Lompat ke isi

Penyertaan (hukum pidana)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penyertaan (bahasa Belanda: deelneming) adalah sebuah istilah hukum yang mengacu pada keikutsertaan (mededaderschap) dan pembantuan (medeplichtigheid) seorang dalam melakukan suatu tindak pidana.

Penyertaan menurut hukum pidana Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Seorang yang melakukan tindak pidana dalam hukum pidana Indonesia adalah orang yang secara sendiri telah memenuhi segala unsur dalam suatu rumusan tindak pidana. Orang ini disebut orang yang melakukan (pleger). Ia dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana. Akan tetapi, pelaku ini tidak selalu bekerja sendiri. Seringkali suatu tindak pidana dilakukan oleh beberapa pelaku, atau, dari seseorang, orang lain dapat melakukan kejahatan itu. Bentuk-bentuk penyertaan terdapat dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

Pasal 55 KUHP Indonesia menyebutkan bahwa pelaku yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doen pleger), turut serta melakukan (medepleger), dan menganjurkan atau menggerakan melakukan (uitlokker), dipidana sebagai pembuat (dader).

Pasal 56 KUHP Indonesia menyebutkan bahwa pelaku yang sengaja memberi bantuan pada saat kejahatan dilakukan (medeplichtigheid bij een misdrijf) dan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan (medeplichtigheid tot een misdrijf), dipidana sebagai pembantu (medeplichtige).

Kedua pasal ini, beserta dengan jenis-jenis penyertaan yang terdapat dalam masing-masing pasal-pasal tersebut, memberikan pertanggungjawaban yang berbeda sehingga menyebabkan hukuman pidana yang berbeda pula.

Bentuk-bentuk penyertaan

[sunting | sunting sumber]

Penyertaan dalam bentuknya dapat dibagi menjadi dua, dalam hal ini penyertaan dapat dibagi sebagai berikut:

  1. Bentuk penyertaan berdiri sendiri, hal yang dapat dikategorikan sebagai peyertaan berdiri sendiri adalah mereka yang melakukan dan turut serta dalam berbuat tindak pidana, pertangungjawaban masing-masing pelaku dapat dinilai dan dihagai masing-masing atas segala tindakan yang diperbuatnya
  2. Bentuk penyertaan yang tidak berdiri sendiri, dalam hal ini yang dimaksud dari panyertaan yang tidak berdiri sendiri adalah mereka yang dianggap sebagai pembujuk, pembantu, dan sebagai penyuruh untuk melakukan suatu perbuatan pidana. Pertanggungjawaban dari perbautan ini yang mana yang satu digantungkan pada perbuatan pelaku lainnya.[1]

Jenis-jenis penyertaan

[sunting | sunting sumber]

Menyuruh melakukan (doen plegen)

[sunting | sunting sumber]

Menyuruh melakukan (bahasa Belanda: doen plegen) dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55. (1) Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Turut serta melakukan (medeplegen)

[sunting | sunting sumber]

Turut serta melakukan (bahasa Belanda: mede plegen) dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55. (1) Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Menganjurkan melakukan (uitlokking)

[sunting | sunting sumber]

Menggerakan atau menganjurkan melakukan (bahasa Belanda: uitlokking) dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55. (1) Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: ke-2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan;

Mengenai pembatasan tanggung jawab si pengajur terdapat dalam Pasal 55 ayat (2) KUHP Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55. (2) Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Unsur-unsur penyertaan

[sunting | sunting sumber]

Pada KUHP menjelaskan bahwa terdapat dua unsur dari pernyertaan (delneming), unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Unsur objektif, pada unsur ini dikatakan bahwa menganjurkan sesorang untuk melakukan suatu perbuatan dengan berbagai cara, yaitu sebagai berikut: a. Memberikan sesuatu, b. Menjanjikan sesuatu, c. Menyalahgunakan kekuasaan, d. Menyalahgunakan martabat, e. Dengan kekerasan, f. Dengan penyesatan, g. Dengan ancaman, h. Dengan memberi kesempatan, i. Dengan memberi sarana, j. Dengan memberikan keterangan.
  2. Unsur Subjektif (Dengan sengaja), berikut adalah hal-hal yang dapay dikategorikan sebagai unsur subjektif dalam penyertaan, yaitu sebagai berikut. a. Adanya hubungan batin (kesengajaan) dengan tindak pidana yang hendak diwujudkan, disini dapat diartikan bahwa adanya kepentingan dalam terwujudnya suatu perbuatan pidana tersebut, b. Adanya hubungan batin dengan pelaku lainnya seperti mengetahui perbuatan yang terjadi antara dengan pelaku lainnya.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]


  1. ^ Hardicky, Nilvany (2024). Pengantar HUkum Pidana (KUHP & Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023). Pekanbaru: Deepublish. hlm. 126. ISBN 978-623-02-9657-4. 
  2. ^ Hardicky, Nilvany (2024). Pengantar Hukum Pidana (KUHP & Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023). Pekanbaru: Deepublish. hlm. 126–127. ISBN 978-623-02-9657-4.