Lompat ke isi

Pentingnya Sejarah sebagai Landasan Etos Bangsa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejarah adalah kajian tentang peristiwa dan kejadian yang terjadi di masa lampau, terutama yang berkaitan dengan manusia. Sejarah juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat di masa lampau.

Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu sajarah yang berarti pohon. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut tarikh. Kata sajarah dalam bahasa Arab berkembang menjadi syajarah dalam bahasa Melayu, dan akhirnya menjadi istilah sejarah dalam bahasa Indonesia. [1]

Sejarah memegang kunci historis yang mampu menjelaskan peristiwa – peristiwa sosial dan budaya tertentu di masa lalu. Pakar Ahli sejarah atau yang biasa dikenal dengan Sejarawan menganggap bahwa pengetahuan tentang tanggal dan peristiwa merupakan bagian konten penting dalam sejarah, dan biasa disebut dengan pengetahuan tingkat pertama. Selanjutnya, dijelaskan tentang pengetahuan tingkat kedua yang dikenal sebagai konsep kunci sekunder khusus subjek atau meta – konsep, dan disiplin ilmu sebagai konsep yang digunakan untuk membantu dalam mengorganisir pengetahuan dalam bidang studi.[1]

Sejarah memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter dan etos bangsa. Dalam konteks pemahaman sejarah, tidak hanya berfungsi sebagai catatan masa lalu, tetapi juga sebagai fondasi untuk membangun identitas dan moralitas bangsa. Sejarah menjadi bagian yang tidak terlupakan dalam pembentukan suatu peradaban bangsa. Dalam konteks ini, sejarah menjadi cikal bakal dalam pembentukan landasan etos bangsa. Sejarah perjuangan Indonesia merupakan bentuk kontinuitas, dari suatu perjuangan generasi yang satu kepada generasi selanjutnya yang akan melanjutkan.[2]

Pembentukan Karakter Etos Bangsa

[sunting | sunting sumber]

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.  Pembentukan karakter bukanlah hal yang mudah, karena didalamnya membahas mengenai budaya dan adat yang berlaku serta nilai – nilai (value) yang diperjuangkan di dalamnya, baik nilai moral, adat istiadat, nilai agama, dan masih banyak lagi.

Sejarah mengandung nilai-nilai pendidikan yang mendidik dan membentuk karakter individu serta masyarakat. Melalui pemahaman sejarah, generasi muda diajarkan untuk menghargai perjuangan pendahulu mereka, yang pada gilirannya dapat membentuk sikap dan perilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Amirullah, sejarah mengandung nilai-nilai logis dan etis yang dapat mengembangkan cara berpikir dan merasa masyarakat.

Peranan sejarah dalam pembentukan karakter bangsa berkaitan erat dengan fungsi-fungsi yang terkandung dalam karya sejarah, memuat nilai-nilai pendidikan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan. Sejarah dalam makna pendidikan memiliki tujuan membentuk individu yang berakhlak mulia, berperilaku baik, serta memiliki pandangan yang benar, melalui proses membimbing dan mengarahkan perkembangan setiap individu dalam suatu komunitas. Hal ini dilakukan dengan mengajarkan sejarah melalui contoh nyata, teori, dan praktik yang relevan dalam kehidupan masyarakat, seni, serta keagamaan yang berakar pada budaya.

Secara historis, pembangunan karakter bangsa dimulai dari nilai-nilai luhur budaya yang diajarkan oleh orang tua, pendidik, pemerintah, dan tokoh masyarakat. Kesadaran sejarah memainkan peran penting dalam memberikan arahan dan membentuk akhlak serta jiwa generasi muda sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat (long life education).

Refleksi Nilai Luhur dalam Sejarah

[sunting | sunting sumber]

Pendidik sejarah memiliki refleksi nilai luhur yang didalamnya menanggung tanggung jawab moral untuk mencerdaskan anak bangsa dan proses integrasi bangsa. Seperti pernyataan yang disampaikan oleh Soedjatmoko,

“Suatu bangsa yang sedang membangun, suatu bangsa yang sedang berjuang, tidak bisa lain daripada melangkahkan kakinya pada jalan yang disinari oleh cita-citanya, dengan penuh kesadaran tentang yang sudah yaitu sejarahnya”

Penggalian sejarah yang dilakukan oleh para pendiri bangsa Indonesia menjadi dasar bagi pembentukan negara dan pandangan hidup yang terwujud dalam Pancasila. Nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam Pancasila, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan, berfungsi sebagai landasan untuk membangun integrasi bangsa. Berdasarkan nilai-nilai ini, karakter generasi muda dapat dikembangkan secara positif dan kreatif. Penting untuk dicatat bahwa realitas sejarah masa lalu tidak memiliki makna yang signifikan sebelum ditafsirkan dan dimaknai oleh manusia. Oleh karena itu, pemahaman tentang perjalanan sejarah bangsa dalam proses membangun identitas nasional harus dipahami bersama sebagai memori kolektif dan sumber inspirasi untuk mencapai cita-cita bangsa.[3]

Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sejarah Indonesia, seperti Pancasila, harus dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menanamkan nilai-nilai ini melalui pendidikan sejarah, diharapkan generasi mendatang dapat meneruskan semangat perjuangan para pendahulu.[4]

Kesimpulan

[sunting | sunting sumber]

Merupakan kewajiban bagi kita bersama membangun pola pikir dan etos kerja yang lebih berkualitas. Untuk itulah “kebhinekaan” yang sudah lama menjadi karakter bangsa layak dikembangkan sebagai salah satu komponen soft skill yang dimiliki bangsa Indonesia dalam percaturan globalisasi. Kebiasaan dalam keberagaman memudahkan tumbuhnya pola pikir terbuka serta dikap inklusif yang potensial melahirkan lahirnya pemikiran dan kreatvitas baru yang unggul sebagaimana pertemuan galur murni yang berbeda yang dapat menghasilkan bibit-bibit unggul.

Bangsa Indonesia ke depan dapat menjadi bangsa yang maju dan sejahtera tatkala warga negaranya cerdas dan berkarakter. Kecerdasan memungkinkan kreativitas, daya cipta dan penemuan berkembang secara pesat. Berkarakter dicirikan oleh rasa ingin tahu, kuriositas, yang diiringi dengan disiplin, teliti, tidak mudah menyerah sehingga memungkinkan terlibat dalam inventivitas sehingga dapat menjadi kelompok kecil yang kreatif dalam mempelajari peradaban masa lampau serta menerawang dan memperjuangkan peradaban kedepan yang lebih baik.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Sejarah". 
  2. ^ "PEDAGOGI HATI: MODEL PAK SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK BAGI WARGA GEREJA DI INDONESIA". 
  3. ^ Hariyono, Hariyono (2018-06-30). "Pendidikan Sejarah dan Karakter Bangsa Sebuah Pengantar Dialog". Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 1–22. ISSN 2622-1837. 
  4. ^ Khairi, Rizka; Marito, Sulaikha Sulaikha; Ibrahim, Nurul Fadhila (2024-05-09). "PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA". JURNAL TIPS JURNAL RISET, PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 7–17.