Lompat ke isi

Pembicaraan:Mahisa Anabrang

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Bagian baru
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Malayapura?

[sunting sumber]

Kutipan "....menjalin persahabatan dengan kerajaan Malayapura..." ini sumbernya dari mana ya? Apakah ada kerajaan Malayapura? Apakah ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persahabatan atau menaklukkan? Mohon yang punya referensi dapat membantu. Salam, Naval Scene 11:52, 28 Juni 2007 (UTC)

Identifikasi Kebo Anabrang dengan Adwayabrahma (?)

[sunting sumber]

Salam hormat!

Sebagai seorang penggemar sejarah Jawa saya mencoba untuk ikut urun rembug seputar masalah identifikasi Kebo Anabrang dengan Adwayabrahma. Saya sendiri agak bimbang menanggapi hal ini.

Nama Kebo Anabrang tidak pernah dijumpai dalam prasasti, Nagarakretagama, bahkan Pararaton. Kedua naskah yang terakhir saya sebut hanya memberitakan tentang pengiriman pasukan Ekspedisi Pamalayu tahun 1275. Pararaton menyebutkan pula bahwa pasukan tersebut baru kembali 10 hari setelah pengusiran bangsa Tartar, yaitu tahun 1293, dengan membawa dua orang putri bernama Dara Petak dan Dara Jingga.

Nama Kebo Anabrang kemudian ditemukan dalam Kidung Ranggalawe, Kidung Panji Wijayakrama, dan Kidung Sorandaka sebagai komandan Ekspedisi Pamalayu yang berangkat tahun 1275, dan baru pulang tahun 1293.

Sementara itu, nama Dyah Adwayabrahma sendiri ditemukan dalam prasasti Amogapasha tahun 1286 sebagai pemimpin rombongan duta Singasari yang terdiri dari 14 orang membawa patung persahabatan yang dikirim Kertanagara untuk Srimat Tribuwanaraja Mauliawarmadewa raja Dharmasraya. Dengan kata lain, Adwayabrahma berangkat ke Sumatra tahun 1286, sedangkan Kebo Anabrang berangkat tahun 1275.

Adwayabrahma kemudian diidentifikasikan dengan Adwayadwaja atau Adwayawarman, yaitu nama orang tua dari Adityawarman. Identifikasi ini cukup masuk akal, selain karena kemiripan nama, juga karena peran Adwayabrahma pada tahun 1286. Lagi pula gelar Adwayabrahma adalah Dyah, yang merupakan gelar kebangsawanan, sehingga pantas kalau ia mendapatkan Dara Jingga putri Sumatra (Raden Wijaya dalam Nagarakretagama disebut Dyah Wijaya).

Identifikasi antara Adwayabrahma dengan Adwayadwaja masih bisa dimaklumi. Tetapi identifikasi dengan Kebo Anabrang cukup menimbulkan keraguan. Kebo Anabrang diperkirakan adalah nama ciptaan pengarang Kidung-kidung di atas sebagai tokoh komandan ekspedisi Pamalayu. Dari namanya sudah jelas artinya, yaitu Kerbau yang menyeberang, yaitu dari Jawa ke Sumatra. Ini artinya, para pengarang kidung tidak mengetahui siapa nama aslinya.

Pamalayu semula bertujuan menaklukkan Sumatra secara baik-baik, namun akhirnya terpaksa dengan kekerasan (menurut Nagarakretagama). Di sini dapat kita lihat perang Kebo Anabrang. Ia adalah komandan perang yang bertugas menaklukkan Sumatra sejak 1275. Ketika Adwayabrahma berangkat tahun 1286, kerajaan Dharmasraya sudah tunduk pada Singasari.

Nah, apabila Kebo Anabrang selaku komandan meninggalkan Sumatra untuk kembali ke Jawa mengambil arca amoghapasa, dan berangkat lagi tahun 1286 sebagai Adwayabrahma, maka hal itu sangat sulit untuk diterima akal. Lagi pula Pararaton menyebutkan kalau pasukan ekspedisi yang berangkat tahun 1275 baru kembali ke Jawa tahun 1293.

Keberatan lain terjadi seputar jumlah anak hasil perkawinan antara Kebo Anabrang dengan Dara Jingga. Pada artikel di samping menyebutkan bahwa Kebo Anabrang dengan Dara Jingga memiliki enam orang putra. Padahal, Kebo Anabrang tewas saat menumpas Ranggalawe tahun 1295. Dengan kata lain, perkawinan mereka hanya berjalan dua tahun.

Apakah mungkin, pernikahan yang hanya selama dua tahun menghasilkan enam orang anak?

Satu-satunya kemungkinan adalah: Adwayabrahma tidak sama dengan Kebo Anabrang. Nama anak Kebo Anabrang menurut Kidung Sorandaka adalah Mahisa Taruna, dan ia sudah dewasa saat tewasnya Lembu Sora tahun 1300. Mungkin Mahisa Taruna ini lahir di Sumatra.

Jadi, Adwayabrahma tidak mungkin sama dengan Kebo Anabrang, karena Kebo Anabrang tewas tahun 1295, dua tahun setelah kepulangannya ke Jawa, sedangkan Adwayabrahma diberitakan dalam artikel memiliki enam orang anak hasil perkawinan dengan Dara Jingga sejak tahun 1293. (Mungkin yang benar, jumlah anaknya lima saja, karena Cakradara suami Tribuwana Tunggadewi menurut prasasti Berumbung adalah anak dari Cakraiswara, bukan anak Adwayabrahma).

Jadi alangkah, baiknya kalau identifikasi Adwayabrahma dengan Kebo Anabrang perlu untuk ditinjau ulang. Sekian, Terima kasih.

Salam hormat dari saya. (Antapurwa 03:38, 16 April 2008 (UTC))

Tanggapan

[sunting sumber]

Wah Bung Antapurwa, senang sekali membaca analisa dan informasi yang anda diberikan! Sebaiknya dimasukkan saja ke badan artikel. Tanggapan saya adalah sebagai berikut:

  • Bila Ekspedisi Pamalayu dimulai 1275 dan berakhir 1293, maka bisa jadi tahun 1286 rombongan Singhasari itu masih berada di Sumatera.
  1. Tidak ada bukti bahwa ekspedisi benar-benar dimulai 1275. Bisa jadi didekritkan tahun tersebut, tetapi diawali beberapa tahun kemudian.
  2. Pembentukan rombongan, perjalanan laut, darat, dan kunjungan/penaklukan ke beberapa tempat di pulau Sumatera mungkin saja dapat berjalan selama beberapa tahun.
  3. Pada prasasti arca Amoghapasa yang saya lihat di Museum Nasional di Jakarta, tidak tertulis kapan rombongan berangkat, melainkan hanya menjelaskan tahun peristiwa penyerahan arca tersebut sebagai hadiah.
  • Keterangan mengenai waktu perkawinan, nama dan jumlah anak-anak Mahesa Anabrang dengan Dara Jingga belum dapat saya pastikan, karena hanya berdasarkan sumber babad saja.
  1. Perkawinan dengan Dara Jingga bisa saja sudah berlangsung di Sumatera sekitar tahun 1286 tersebut (jadi menikah 8 tahun).
  2. Mahesa Anabrang sebagai tokoh juga sangat mungkin beristri lebih dari satu, yang dapat terjadi di Jawa sebelum berangkat ekspedisi (sehingga daftar anak tersebut bukan seluruhnya dari Dara Jingga).
  3. Sepertinya kita butuh rujukan tambahan.
  • Budayawan Ibu Edi Sedyawati (mantan Dirjen Kebudayaan Depdikbud) menyatakan di sini bahwa banyak orang menganggap 'yang tertulis pasti benar', dalam hal historiografi tradisional. Perlu rujuk-silang untuk memutuskan informasi yang mengandung kebenaran, serta menilai tujuan pembuatan teks apakah sebagai dokumen, karya sastra, atau malah fiksi kesejarahan. Urutannya berdasarkan kelugasan:
  1. Prasasti (maklumat penguasa) dan teks manual berkenaan bidang tertentu (pengobatan, penyusunan puisi, arsitektur).
  2. Karya susastra tapi kandungan isinya adalah cacatan sejarah (mis. Negarakretagama: cerita kunjungan Hayam Wuruk ke berbagai daerah).
  3. Fiksi kesejarahan masa lalu (mis. Kidung Ranggalawe, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Sundayana), yang bersifat fiksi meskipun tokoh-tokoh pelaku tertentu di dalamnya adalah tokoh historis.
  • Karena hal-hal tersebut di atas, maka ada asumsi bahwa pemimpin rombongan ekspedisi menurut kidung-kidung dan pemimpin rombongan penyerahan arca menurut prasasti adalah orang yang sama. Seperti yang anda bilang, kedua-duanya adalah pemimpin Singhasari yang 'menyeberang' ke Sumatera. Bila asumsi itu dianggap lemah, maka mungkin judul artikel bisa dibalik yaitu Adwayawarman, dengan referensi kemungkinan nama lain Mahesa Anabrang.

Semoga artikel ini berkembang lebih baik, dengan banyaknya pendapat/kontribusi kita semua. Salam, Naval Scene 20:21, 18 April 2008 (UTC)

Saya sangat berterima kasih atas tanggapan yang diberikan oleh Bung Naval. Insya Allah saya akan mengembangkan artikel Kebo Anabrang ini, di mana identifikasi dengan Adwayawarman akan saya jadikan sebagai salah satu sub judulnya. Tentu saja saya mengharapkan kerja sama dari Bung Naval dan para pembaca lainnya untuk memperbaiki artikel hasil suntingan saya kelak. (Antapurwa 03:33, 24 April 2008 (UTC))

Sama-sama, senang sekali banyak masukan dari anda. Keberatan terbesar saya pada suntingan anda adalah anda terlalu memberatkan kepada referensi kidung, padahal kidung-kidung bertendensi subyektif sehingga sebagai sumber menurut saya harus lebih dilemahkan daripada sumber-sumber lainnya. Yup, setiap ada kesempatan saya akan ikut berkontribusi. Salam, Naval Scene (bicara) 12:40, 15 April 2009 (UTC)

Sesuai dengan janji kesanggupan saya, maka saya telah melakukan pembenahan terhadap artikel di samping. Identifikasi Kebo Anabrang dengan Adwayabrahma saya tempatkan pada salah satu sub judul. Nama-nama anak yang saya tampilkan hanya Mahisa Taruna dan Adityawarman saja. Nama Arya Damar bersaudara tidak saya tulis karena identifikasi antara Adityawarman dengan Arya Damar terbukti keliru. Adityawarman adalah raja Minangkabau sedangkan Arya Damar adalah raja Palembang. Mungkin kapan-kapan giliran artikel Arya Damar yang akan saya perbaiki.

Selain itu, nama yang saya pakai di sini adalah Mahisa Anabrang, bukan Mahesa Anabrang. Dalam kesusastraan Jawa Kuno dan Jawa Pertengahan, termasuk Pararaton dan beberapa kidung, nama yang dipakai adalah Mahisa, misalnya Durgamahisasuramardhini, Mahisa Campaka, ahisa Wonga Teleng, Mahisa Mundarang, Mahisa Anengah, dan tentu saja Mahisa Anabrang.

Sementara itu, istilah Mahesa baru muncul dalam kesusastraan Jawa baru, misalnya naskah-naskah babad dan beberapa novel. Misalnya, Mahesa Nular, Mahesa Jenar, Mahesa Danu, dan Mahesa Sura. Oleh karena itu saya memilih menggunakan nama Mahisa Anabrang, bukan Mahesa Anabrang. Salam hormat (Antapurwa 03:37, 30 April 2008 (UTC))

Halo Bung Antapurwa, apa kabar? :) Bagian "Identifikasi dengan Adwayabrahma" menurut saya masih argumentatif sekali, sedangkan artikel ensiklopedia berciri netral dan tidak beropini. Saya akan mencoba menyuntingnya lagi. Thanks. Salam, Naval Scene (bicara) 12:36, 15 April 2009 (UTC)