5] Abdullah melancarkan serangan ke Sana'a, ibu kota Yaman, dengan dua ribu pasukannya. Wali kota Sana'a, Al-Qasim bin Umar ats-Tsaqafi mempertahankan kota dengan kekuatan yang besar, namun berhasil dikalahkan oleh pasukan Ibadi di Provinsi Abyan dan terpaksa untuk kembali ke Sana'a. Para Ibadi dengan cepat mencapai kota dan pertempuran kedua terjadi, dimana berakhir dengan al-Qasim melarikan diri. Pasukan Ibadi memasuki Sana'a dan merampas harta benda dan kota berada di bawah kepemimpinannya.[6]
Pendudukan Mekkah & Madinah
[sunting | sunting sumber]Setelah selama beberapa bulan di Sana'a, Abdullah mengutus Abu Hamzah dan orang Basra bernama Balj bin Uqbah al-Azdi untuk mengambil alih Hijaz. Mereka tiba di Mekkah pada Agustus 747, pada masa haji dan mengumumkan kepada orang yang berhaji bahwa mereka adalah oposisi Bani Umayyah. Gubernur di Mekkah dan Madinah, Abdul-Wahid bin Sulaiman bin Abdul-Malik, tidak melakukan perlawanan kepada para pemberontak dan Abu Hamzah dapat mengambil alih sebagai pemimpin kegiatan haji sebagai wakil dari Abdullah. Abdul-Wahid kemudian diasingkan di Madinah dan pemberontak Ibadi memasuki Mekkah tanpa perlawanan.[7]
Setelah kedatangan Abdul-Wahid di Madinah, tentara lokal disiapkan dan dikirim untuk memerangi pemberontak di bawah komando Abdul-Aziz bin Abdullah bin Amr bin Utsman; di waktu yang sama, Abu Hamzah ditunjuk sebagai pemimpin di Mekkah dan mulai bergerak ke utara bersama Balj memimpin pasukan. Pasukan Madina pergi hingga Qudayd, namun mereka diserang oleh pemberontak Ibadi. Pasukan Madinah, termasuk Abdul-Aziz dan sejumlah besar pasukan Quraish terbunuh dan yang selamat meninggalkan pertempuran. Setelah memenangkan pertempuran, Abu Hamzah memasuki Madinah pada Oktober 747 dan mengambil alih kota, sedangkan Abdul-Wahid meninggalkan Madinah dan menuju ke Suriah.[8][9]
Akhir pemberontakan
[sunting | sunting sumber]Setelah menguasai Mekkah dan Madinah, pemberontak Ibadi memutuskan untuk melaju ke utara hingga Suriah, kawasan ibu kota Kekhalifahan Umayyah sebelumnya.[10] Pada waktu ini, pasukan dari Suriah dengan empat ribu pasukan kavaleri disiapkan untuk melawan pemberontakan Ibadi di Hijaz. Abdul-Malik bin Muhammad bin Atiyyah menjadi komandan pasukan ekspedisi dan diutus oleh khalifah untuk bergerak cepat menumpas Abu Hamzah dan Balj; jika dia sukses untuk mengambil alih Hijaz, dia diutus untuk ke Yaman dan bertempur melawan Abdullah bin Yahya.[11]
Ibnu Atiyyah bergerak ke selatan hingga bertemu dengan pasukan Balj yang sudah tiba di Wadi al-Qura di tengah perjalanan menuju kawasan Suriah. Pertempuran terjadi dan berakhir dengan kemenangan pasukan Suriah. Ibnu Atiyyah kemudian bergerak menuju Madinah, masyarakat Madinah kemudian ikut melakukan perlawanan dan membunuh sejumlah pemberontak Ibadi setelah mendengar kabar bahwa pasukan Balj telah dikalahkan dan mengambil alih kota untuk pihak khalifah. Abu Hamzah melarikan diri ke selatan, ke Mekkah, bersama pemberontak yang tersisa. Ibnu Atiyyah kemudian menemukan pasukan Abu Hamzah di perjalanan dan melakukan penyerangan. Abu Hamzah meninggal dunia di pertempuran itu sehingga mereka kepemimpinan mereka di Hijaz telah dihancurkan.[12]
Dengan Hijaz sekarang telah dikuasai kembali oleh pejabat mereka sebelumnya, Ibnu Atiyyah kemudian bergerak ke Yaman untuk menyerang Abdullah. Setelah mendengar pergerakan pasukan Suriah ke Yaman, Abdullah menyiapkan tiga puluh ribu pasukan dari Sana'a untuk bertahan melawan pasukan Suriah. Kedua pihak bertemu di Jurash dan setelah pertempuran yang panjang, Ibnu Atiyyah mendapatkan kemenangan dengan membunuh Abdullah dan mengalahkan sejumlah pasukan Ibadi. Kepala Abdullah dikirimkan ke khalifah Marwan dan Sana'a kembali diambil alih oleh Ibnu Atiyyah.[13]
Setelah kematian Abdullah, Ibnu Atiyyah berperang melawan dua pemberontakan Himyar di kawasan al-Janad dan kawasan pesisir Yaman. Setelah salah satu pemberontakan dikalahkan, dia melaju ke Hadhramaut dimana komandan perang Abdullah yang bernama Abdullah bin Sa'id masih memimpin grup besar pemberontak Ibadi. Ibnu Atiyyah kemudian menyerang pemberontak itu dan pada waktu ini dia menerima kabar dari Marwan bahwa dia diutus untuk memimpin kegiatan haji di Mekkah pada tahun itu, sehingga dia harus kembali ke Mekkah. Dia kemudian membuat perjanjian perdamaian dengan pemberontak Ibadi tanpa mengalahkan mereka dan pergi dari kawasan itu.[14]
Peninggalan
[sunting | sunting sumber]Meskipun pemberontakan gagal memenuhi target untuk melumpuhkan Umayyah, para Ibadi dapat membentuk keimaman mereka sendiri.[15] Mereka melakukan perlawanan dan membentuk beberapa gerakan lainnya di dunia Islam pada beberapa dekade setelah pemberontakan ini. Beberapa perlawanan itu bahkan berakhir dengan kemenangan aliran Ibadi, seperti di Oman, dimana dua keimaman Ibadi (750–752 dan 793–893) dibentuk dan di Maghreb, dimana Dinasti Rustam memimpin hingga lebih dari satu abad.[16]
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Lewicki 1971, hlm. 648-50.
- ^ Kennedy 2004, hlm. 112 ff.; Hawting 1991, hlm. 623–624.
- ^ Al-Mad'aj 1988, hlm. 165.
- ^ Al-Tabari 1985, hlm. 53; Ibn al-Athir 1987, hlm. 23; Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 384; Al-Mad'aj 1988, hlm. 165.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 384; Al-Mad'aj 1988, hlm. 165–66. According to Al-Tabari 1985, hlm. 53 and Ibn al-Athir 1987, hlm. 23, Abu Hamzah membaiat kepada Abdullah, mengakui Abdullah sebagai khalifah. Lihat juga Crone & Hinds 1986, hlm. 12 n. 16.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 384–85; Al-Mad'aj 1988, hlm. 165–66.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 385; Al-Tabari 1985, hlm. 90–92; Ibn al-Athir 1987, hlm. 39–40; Al-Ya'qubi 1883, hlm. 405–06; Al-Mas'udi 1871, hlm. 66; Al-Mad'aj 1988, hlm. 166.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 391–93; Al-Tabari 1985, hlm. 112–18; Ibn al-Athir 1987, hlm. 49–51; Al-Ya'qubi 1883, hlm. 406; Al-Mas'udi 1871, hlm. 66
- ^ Pada masa pendudukan Hijaz, Abu Hamzah berkhutbah, yang mana telah ditulis oleh beberapa sejarawan. Lihat Crone & Hinds 1986, hlm. 129–31; Al-Tabari 1985, hlm. 113–14, 115–17; Ibn al-Athir 1987, hlm. 50; Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 385–87.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 393; Ibn al-Athir 1987, hlm. 51; Al-Ya'qubi 1883, hlm. 406; Al-Mad'aj 1988, hlm. 166. Marwan II adalah khalifah Umayyah pertama yang memerintah dari luar Suriah, di kota Harran di Al-Jazira Hawting 1991, hlm. 624.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 393; Al-Tabari 1985, hlm. 118; Ibn al-Athir 1987, hlm. 51; Al-Ya'qubi 1883, hlm. 406; Al-Mas'udi 1871, hlm. 66; Al-Mad'aj 1988, hlm. 166.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 393–94; Al-Mas'udi 1871, hlm. 66–67. Menurut Al-Tabari 1985, hlm. 118–20 dan Ibn al-Athir 1987, hlm. 51, Abu Hamzah juga ikut di pertempuran Wadi al-Qura dan tidak disebutkan ikut di pertempuran kedua Hijaz. Juga Al-Ya'qubi 1883, hlm. 406; Al-Mad'aj 1988, hlm. 166.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 394; Al-Tabari 1985, hlm. 120; Ibn al-Athir 1987, hlm. 51; Al-Ya'qubi 1883, hlm. 406; Al-Mas'udi 1871, hlm. 67; Al-Mad'aj 1988, hlm. 166.
- ^ Khalifah ibn Khayyat 1985, hlm. 394; Al-Mas'udi 1871, hlm. 67; Al-Mad'aj 1988, hlm. 166–67. Ibnu Atiyyah terbunuh oleh sekelompok suku saat perjalanan kembali; Al-Tabari 1985, hlm. 120–21; Ibn al-Athir 1987, hlm. 52; Al-Ya'qubi 1883, hlm. 406.
- ^ Lewicki 1971, hlm. 651.
- ^ Lewicki 1971, hlm. 652, 653 ff..
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Crone, Patricia; Hinds, Martin (1986). God's Caliph: Religious authority in the first centuries of Islam. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-32185-9.
- Gaiser, Adam (2013). "Slaves and Silver across the Strait of Gibraltar: Politics and Trade between Umayyad Iberia and Kharijite North Africa". Dalam Liang, Yuen-Gen; Balbale, Abagail Krasner; Devereux, Andrew; Gomez-Rivas, Camillo. Spanning the Strait: Studies in Unity in the Western Mediterranean. Leiden: Koninklijke Brill NV. ISBN 978-90-04-25663-7.
- Hawting, G.R. (1991). "Marwan II". Dalam Bosworth, C. E.; van Donzel, E.; Pellat, Ch. Encyclopaedia of Islam. Volume VI: Mahk–Mid (edisi ke-2). Leiden: E. J. Brill. hlm. 623–625. ISBN 978-90-04-08112-3.
- Ibn al-Athir, 'Izz al-Din (1987). Al-Kamil fi al-Tarikh, Vol. 5 (dalam bahasa Arab). Beirut: Dar al-'Ilmiyyah.
- Kennedy, Hugh (2004). The Prophet and the Age of the Caliphates: The Islamic Near East from the 6th to the 11th Century (edisi ke-Second). Harlow: Longman. ISBN 978-0-582-40525-7.
- Khalifah ibn Khayyat (1985). al-Umari, Akram Diya', ed. Tarikh Khalifah ibn Khayyat, 3rd ed (dalam bahasa Arab). Al-Riyadh: Dar Taybah.
- Lewicki, T. (1971). "Al-Ibadiyya". Dalam Lewis, B.; Ménage, V. L.; Pellat, Ch.; Schacht, J. Encyclopaedia of Islam. Volume III: H–Iram (edisi ke-2). Leiden: E. J. Brill. hlm. 648–660. OCLC 495469525.
- McAuliffe, Jane Dammen, ed. (1995). The History of al-Ṭabarī, Volume XXVIII: The ʿAbbāsid Authority Affirmed: The Early Years of al-Mansūr, A.D. 753–763/A.H. 136–145. Seri SUNY dalam Studi Timur Dekat. Albany, New York: State University of New York Press. ISBN 978-0-7914-1895-6.
- Al-Mad'aj, Abd al-Muhsin Mad'aj M. (1988). The Yemen in Early Islam (9-233/630-847): A Political History. London: Ithaca Press. ISBN 0863721028.
- Al-Mas'udi, Ali ibn al-Husain (1871). Les Prairies D'Or, Tome Sixieme (dalam bahasa Prancis). Ed. and Trans. Charles Barbier de Meynard. Paris: Imprimerie Nationale.
- Sharon, Moshe (1990). Revolt: The Social and Military Aspects of the Abbasid Revolution. Jerusalem: The Hebrew University. ISBN 965-223-388-9.
- Smith, G.R. (2004). "Hadramawt". Dalam Bearman, P. J.; Bianquis, Th.; Bosworth, C. E.; van Donzel, E.; Heinrichs, W. P. Encyclopaedia of Islam. Volume XII: Supplement (edisi ke-2). Leiden: E. J. Brill. hlm. 336–340. ISBN 978-90-04-13974-9.
- Al-Ya'qubi, Ahmad ibn Abu Ya'qub (1883). Houtsma, M. Th., ed. Historiae, Vol. 2 (dalam bahasa Arab). Leiden: E. J. Brill.