Pembicaraan:Pribumi
Bagian baruIni adalah halaman pembicaraan untuk diskusi terkait perbaikan pada artikel Pribumi. Halaman ini bukanlah sebuah forum untuk diskusi umum tentang subjek artikel. |
|||
| Kebijakan artikel
|
||
Cari sumber: "Pribumi" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · HighBeam · JSTOR · gambar bebas · sumber berita bebas · The Wikipedia Library · Referensi WP |
- Penduduk Indonesia yang keturunan Arab, meski bukan dari suku asli, dianggap sebagai pribumi, karena asimilasi dengan etnis Melayu dan ikut berjuang melawan penjajahan.
Mungkin karena ada persamaan agama dengan sebagian besar penduduk 'asli' Indonesia. Namun sebenarnya warga keturunan Arab lebih tertutup daripada keturunan Tionghoa menurut penglihatan saya. Mereka cenderung menikah antar kelompok, sedangkan sebagian besar warga keturunan Tionghoa, yang berada di Jawa, terutama di Jawa Tengah sudah peranakan. Bahkan misalkan di kota Solo tempat asal (orang tua) saya, mereka masih memiliki perkampungan sendiri. Sedangkan warga keturunan Tionghoa meski masih memiliki Pecinan di Semarang atau Solo misalkan, lebih terbuka.
Kalau mengenai warga keturunan India saya kurang tahu sebab saya kurang memiliki kenalan.
Ada satu hal yang agak aneh, yaitu warga yang disebut Indo atau keturunan Belanda (Eropa) biasanya malahan dianggap sebagai pribumi. Mungkin ini semua ada hubungannya dengan pembagian kekuasaan semenjak jaman kolonial dahulu. Meursault2004 22:03, 17 Agustus 2005 (UTC)
- Hmm... mungkin situasi di Jawa agak berbeda dgn yg saya lihat di Medan. Warga Tionghoa di sana masih sangat kental "Chinese"nya. Jujur saja, kalau membandingkan warga Tionghoa di Medan dan Jakarta, memang terlihat kalau hubungan Tionghoa dan "pribumi" di Medan masih agak jauh. Mungkin ini juga karena perbedaan bahasa.
- Kalau begitu apakah artikel ini perlu diperluas mengenai hal ini, soalnya waktu ditulis saya hanya menggunakan berdasarkan apa yg dilihat di Medan? Hayabusa future (bicara) 03:07, 18 Agustus 2005 (UTC)
Saya baru pikir-pikir apakah harus ditulis di sini atau di artikel yang lain. Kembali mengenai situasi warga Tionghoa di luar Jawa. Di Sumatra kemungkinan komunitasnya belum begitu tua (125 tahun?) dan mungkin persepsi penduduk setempat juga berbeda terhadap pendatang (beda bahasa, budaya, agama dll.) sehingga masih kental budaya Tionghoanya. Tapi di Kalimantan Barat sudah ratusan tahun, bahkan mungkin sudah 1000 tahun, tetapi masih lengkat juga. Kalau di Jawa terutama di Jawa Tengah, mereka menggunakan bahasa Jawa dan juga berbaur. Di Jawa Timur warga keturunan Tionghoa juga menggunakan bahasa Jawa atau Madura dan cukup berbaur dengan warga etnis Jawa dan Madura. Cuma kelihatannya warga keturunan Tionghoa pembaurannya agak kurang daripada di Jawa Tengah. Dengan kata lain kelihatannya mereka lebih totok daripada di Jateng. Di Jawa Barat, kelihatannya warga keturunan Tionghoa kurang berbaur dan bersatu dengan warga etnis Sunda. Tapi di Tangerang warga Tionghoa sudah bertani selama ratusan tahun. Memang warga etnis Sunda kuat agamanya. Sementara sebagian besar warga etnis Jawa, terutama yang di Jawa Tengah kelihatannya tidak terlalu perduli terhadap (perbedaan) agama. Mereka kelihatannya lebih perduli terhadap golongan sosial (=feodalisme).
Anyway memang artikelnya sebaiknya dikembangkan. Mungkin diperlukan riset yang mendalam dahulu! Meursault2004 13:10, 21 Agustus 2005 (UTC)
Arab-Indonesia dan warna kulit
[sunting sumber]Saya kurang setuju dengan pemerian tentang suku Arab yang menurut suntingan terakhir oleh Bennylin [1]. Suku Arab tidak dianggap pribumi dan budaya mereka sebenarnya berbeda dengan budaya bangsa "pribumi". Lantas menurut pengamatan pribadi saya, sukubangsa Arab di Indonesia sebenarnya lebih tertutup dan kurang berbaur daripada misalkan suku Tionghoa. Bangsa pribumi secara rasial dekat dengan bangsa Tionghoa dan secara budaya dengan bangsa India. Ingat agama Islampun dibawa ke Nusantara lewat India.
Lalu kepribumian bangsa Indonesia tidak mutlak didasarkan oleh warna kulit. Beberapa suku pribumi Indonesia juga banyak yang kulitnya kuning seperti orang Nias, Dayak, Minahasa dsb. Toh mereka tetap dianggap pribumi dan secara budaya dan bahasa memang berhubungan dengan suku Austronesia lainnya di Indonesia. Meursault2004ngobrol 22:09, 9 Juli 2007 (UTC)
- ini memang istilah yang aneh bin ajaib bin politically incorrect istilah Amerikanya :| bennylin 07:50, 13 September 2007 (UTC)
"Pribumi" sebatas penduduk Indonesia?
[sunting sumber]Setahu saya, istilah "pribumi" (indigenous, inlander) adalah istilah umum yang bisa mengacu ke semua tempat di bumi (atau planet lain, kalau ada), tidak cuma di Indonesia saja. Memang pernah terjadi separasi pada masa politik apartheid diterapkan di Indonesia, dan istilah "pribumi" dipakai, tetapi tidak semestinya pengertian itu ditaruh di bagian awal artikel. Bisa di subjudul tersendiri. Kembangraps 07:55, 2 Oktober 2007 (UTC)
- Pribumi adalah spesies Homo sapiens yang secara garis keturunan diakui keorisinalannya oleh bangsa Indonesia pada umumnya. Bangsa Indonesia mengakui garis keturunan pribumi ditentukan secara patrilineal. Jika leluhurnya laki-laki dari negeri yang bukan termasuk wilayah Nusantara, bukan pribumi namanya. Status pribumi tetap bertahan jika perempuan berasal dari wilayah Nusantara tidak menikah dan tidak mendapat keturunan dari suku bangsa yang bukan dari wilayah Nusantara. Apabila perempuan pribumi melakukan hal tersebut, maka sirna sudah status kepribumian dari generasi yang terlahir dari perempuan tersebut. Jika ingin terciptanya pribumi lagi, generasi berkelamin perempuan yang terlahir dari perempuan seperti tadi dinikahi oleh laki-laki pribumi. Kalau anak dari perempuan tadi laki-laki semua, putuslah harapan untuk menjadi pribumi. Oleh sebab itu terciptalah Acong, Vijay, ataupun Aladdin di Nusantara. Maaf, nama Belanda tidak terdaftar untuk saya contohkan. Mereka sudah membawa hasil benih-benih cinta ke negeri mereka.
External links found that need fixing (Oktober 2023)
[sunting sumber]Hello fellow editors,
I have found one or more external links on Pribumi that are in need of attention. Please take a moment to review the links I found and correct them on the article if necessary. I found the following problems:
- http://www.unhchr.ch/Huridocda/Huridoca.nsf/(Symbol)/E.CN.4.Sub.2.AC.4.1996.2.En?Opendocument is found to be dead. Recommend adding https://web.archive.org/web/20160914000416/http://www.unhchr.ch/Huridocda/Huridoca.nsf/(Symbol)/E.CN.4.Sub.2.AC.4.1996.2.En?Opendocument to the original URL.
- http://www.merriam-webster.com/dictionary/diaspora is found to be dead. Recommend adding https://web.archive.org/web/20110430020138/http://www.merriam-webster.com/dictionary/diaspora to the original URL.
- http://news.xinhuanet.com/english2010/china/2011-04/28/c_13849933.htm is considered to be dead, however has been found to be alive. Recommend removing the dead flag from the URL.
- http://www.iie.com/publications/chapters_preview/365/6iie3586.pdf is considered to be dead, however has been found to be alive. Recommend removing the dead flag from the URL.
- http://www.china.org.cn/e-groups/shaoshu/shao-2-tajik.htm is found to be dead. Recommend adding https://web.archive.org/web/20191219050942/http://www.china.org.cn/e-groups/shaoshu/shao-2-tajik.htm to the original URL.
- http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html is found to be dead. Recommend adding https://web.archive.org/web/20170710134114/http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html to the original URL.
- https://intercontinentalcry.org/indonesia-and-the-denial-of-indigenous-peoples-existence/ is found to be dead. Recommend adding https://web.archive.org/web/20180117190603/https://intercontinentalcry.org/indonesia-and-the-denial-of-indigenous-peoples-existence/ to the original URL.
When you have finished making the appropriate changes, please visit this simple FaQ for additional information to fix any issues with the URLs mentioned above.
This notice will only be made once for these URLs.
Cheers.—InternetArchiveBot (Melaporkan kesalahan) 13 Oktober 2023 05.51 (UTC)