Pendidikan Adab Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Pendidikan Adab Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, lahir dari sebuah gagasan yang beliau sampaikan dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama yang dilangsungkan di kota Makkah, Saudi Arabia pada tahun 1977.[1]
Sejarah Konsep Pendidikan Adab
[sunting | sunting sumber]Pada Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama itu Syed Muhammad Naquib al-Attas mengungkapkan bahwa umat islam hari ini tengah menghadapi dua permasalahan yang sangat besar, yaitu tantangan eksternal yang berkaitan religius kultural dan sosio-pilitik yang datang dari bangsa barat, dan tantangan internal yang terjadi di tengah umat Islam. Untuk tantangan internal ini ada tiga fokus besar yang saling berkesinambungan, yaitu kekeliruan ilmu (confusion of knowledge), hilangnya adab (the loss of adab), dan munculnya pemimpin yang tidak layak memikul amanah di berbagai bidang.[1] Penyebab utama dari tantangan diatas adalah kekeliruan dan kesalahan dalam pemberian ilmu, dan untuk menyelesaikan permasalahan diatas dengan langkah menyelesaikan masalah ini, langkah pertama yang harus kita lakukan dengan menangani masalah hilangnya adab ini, karena tidak ada ilmu yang benar untuk diberikan tanpa menanamkan adab terlebih dahulu kepada penuntut ilmu serta kepada siapa ilmu itu diberikan.[2] Permasalahan the loss of adab harus menjadi perhatian utama, supaya kedepan umat ini bisa memperbaiki konsep keilmuan yang keliru, sehingga tidak lahir pemimpin yang tidak memiliki dalam semua elemen kehidupan. Dalam mengatasi permasalahan the loss of adab ini Syed Muhammad Naquib al-Attas menyampaikan sebuah gagasan pendidikan berbasis adab yang disebut dengan istilah ta’dib. Menurutnya, pendidikan seperti ini akan melahirkan manusia beradab (Insan adabi) yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan berupa perbaikan yang sebenarnya, Insan adabi hanya akan lahir melalui pendidikan berbasis adab.[1]
Tujuan dan Konsep Pendidikan Adab
[sunting | sunting sumber]Gagasan loss of adab didefinisikan Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai “hilang disiplin", kehilangan disiplin ini meliputi berbagai aspek meliputi dari badan, pemikiran, dan jiwa. Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas orang yang memahami dan mengakui posisinya dengan tepat terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan komunitasnya disebut sebagai orang beradab. Pada saat seseorang belum menunjukkan perilaku yang benar terhadap diri dan lingkungannya serta terhadap ilmu pengetahuan, itulah yang didefinisikan hilang adab yang dimaknai sebagai permasalahan dasar yang dialami umat Islam. Sebagai solusi dari permasalahan tersebut adalah "temukan dan terapkan adab dalam kehidupan umat Islam". Proses penanaman adab dalam diri seseorang itulah yang disebut ta'dib (pendidikan). Syed Muhammad Naquib al-Attas mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku yang benar (beradab) untuk memwujudkan keadilan. Pendidikan juga bukan hanya sebagai bentuk pengajaran atau penambahan wawasan, tetapi juga harus berdampak kepada perubahan sikap dan perilaku yang berasal dari ilmu yang benar.[3]
Aplikasi Konsep Pendidikan Adab di ISTAC
[sunting | sunting sumber]Dalam usaha memwujudkan Konsep Pendidikan Adab yang disampaikan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas pada Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama yang dilangsungkan di kota Makkah, Saudi Arabia pada tahun 1977, pada tanggal 1 Desember 1987 setelah pengukuhan Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai Guru Besar Pemikiran dan Peradaban Islam, ia mendirikan International Institute of Islamic Though and Civilization (ISTAC) yang merupakan sebuah badan usaha yang dimiliki oleh Pemerintah Malaysia. ISTAC langsung dipimpin oleh Prof Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas sejak dari tahun 1989 sampai 13 Oktober 2002. Dalam memwujudkan mimpinya, Syed Muhammad Naquib al-Attas langsung memimpin ISTAC dan terlibat di berbagai bidang termasuk pembangunan, kurikulum, konsep, sampai pemilihan dosen dan mahasiswa, hal ini dilakukan semata demi menjaga kualitas institusi pendidikan yang ia pimpin itu. ISTAC yang dipimpin Syed Muhammad Naquib al-Attas memiliki dua tujuan utama yang sesuai dengan tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk melahirkan manusia yang baik, yaitu dijabarkan sebagai berikut:
- Mengkonsptualisasikan, menjelaskan, dan mendefinisikan konsep-konsep penting yang relevan dalam masalah-masalah budaya, pendidikan, keilmuan, dan epistemologi yang dihadapi Muslim pada zaman sekarang ini.
- Untuk memberikan jawaban Islam terhadap tantangan-tantangan intelektual dan kultural dari dunia modern dan berbagai kelompok aliran, agama dan ideologi.
Dua tujuan utama yang dimiliki ISTAC ini selaras dengan konsep adab yang Prof Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas dimana semua itu dilakukan demi memperbaiki peradaban dan tanpa berpikir dengan keuntungan pribadi. Dua tujuan utama yang dimiliki ISTAC ini, Prof Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas berharap para mahasiswa ISTAC agar memahami konsep fundamental keilmuan dalam konsep Islam, kemudian mengamalkannya ilmu yang telah didapatkan di ISTAC guna menjawab tantangan peradaban yang semakin rumit di masa depan.[1]
Aplikasi Konsep Pendidikan Adab di Perguruan Tinggi Indonesia
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, terdapat 3 fungsi dari penyelenggaran pendidikan tinggi dan 4 tujuan dari penyelenggaran pendidikan tinggi, pada pasal 4 terdapat 3 fungsi dari penyelenggaraan pendidikan tinggi, yaitu:[4]
- Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
- Mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma;
- Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
Pada pasal 5 terdapat 4 tujuan dari penyelenggaran pendidikan tinggi yaitu:
- Berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
- Dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
- Dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia;
- Terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.[4]
Berdasarkan fungsi dan tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi pada Undang-undang No. 12 Tahun 2012, terdapat beberapa unsur adab yang disebutkan didalam Undang-undang. Hal ini berarti bahwa, pendidikan tinggi sangat strategis guna menciptakan manusia yang beradab. Manusia yang beradab tersebut bisa diukur dengan kriteria yang disebutkan dalam Undang-undang yaitu : keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, ilmu pengetahuan, penelitian yang bermanfaat dan siap menjalankan pengabdian demi kemaslahatan umat. Sebagai sebuah konsep yang Islami, maka konsep adab berlaku universal. Artinya, bagi umat Islam, konsep ini tidak hanya berlaku di tempat tertentu dan waktu tertentu. Berdasarkan konsep adab Syed Muhammad Naquib al-Attas dan aplikasinya di ISTAC, Dr. Muhammad Ardiansyah langkah praktisnya untuk diaplikasikan perguruan tinggi di Indonesia. Ada enam langkah yang harus dilakukan agar universitas Islam di Indonesia menjadi kampus peradaban yang menjadi model bagi kampus lain dalam mengaplikasikan adab, yaitu:[1]
- Mensosialiasikan tujuan pendidikan sebagai proses menanamkan adab (ta'dib);
- Menyusun kurikulum pendidikan dengan klasifikasi ilmu-ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah;
- Membuat program dan metode pendidikan berdasarkan prinsip al-ta'adub tsumma al-ta'allum;
- Mengoptimalkan peran dosen sebagai muaddib yang peduli dan menjadi teladan;
- Merumuskan sistem evaluasi pendidikan berdasarkan adab dan ilmu;
- Menyiapkan sarana pendukung yang berkualitas internasional.[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f Ardiansyah, Muhammad (2020). Konsep Adab Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Aplikasinya di Perguruan tinggi. Depok: Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Depok. ISBN 9786025235559.
- ^ Naquib al-Attas, Syed Muhammad (2011). Islam dan Sekularisme. Bandung: Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan. ISBN 9786029710205.
- ^ Husaini, Adian (2020). Pendidikan Islam Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045. Depok: Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Depok. ISBN 9786021998595.
- ^ a b "UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diakses tanggal 2022-06-15.