Pendawa, Lebaksiu, Tegal
Pendawa | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Tegal | ||||
Kecamatan | Lebaksiu | ||||
Kode pos | 52461 | ||||
Kode Kemendagri | 33.28.06.2010 | ||||
|
Pendawa merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, provinsi Jawa Tengah, Indonesia
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Dalam Catatan Urutan Kepala desa dan sejarah desa Pendawa, Wangsa prana/Wangsa truna Adalah seorang pemimpin desa Pendawa yang di sebut Bekel,Beliau adalah Putra Dari Raden Wirasari,Salah satu Pasukan Kesultanan Mataram Pada masa Kepemimpinan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Susuhunan Hamangkurat Agung. Raden Wirasari adalah salah satu prajurit yang ikut serta mengamankan perjalanan Rajanya dari Kraton Plered Menuju Tegal bersama Kakaknya,Raden Wirasari mengabdi kepada Kesultanan Mataram layakanya prajurit lainnya yang patuh pada Petinggi dan Rajanya,Setelah tahta Kekuasaan diberikan kepada putra Mahkota,Raden Wirasari mulai menyiapkan daerah yang selama pengabdian dan perjalan menjadi tempat tinggal dan istirahat dirinya bersama beberapa prajurit lainnya di sekitaran Desa Pendawa.
Berbeda cerita antara Kakaknya dengan Raden Wirasari,Kakanya diberi Kepercayaan memimpin daerah yg dekat dengan Seorang Raja,Raden Wirasari memilih menyingkir untuk hidup tenang dan di beri kekuasan wilayah Selatan dan menetap di desa Pendawa,lalu Raden Wirasari mejalani kehidupan di desa pendawa bersama keluarga dan mempunyai anak salah satunya bernama Wangsa Prana.Didalam catatan The Kartasura Dynasty GENEALO menyebutkan,Wangsa prana/Wangsa truna adalah Ayah dari Raden Ayu Gedhong,Istri Kelima dari Sampeyan Dalam Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhanan Prabhu Sri Paku Buwana II,Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid Ud-Din Panatagama.Raden Wangsa prana meneruskan cita-cita dari Orang tuanya memimpin Desa Pendawa dan pada masa hidupnya mengabdi pada Kesultanan Mataram.
Masa Kolonial
[sunting | sunting sumber]Pada Arsip masa Pemerintahan Hindia Belanda Tahun 1887 (Sumber Maps Underconstruction),Pendawa Adalah wilayah yang dikelilingi empat Pedukuhan besar,Dukuhwringin,Dukuhsalam,Dukuhlo,dan Dukuh Babakan, (Universitaire Bibliotheken Leiden Published 1887),Pada era sebelumnya tercatat,Dalam salah satu arsip laporan Pabrik Gula Dukuhwringin Tahun 1857,Pendawa adalah wilayah yang mempunyai lahan cukup luas untuk salah satu sumber pertanian tebu mengikuti wilayah distrik Dukuhwirngin.Dan di dalam arsip disebutkan bahwa Pendawa mempunyai Bekel Bernama Wangsa prana/Wangsa truna,arsip tersebut menjelaskan tentang laporan perkebunan tebu untuk SF. Doekoehwringin) yang diketahui oleh pemimpin setempat. (Sumber Delpher)
Pada Masa Kolonial Tahun 1927,Pendawa pernah menjadi salah satu desa otonomi yang berada di Tegal Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, dari 4 (empat) Desa otonomi Tegal.
Penyelidikan otonomi dilakukan dengan berkonsultasi dengan Pemerintah daerah dengan Pejabat administrasi diadakan di empat desa berikut yang berbeda jenis, yang bisa dianggap memberi gambaran lebih atau kurang untuk mengembangkan masyarakat desa di kabupaten.
Pilihan desa untuk penelitian desa otonomi REGENTSCHAP TEGAL
I. "Slawikoelon", Bagian dari ibu kota kadipaten Slawi,pusat populasi penting dengan pasar regional, dalam waktu dekat,dekat dengan Pabrik Gula Kemanglen dan Pabrik Gula Dukuhwringin .Desa ini, pada tahun 1917 dengan lingkungan desa Slawi wetan dan Pakembaran bersatu, memiliki kemerdekaan lamanya sendiri pada tahun 1927 dengan membelahnya pulih. Ini menghitung 3367 jiwa dimiliki 66 sawah komunal yang dibangun bagian permanen dan pengguna tetap, perbesar 60 membangun taman dan pekarangan dalam kepemilikan individu secara turun-temurun. Ada sekolah desa, yang juga miliknya ke dua desa tetangga yang disebutkan di atas.
ll. "Tegalsari", desa kota (sebagian nelayan, sebagian desa pertanian) di ibu kota Tegal (dalam kabupaten tersebut teraad), yang terdiri dari bawahan (desas lama),terutama Pangan-djaran, Pasengkongan,Todan, Bong dan Keteraberan. desa ini berada di 1917 dengan desas Pendjalan, Mangoendipoeran, Kratonlor dan Asemtiga disatukan menjadi satu desa kota besar, yaitu Redjosari, tetapi pada tahun 1926 dipulihkan dengan membelah kemerdekaan sebelumnya. Ini memiliki 4.545 jiwa dan memiliki 75 pembangunan sawah komunal dengan saham tetap dan penggunaan permanen ceri selain 51 gedung taman dan pekarangan. Sawah disewa oleh Pabrik Gula Pagongan. Kecuali lembaga kredit desa (loembung dan desa bank) ada sekolah desa lain.
lll. "Kedjambon", sebagian kota desa dalam batas-batas wilayah komune dan sebagian lagi dusun (desa lama) Karangdowo-wètan menyangkut pertanian desa,Kedjabmon mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1926, dengan tambahan Karangdawa wètan.menyangkut pertanian desa,memiliki nomor 2642 jiwa dan yang dimilikinya,dari 39 konstruksi sawah dalam kepemilikan komunal dengan saham tetap sebagai tambahan 44 membangun kebun dan pekarangan. Sawah disewa oleh gula Perusahaan Pagongan. Ada sekolah desa,yang juga merupakan bagian dari lingkungan desa milik sendiri. Setelah bersekutu dengan desa Karangdawawetan pada tahun 1917,Slerok Langon dan Kemeduran ke kota besar desa Ka-moeljan, Kedjabmon mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1926, dengan tambahan Karangdawawètan.
IV. "Pendawa", sebuah desa pertanian di distrik Slawi dekat jalan utama bagus dari Tegal ke Banjoemas, memiliki sebanyak 2.395 jiwa, dan memiliki 128 sawah konstruksi bersama dengan bagian tetap dan 63 kebun konstruksi dan mewarisi. Desa ini terdiri dari dusun (desa tua) Pendawa' dan Saimbang. Desa ini menjalankan pasar dan memiliki sekolah desa, bunga desa dan desa bank.Dalam penyelidikan itu juga ada anggota dewan dan beberapa anggota Rukun Tetangga hadir,sehingga informasi yang didapat bisa diverifikasi dan ditambah.
Di dalam Dokumentasi arsip Desa Otonomi,Desa Pendawa mendapatkan prestasi menjadi suatu Desa dengan peningkatan ekonomi dan mampu menjadikan kas desa paling cepat dan tinggi perkembangannya,Di samping pengelolahan tata usaha dan pertanian yang bagus,Desa Pendawa juga tercatat bisa mengembangkan sisi pendidikan yang meningkat terbukti dengan dijalankanya Sekolah Desa,pengelola an Bank desa,Desa Pasar secara berkesinambungan menjadi siklus ekonomi yang meningkat di kelola oleh pemerintah desa
"Dari desa-desa yang diperiksa, hanya Pendawa yang memiliki desa pasar, yang pemanfaatannya selama tahun 1926 hingga 1928 telah menghasilkan laba usaha. dari 102. 9. Retribusi Adat.Retribusi adat tidak sama di semua desa di kabupaten." (Desa Otonomi Hal.274 )
Sumber:DESA-AUTONOMIE ONDERZOEK REGENTSCHAPSVERSLAGEN 1927.
Nama-Nama Pemimpin
[sunting | sunting sumber]No | Kepala Desa | Masa Jabatan | Keterangan | |
---|---|---|---|---|
1 | Raden Wirasari | 1687 - 1721 | Prajurit Kesultanan mataram. | |
2 | Raden Wangsa prana/Wangsa Truna. | 1731 - 1859 | Bekel | |
Masa Pemerintahan Indonesia | ||||
3 | Sujrat/Ranyu | 1859 - 1950 | Bekel | |
4 | Bajuri | 1950 - 1956 | Bekel | |
5 | Saryat | 1956 - 1962 | Bekel | |
6 | Siryad | 1963 - 1974 | Bekel | |
7 | Suwardjo | 1975 - 1989 | Lurah. | |
8 | Sartono | 1999 - 2007 | Lurah. | |
9 | Suwarmo | 1956 - 1962 | Lurah | |
10 | Sartono | 2097 - 2011 | Lurah | |
11 | Darto | 12012 - 2018 | Lurah | |
12 | Suwito | 2019 - 2025 | Lurah |
Tradisi,Seni dan Budaya
[sunting | sunting sumber]Jika berkunjung ke Desa Pendawa tak jarang yang bertanya tentang suatu tempat yang terlihat masih asri lokasinya,banyak pepohonan dan ada salah satu pohon yang rindang menjadi ikon wilayah tersebut. Kenapa??? Karena Pohon besar dan penginggalan leluhur yang ada di wilayah tersebut masih benar benar di jaga dan masyarakat menyebutnya Candi Watu Lumpang.
Situs Watu Lumpang letaknya berada di bawah pohon besar yang menjadi ikon lokasi Candi Watu Lumpang,Lokasi Candi Watu lumpang sangat mudah dicari berada di ujung sebelah barat desa Pendawa Rt 01 Rw 02 Samping sungai.Berdasarkan ciri dan
bentuk situs Watu Lumpang Desa Pendawa,masuk dalam kategori hasil peneliti/atau Ilmuan yang sudah melakukan observasi dan meneliti secara Ilmiah tentang ciri-ciri sebuah peninggalan benda terdahulu dalam bentuk Lingga Yoni,Situs Watu Lumpang Desa Pendawa mempunyai kesamaan ciri bentuk fisik dan letak lokasi suatu benda di temukan mayoritas Lingga Yoni sisa-sisa dari Zaman Megalitik,dan Situs Candi Watu Lumpang dapat dikategorikan peninggalan pra sejarah dari zaman Batu Besar Megalitikum yang masih ada di Pulau Jawa yang biasanya berada di pinggir sungai.
Sebuah benda peninggalan purbakala yang sangat menarik untuk dikunjungi berupa Situs Watu Lumpang yang diperkirakan atau ditaksir kurang lebih berumur 3.931 tahun berdasarkan jenis batuanya.termasuk zaman Megalitikum.
Kebudayaan Zaman Megalitikum
[sunting | sunting sumber]Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke ndonesia melalui 2 gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.Manusia pada zaman batu besar ini sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang terbuat dari batu besar, berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu, dan kepercayaan utamanya adalah animisme. Dinamisme dan Toternisme.
Pengaruh kepercayaan animisme,Dinamisme,Toterniime ini juga masih banyak di anut oleh masyarakat yang hidup pada zaman modern ini, mungkin ini adalah salah satu pengaruh yang disebarkan oleh masyarakat pada zaman megalitikum.
Tradisi Sedekah Bumi
[sunting | sunting sumber]Menjadi sebuah keyakinan turun temurun,bahwasanya rasa syukur kepada sang pencipta adalah hal yang seharusnya dilakukan setiap manusia,Tradisi Malam Syuro adalah tradisi syukuran kepada Sang pencipta di lakukukan masyarakat setempat di area Candi Watu Lumpang dengan Tradisi Sedekah Bumi dan Do'a bersama.