Lompat ke isi

Pendidikan konservasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Definisi Pendidikan Konservasi

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan konservasi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sadar dan dilakukan terus menerus untuk mendidik dan mengubah masyarakat agar dapat mengeksplorasi masalah lingkungan yang melibatkan pemecahan masalah konservasi dan mengambil tindakan untuk memperbaiki lingkungan di masa sekarang dan masa depan berdasarkan pengetahuan, komitmen, motivasi, keterampilan dan nilai-nilai konservasi[1]. Tujuan utama dari pendidikan konservasi adalah menumbuhkan kesadaran serta meningkatkan kepedulian terhadap alam serta mendorong pemulihan dan perlindungan alami[2]. Semua kalangan baik pelajar maupun masyarakat umum bisa mendapatkan pendidikan konservasi. Contoh bentuk pendidikan konservasi bagi masyarakat umum biasa disalurkan melalui kegiatan penyuluhan atau disisipkan dalam pembuatan kesepakatan mengenai lingkungan[3]. Contoh lain dari pendidikan konservasi dapat diberikan pada kalangan pelajar melalui berbagai kegiatan salah satunya kesenian, menurut Othman et al. (2011)[4] sikap positif terhadap lingkungan dapat dibentuk melalui kegiatan seni seperti mural painting.

Sejarah Pendidikan Konservasi

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan konservasi memiliki tujuan penting diantaranya untuk melestarikan, menyelamatkan, memberdayakan dan mendayagunakan. Dengan adanya pernyataan tersebut diharapkan bagi orang yang mempelajarinya untuk memahami, menghormati dan menempatkannya selaras dengan perkembangan dinamika global saat ini. Mengingat betapa pentingnya pendidikan, maka pendidikan konservasi memiliki peran penting dalam mendorong para generasi muda untuk melindungi nilai makna pengetahuan dan kekhasan kehidupan masyarakat[5]. Konservasi memiliki misi dan tujuan untuk membangun sumberdaya alam, manusia mengelolah alam, kemudian alam dapat melayani manusia kembali, dan alam merupakan komoditas yang dapat digunakan dan dikelola oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan[6]. Dengan demikian konservasi dianggap sebagai sebuah penguat antar manusia dan alam guna memenuhi kebutuhan disaat proses pembangunan sumber daya alam berlangsung sehingga timbul simbiosis normatif keanekaragaman budaya dan semakin menguatkan nilai filosofi dari kegiatan tersebut untuk memacu semangat para generasi muda[5].

Manfaat Pendidikan Konservasi

[sunting | sunting sumber]

Zaman sekarang ini, kebutuhan pengetahuan akan konservasi sangat dibutuhkan. Oleh karenanya pendidikan konservasi memiliki peran dalam kegiatan pembelajaran, tujuannya agar dapat menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya menjaga lingkungan dan keanekaragaman makhluk hidup[7]. Pendidikan konservasi diharapkan dapat mengubah pola perilaku dan menggerakan masyarakat dalam kegiatan pelestarian, penyelamatan lingkungan sekitar yang nantinya berdampak bagi kehidupan selanjutnya[8]. Pendidikan konservasi diharapkan dapat membantu mereka yang mempelajarinya untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara efisien dan bertanggung jawab[9]. Manfaat lain dari pendidikan konservasi diharapkan timbulnya pemahaman akan pentingnya lingkungan sehingga masyarakat dapat memahami dan mengerti apa saja yang harus dilakukan dan bagaimana dampak kedepannya bagi kehidupan masyarakat sendiri[10]. Penggunaan media dalam kegiatan pendidikan konservasi diharapkan dapat mendorong perilaku menjaga lingkungan dikarenakan media yang secara langsung dapat menjadi penyalur info, media pembangunan karakter, dapat mengembangkan wawasan diri secara langsung terhadap lingkungan[11]. Manfaat pendidikan konservasi dianggap berjalan baik apabila memenuhi beberapa indikator yang secara tidak langsung terjadi adalah dengan adanya peningkatan ilmu pengetahuan dan perubahan sikap[7].

Pendidikan Konservasi Formal dan Non Formal

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan Konservasi Formal

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan formal menurut PP no. 17 Tahun 2010[12] merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan konservasi merupakan usaha dalam menjaga keanekaragaman hayati yang bertujuan untuk mengenalkan alam kepada masyarakat sedini mungkin dan meningkatkan kesadaran mengenai alam di sekitar kita termasuk juga masalah-masalah yang ada, serta memahami nilai-nilai penting dan luhur mengenai sumber daya alam dan juga ekosistem yang ada[1]. Pendidikan konservasi formal adalah pendidikan konservasi yang dilaksanakan secara formal pada jenjang-jenjang pendidikan yang ada dan dilakukan sedini mungkin untuk meningkatkan kesadaran mengenai alam di sekitar kita. Pendidikan konservasi formal dilakukan sedini mungkin agar anak-anak yang akan menjadi penerus bangsa dan mengelola sumberdaya alam di masa depan nanti akan lebih sadar mengenai alam dan masalah lingkungan yang ada di sekitar.

Pendidikan konservasi secara formal tidak jauh berbeda dengan pendidikan formal pada umumnya. Pada pendidikan konservasi formal, kegiatan belajar mengajar dilakukan dalam kelas sesuai dengan kurikulum sekolah. Pendidikan konservasi formal dapat dilaksanakan dengan cara menyisipkan materi mengenai konservasi dan lingkungan di setiap pelajaran atau dengan cara membuat satu mata pelajaran khusus mengenai konservasi dan lingkungan. Pendidikan konservasi formal perlu memperhatikan kurikulum, guru, sarana prasarana sekolah serta latar belakang para siswa[13]. Pelatihan guru atau pengajar mengenai konservasi dan alam, serta penyusunan silabus dan persiapan lainnya diperlukan dalam melakukan pendidikan konservasi formal.

Contoh Jenjang Pendidikan Konservasi Formal

[sunting | sunting sumber]

Berikut contoh jenjang pendidikan konservasi formal sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010[12]:

  • Taman Kanak-kanak (TK)
  • Raudhatul Athfal (RA)
  • Sekolah Dasar (SD)
  • Madrasah Ibtidaiyah (MI)
  • Sekolah Menengah Pertama (SMP)
  • Madrasah Tsanawiyah (MTs)
  • Sekolah Menengah Atas (SMA)
  • Madrasah Aliyah (MA)
  • Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
  • Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
  • Perguruan Tinggi
    • Akademi
    • Politeknik
    • Sekolah Tinggi
    • Institut
    • Universitas

Pendidikan Konservasi Non-Formal

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan non formal mengacu pada pendidikan yang dilaksanakan di luar kurikulum sekolah formal yang bersifat fleksibel. Pendidikan dan pelatihan non formal dipahami sebagai pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada kualifikasi yang tidak diakui secara langsung oleh otoritas pendidikan nasional yang relevan atau tidak mengarah pada kualifikasi sama sekali[14]. Pembelajaran non formal mencakup berbagai situasi pembelajaran terstruktur yang tidak memiliki tingkat kurikulum, silabus, akreditasi, dan sertifikasi yang terkait dengan pembelajaran formal, tetapi memiliki lebih banyak struktur daripada yang terkait dengan pembelajaran informal, yang biasanya dilaksanakan oleh keluarga dan berlangsung secara alami dan spontan.

Pendidikan konservasi tidak hanya berlaku pada pendidikan konservasi formal yang memiliki acuan pembelajaran berupa kurikulum atau silabus, akan tetapi juga berlaku pada pendidikan konservasi non formal. Melalui pendidikan konservasi formal, pendidikan konservasi non formal, dan pendidikan konservasi informal akan menumbuhkan dan menguatkan sikap peduli dan kesadaran diri peserta didik terhadap lingkungan. Pendidikan konservasi non formal berfungsi sebagai pelengkap dari pendidikan konservasi formal yang dapat mengembangkan potensi dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam menguasai pengetahuan tentang lingkungan hidup. Sasaran dari pendidikan konservasi non formal adalah semua lapisan masyarakat, termasuk siswa tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, serta mahasiswa perguruan tinggi. Oleh karena itu, pendidikan konservasi non formal dikatakan bersifat multi audiens yang tidak memandang dari segi usia saja tetapi juga karakteristik individu dan sosial seperti jenis kelamin dan gender, ras, suku, agama, pekerjaan, latar pendidikan formal, dan sebagainya (Hadi dan Anazifa 2016). Pendidikan konservasi non formal dapat ditempuh melalui lembaga pelatihan, pusat kegiatan belajar masyarakat, sanggar, dan lain-lain.

Pendidikan konservasi non formal dapat diajarkan melalui berbagai cara seperti melibatkan peserta didik untuk melaksanakan praktik lapang dan mengobservasi lingkungan sekitarnya yang dapat dianalisis dan dijadikan bahan diskusi. Menurut Hadi dan Anazifa (2016)[15], lokasi yang dapat dijadikan sebagai objek pembelajaran dalam pendidikan konservasi dapat dimulai dari yang terdekat dengan peserta didik seperti, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, pasar, sungai, tempat pembuangan sampah, hingga ke lingkungan perkotaan ataupun hutan. Topik yang dapat dikaji dan dianalisis dalam pendidikan konservasi dapat berupa pengolahan limbah, baik limbah rumah tangga, industri, atau pertanian, pencemaran lingkungan, pemanasan global, penggundulan hutan, illegal logging, perdagangan ilegal satwa liar, bahkan perburuan liar satwa liar.

Sasaran Pendidikan Konservasi

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan SD

[sunting | sunting sumber]

Karakter konservasi/peduli lingkungan telah memudar dan dampak perbuatan mereka terhadap lingkungan hidup masih kurang diperhatikan, maka dari itu, kepedulian terhadap lingkungan harus ditanamkan ke anak sejak usia dini[16]. Pendidikan konservasi yang dituju kepada siswa Sekolah Dasar memerlukan penyampaian yang mudah dipahami oleh siswa, perlu memperhatikan pemilihan kata yang tepat agar mudah dipahami oleh siswa. Penyampaian materi diberikan dengan penjelasan dan pembelajaran dapat dilakukan dengan permainan. Penggunaan metode Learning by game adalah salah satu inovasi dalam strategi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar. Pada dasarnya siswa sekolah dasar masih menyukai kegiatan bermain dan pembelajaran IPA dengan cara bermain dapat membantu siswa untuk memahami konsep-konsep ilmu pengetahuan alam[17]. Kegiatan pembelajaran selanjutnya yang dapat dilakukan adalah memilah sampah. Setiap siswa diajak melakukan praktik langsung memilah sampah dengan cara mengambil sampah yang sudah dicampur di dalam kantong plastik kemudian memasukkannya ke dalam kantong plastik lain yang sudah diberi tulisan organik dan organik. Pemahaman konservasi juga dapat diberikan melalui kegiatan eksplorasi sumber daya alam hayati di lingkungan sekitar sekolah, dilakukan pengenalan ciri-ciri makhluk hidup, pengamatan siklus metamorfosis serangga, dan budidaya tanaman[18].

Pendidkan SMP

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan konservasi yang dituju kepada siswa SMP diberikan dengan materi yang lebih mendalam. Pelaksanaan pendidikan konservasi di dalam kelas dapat dilakukan dengan: (1) materi atau bahan mengenai pendidikan konservasi dimasukkan ke dalam setiap mata pelajaran yang ada, (2) memadukan atau menyatukan materi pendidikan konservasi ke dalam materi bidang studi atau mata pelajaran tertentu, (3) menyisipkan beberapa pokok bahasan di dalam pembahasan suatu mata pelajaran, dan (4) membuat soal-soal mengenai pendidikan konservasi[19]. Penyampaian mengenai bagaimana cara hidup yang ramah lingkungan ditujukan agar siswa tidak hanya belajar mengenai apa itu konservasi, namun juga bagaimana cara berkontribusi dalam konservasi lingkungan, dan dapat dilakukan dengan metode eksperimen. Metode pembelajaran eksperimen dapat diterapkan sehingga siswa dapat terlibat langsung secara aktif untuk mengamati, mempraktikkan, mempertanyakan, mengumpulkan informasi atau mencoba, mengolah informasi atau mencoba, dan berkomunikasi dengan siswa dan guru agar mendapatkan tanggapan dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa[20]. Materi yang disampaikan dalam metode formal terdiri dari pengenalan ekosistem, keterkaitan antar makhluk hidup melalui rantai makanan, pengaruh aktivitas manusia terhadap makhluk hidup lainnya, serta ketergantungan makhluk hidup terhadap air. Pemilihan materi dapat disesuaikan dengan lingkungan sekitar siswa. Metode ini dilakukan dengan memberikan beberapa karakter penting secara tersirat pada anak-anak melalui aktivitas bermain anak[21].

Pendidikan SMA

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan konservasi untuk siswa SMA dapat diberikan dengan mengajak siswa untuk berpikir kritis. Pembelajaran yang dapat dilakukan diluar dari materi konservasi lingkungan di kelas adalah pembelajaran dengan metode problem based learning (PBL), dilakukan dengan cara melakukan penelitian oleh siswa dan membuat makalah mengenai isu lingkungan yang ada di sekitar sekolah. Problem based learning (PBL) adalah suatu metode yang mengutamakan pemecahan masalah dalam pembelajaran. PBL dipusatkan kepada siswa sehingga siswa secara aktif mampu mencari solusi dan memecahkan masalah-masalah yang diberikan pendidik, peran dari pendidik adalah sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu siswa dalam mengolah pengetahuan[22]. Penelitian dilakukan untuk mengajak mengasah siswa dalam berpikir kritis, penulisan ilmiah, problem solving skills, dan kerja sama. Hasil dari makalah selanjutnya disajikan di depan kelas dan didiskusikan oleh siswa.

Perguruan Tinggi

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan konservasi diajarkan di perguruan tinggi harapannya dapat berguna untuk membangun semangat mahasiswa tentang lingkungan dalam pembangunan berwawasan untuk generasi mendatang. Pendidikan konservasi bagi mahasiswa dapat dilakukan secara akademik maupun non-akademik. Pendidikan konservasi dapat digunakan sebagai pembinaan dan juga pendidikan yang nyata bagi mahasiswa. Menurut Hadi (2020)[23], aspek yang harus ditanam dalam pendidikan konservasi adalah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Aspek kognitif yang dimaksud adalah pemahaman dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Aspek psikomotorik adalah kegiatan yang diterapkan dalam pendidikan konservasi dengan mementingkan keterampilan dan perilaku mahasiswa mengelola lingkungan sekitar. Aspek afektif dilakukan dalam pendidikan konservasi yang melingkupi nilai, sikap, dan komitmen mahasiswa dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan. Materi pendidikan konservasi ini diberikan agar dapat dipahami dan dikembangkan oleh mahasiswa. Cara agar dapat terwujudnya pendidikan konservasi adalah sadar terhadap apa yang harus dilakukan, meninjau kegiatan dengan baik, dan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan konservasi. Sebagai mahasiswa, kita mempunyai tanggung jawab untuk meninjau, menjaga, mendukung, dan melakukan koordinasi dalam kegiatan pendidikan konservasi ini.

Masyarakat Umum

[sunting | sunting sumber]

Pendidikan konservasi sangat penting diberikan kepada masyarakat. Pendidikan konservasi dapat dilakukan melalui kegiatan usaha tani yang berkelanjutan. Kegiatan tersebut akan memberikan pengukuhan akan sikap dan perilaku suatu kelompok atau individu masyarakat dalam upaya menegakkan dan mempertahankan fungsi sosial, ekonomi dan ekologi. Program pendidikan konservasi ini dapat dikembangkan oleh lembaga masyarakat berbasis konservasi dan melakukan program pendidikan konservasi melalui kegiatan yang produktif dan sistematis[24]. Program pendidikan konservasi ini didasarkan oleh potensi kawasan, tuntutan pasar, dan keinginan masyarakat dalam menjaga alam. Program ini berfokus pada upaya pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap ekonomi dan fungsi ekologis. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu penyediaan sarana produksi, pembinaan kelembagaan, perencanaan partisipatif, pemasaran dan distribusi, pemungutan hasil dan pengelolaan, serta monitoring. Kegiatan ini harus memenuhi asas pengelolaan pemanfaatan, seperti keseimbangan nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan, memiliki keserasian dan keterpaduan, mempunyai manfaat umum, berkeadilan, berkemandirian, profesional, serta dapat mendorong partisipasi[25]. Program pendidikan konservasi umumnya dibuat untuk jangka pendek namun berkelanjutan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Rachman, M (2012). "Konservasi nilai dan warisan budaya". Indonesias Journal of Conservation. 1 (2): 30–39. 
  2. ^ Susilo, H; Prasetyo, AP; Ngabekti, S (2016). "Pengembangan desain pembelajaran ipa bervisi konservasi untuk membentuk sikap peduli lingkungan". Unnes Science Education Journal. 5 (1): 1065–1069. 
  3. ^ Sayektiningsih, T; Meilani, R; Munstasib, EKSH (2008). "Strategi pengembangan pendidikan konservasi pada masyarakat suku tengger di desa enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru". Media Konservasi. 13 (1): 32–37. 
  4. ^ Othman, R; Harun, R; Muda, A; Rashid, N; Othman, F (2011). "Environmental education through mural painting activities as to enhance secondary school students' knowledge and awareness on environment". World Applied Sciences Journal. 14: 101–106. 
  5. ^ a b Huda, K; Feriandi, YA (2018). "Pendidikan konservasi perspektif warisan budaya untuk membangun history for life". Sosial Politik Humaniora. 6 (2): 329–343. 
  6. ^ Suharjito, D; Saputro, GE (2008). "Modal sosial dalam pengelolaan sumberdaya hutan pada masyarakat Kasepuhan, Gunung Kidul". Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 5 (4): 317–335. 
  7. ^ a b Purmadi, RM; Santika, DMJ; Wulandari, AS (2020). "Pentingnya pendidikan konservasi untuk menjaga lingkungan hidup (studi kasus di Desa Cidahu, Kabupaten Kuningan)". Pusat Inovasi Masyarakat. 2 (4): 602–606. 
  8. ^ Listiana, I (2016). Analisis Pelaksanaan Pendidikan Konservasi dengan Perilaku Peduli Lingkungan pada Mahasiswa Jurusan Geografi sebagai Kader Konservasi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 
  9. ^ Morar, F; Peterlicean, A (2012). "The role and importance of educating youth regarding biodiversity conservation in protected natural areas". Procedia Economics and Finance. 3: 1117–1121. 
  10. ^ Ibda, H (2017). Media Pembelajaran Berbasis Wayang (Konsep dan Aplikasi). CV. Pilar Nusantara. 
  11. ^ Utina, S; Nusantari, E; Katili, AS; Tamu, Y (2018). Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir Penerapan Pendidikan Karakter Konservasi. CV Budi Utama. 
  12. ^ a b [PP] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. 2010.
  13. ^ Muntasib, EKSH (1998). Ekoturisme yang Mendukung Pendidikan Konservasi di Taman Nasional. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan. 
  14. ^ Cedefop (2015). Unequal Access To Job-Related Learning: Evidence From The Adult Education Survey. Publications Office. 
  15. ^ Hadi, RF; Anazifa, RD (2016). "Pendidikan lingkungan nonformal sebagai upaya meningkatkan sikap peduli lingkungan pada siswa". Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education): 647–658. 
  16. ^ Ridlo, S; Irsadi, A (2012). "Pengembangan nilai karakter konservasi berbasis pembelajaran". Jurnal Penelitian Pendidikan Unnes. 29 (2): 124062. 
  17. ^ Sari, TA; Soenarno, SM (2018). "Pendidikan dan Pelatihan Konservasi Alam Bagi Siswa dan guru SD melalui Metode Learning by Game". Prosiding Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Yogyakarta. 
  18. ^ Edi, Nugroho K; Margareta, R; Abdullah, Muhammad (2018). "Pendidikan Konservasi Berbasis Jelajah Alam Sekitar (JAS) di Sekolah Dasar Se-Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang". Rekayasa. 16 (2): 187–192. 
  19. ^ Rachmawati, E (2000). Pendidikan Konservasi di Taman Nasional Gunung Halimun. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 
  20. ^ Mansyur, YA; Kartimi; Roviati, E (2016). "Penerapan pendekatan saintifik berbasis konservasi pada materi keanekaragaman makhluk hidup untuk meningkatkan hasil belajar siswa di SMPN 1 Gempol". Scientiae Educatia: Jurnal Sains dan Pendidikan Sains. 5 (1): 61–70. 
  21. ^ Fidela, Alifah; Rahmi, Muslimatul DN; Rahayu, Istie S (2020). "Pengenalan Konservasi Melalui Program Forester Education di Desa Jerukwangi, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara". Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat. 2 (4): 622–626. 
  22. ^ Purwanto; Siregar, S (2016). "Pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok dan suhu dan kalor di kelas X semester II SMA Negeri 11 Medan". Jurnal Ikatan Alumni Fisika Universitas Negeri Medan. 2 (1): 2461–1247. 
  23. ^ Hadi, S (2020). "Pergeseran Etika Komunikasi Era 4.0 dalam Dunia Pendidikan". Prosiding Webinar Pendidikan: 54–68. 
  24. ^ Sutarman (2013). "Pendidikan Konservasi Sumberdaya Alam dalam Pemanfaatan Agroekosistem Berkelanjutan". Seminar Nasional Pendidikan: Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 
  25. ^ Suprayitno (2008). Teknik Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Bogor: Pusdiklat Kehutanan – Departemen Kehutanan RI.