Pengungsian Rakyat Vietnam di Indonesia
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Pengungsian Rakyat Vietnam di Indonesia terjadi setelah runtuhnya Vietnam Selatan pada tahun 1975.
Awal mula
[sunting | sunting sumber]Pulau Galang, salah satu wilayah Kepulauan Riau beberapa puluh tahun lalu, tepatnya tahun 1975 hingga 1996 berdiri kamp pengungsian Vietnam yang menyeberang menjadi manusia perahu akibat perang saudara. Pengungsian besar-besaran dari Vietnam akibat kalahnya pasukan Amerika Serikat dan berkuasanya rezim komunis Vietkong, membawa sebagian pengungsi tersebut ke Pulau seberang pulau Bata Erahu Kayu, mengarungi Samudra luas untuk bisa sampai ke sini.[1] Kisah ini dimulai 29 April 1975, saat dimulainya pengungsian besar-besaran pasukan Amerika Serikat beserta ratusan ribu warga Vietnam, yang disebut Operasi Frequent Wind.[1]
Meninggalkan negaranya, walaupun harus melalui samudra yang ganas, adalah satu-satunya pilihan bagi warga Vietnam, daripada mati oleh Tentara Komunis Vietkong.
Transportasi pengungsian
[sunting | sunting sumber]Kapal yang mereka gunakan adalah kapal kayu kecil sebesar kira-kira satu buah bis. Satu kapal diisi sekitar 75 orang. Mereka berdesak-desakkan di dalam perahu kecil dan berpikir bagaimana bisa secepatnya keluar dari Vietnam.
Setelah kurang lebih selama satu bulan berlayar mengarungi Samudera, tibalah rombongan pertama dari manusia perahu Vietnam ini pulau Natuna di wilayah kepulauan Riau sekarang pada tanggal 21 Mei 1975. Mereka berjumlah 75 orang menumpang satu buah perahu kayu.
Menyusul setelah itu, gelombang para pengungsi Vietnam ini semakin lama semakin banyak hingga akhirnya menjadi permasalahan di beberapa negara tetangga Vietnam, yaitu Malaysia, Thailand dan Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun kemudian turun tangan. Organisasi PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR mengadakan rapat beberapa negara di Bangkok yang akhirnya menetapkan menjadikan satu pulau di Indonesia untuk dijadikan tempat pengungsian.
Dipilihlah pulau Galang yang relatif masih kosong untuk dijadikan tempat pengungsian. Pulau Galang yang luasnya 250 ha itu kemudian diambil 80 ha untuk dijadikan kawasan pengungsian. Manusia perahu Vietnam yang tersebar di beberapa kepulauan akhirnya disatukan di Pulau Galang. Dari hasil penyatuan di berbagai tempat itulah terkumpul hingga 250 ribu jiwa, sebuah jumlah yang sangat dahsyat besarnya.[2]
Fasilitas pengungsian
[sunting | sunting sumber]Kawasan pengungsian ini lumayan lengkap. Selain fasilitas barak-barak pengungsian, terdapat juga rumah sakit, sekolah, rumah ibadah berbagai agama secara lengkap, pemakaman umum, bahkan terdapat juga penjara bagi orang-orang yang melakukan kejahatan.[2]
Wilayah pengungsian ini dibuat eksklusif, tertutup bagi orang luar, kecuali fasilitas rumah sakit di mana masyarakat umum bisa menggunakan fasilitas tersebut secara gratis. Urusan keamanan diserahkan kepada pihak TNI Polri yang diawasi secara ketat oleh PBB.
Sebagai sebuah wilayah pengungsian, fasilitas yang ada termasuk lengkap. Sistem pengairan air bersih dibuat melalui pipa-pipa cukup besar dari mata air di luar pulau. Sistem kelistrikan juga baik, dilihat dari tiang-tiang listrik yang masih berdiri hingga sekarang.
Bagi para profesional seperti dokter, mereka langsung dilibatkan di rumah sakit, lebih tepat disebut klinik kesehatan. Mereka sedapat mungkin disalurkan sesuai keahlian. Sementara bagi yang tidak punya keahlian, diperbantukan untuk membangun rumah dan fasilitas pendukungnya.
Dana pengungsian
[sunting | sunting sumber]Indonesia sanggup ataupun mau membiayai para pengungsi yang jumlahnya mencapai 250 ribu orang tersebut. UNHCR membantu dalam membiayai juga, tentu saja sumber dana mulai dari pulau yang gratis hingga akomodasi yang lain.
Seluruh biaya hidup orang-orang di pengungsian ini ditanggung Indonesia dan PBB. Makan sehari-hari, pendidikan, hingga kesehatan dijamin oleh lembaga NKRI.[3] Kamp pengungsian itu berjalan selama kurang lebih 16 tahun. Setelah perang berakhir pihak UNHCR berniat memulangkan mereka ke Vietnam. Namun ternyata tidak mudah. Para pengungsi yang ingin dipulangkan melakukan protes berbagai hal. Menurut cerita Pak Said, penjaga museum sekarang, mereka menenggelamkan perahu yang sudah dimiliki, bahkan beberapa orang melakukan bunuh diri.
Peninggalan dari pengungsian
[sunting | sunting sumber]Hingga sekarang, yang tersisa dari itu semua adalah museum dan bangunan tua yang tidak terawat dibiarkan rusak begitu saja. Tampak rongsokan mobil teronggok di berbagai pelataran bangunan. Satu bangkai motor Suzuki Chrystal tahun 1995 terlihat di depan museum. Wilayah penampungan pengungsi Vietnam di Pulau Galang Batam ini sebenarnya merupakan sejarah yang sangat menarik. Cerita tragis dan heroisme para manusia perahu ini sebenarnya bisa mengalahkan cerita Rambo ala Amerika yang mengambil setting dan tempat kejadian di Negara yang sama.[3]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Melihat Sejarah Memilukan Pengungsi Vietnam Dengan Berwisata Ke Pulau Galang, Batam" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-14.
- ^ a b "Sejarah Pulau Galang & Misteri Kampung Vietnam Batam | Wisatalova". Wisatalova (dalam bahasa Inggris). 2016-05-26. Diakses tanggal 2017-12-14.
- ^ a b [ https://nasional.tempo.co/read/58546/napak-tilas-pengungsi-vietnam], Pengungsi Vietnam, 13 Desember 2017