Perang Inggris–Skotlandia (1650–1652)
Perang Inggris-Skotlandia (1650–1652) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Tiga Negara | |||||||||
Cromwell di Dunbar, karya Andrew Carrick Gow | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Skotlandia | Inggris | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Oliver Cromwell |
Perang Inggris-Skotlandia tahun 1650–1652 atau Perang Saudara Inggris III adalah konflik terakhir dalam Perang Tiga Negara, rentetan bentrok senjata dan intrik politik di antara faksi-faksi keagamaan dan politik dengan keberpihakan yang suka berubah-ubah di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia.
Pada tahun 1650, pemerintah Persemakmuran Inggris mengerahkan Angkatan Bersenjata Model Baru menyerbu Skotlandia demi menjegal upaya Raja Charles II menginvasi Inggris lewat pengerahan angkatan perang Skotlandia. Perang Saudara Inggris I dan II yang berkecamuk dari tahun 1642 sampai 1648 merupakan perang perebutan kekuasaan di antara golongan Royalis yang memihak Raja Charles I dan golongan Parlementer. Sesudah golongan Royalis terkecundang untuk kedua kalinya, pemerintah Inggris, yang kesal dengan sikap bermuka dua Raja Charles I dalam berunding, mengeksekusi mati sang raja pada tanggal 30 Januari 1649. Selain menjadi kepala negara Inggris, Raja Charles I juga adalah kepala negara Skotlandia, sebuah negara merdeka dan berdaulat pada masa itu. Skotlandia mendukung golongan Parlementer pada perang saudara yang pertama, tetapi mengerahkan angkatan perangnya untuk membantu Raja Charles I pada perang saudara yang kedua. Parlemen Skotlandia, yang tidak diajak bermusyawarah sebelum eksekusi mati tersebut dilaksanakan, mempermaklumkan putra mendiang, Charles II, sebagai Raja Britania.
Skotlandia lekas-lekas membentuk angkatan perang pada tahun 1650. Lantaran merasa terancam, para petinggi Persemakmuran Inggris mengerahkan Angkatan Bersenjata Model Baru yang dipanglimai Oliver Cromwell untuk menginvasi Skotlandia pada tanggal 22 Juli. Angkatan perang Skotlandia yang dipanglimai David Leslie mundur ke Edinburgh dan berusaha mengelak pertempuran. Sesudah sebulan bermanuver, tanpa disangka-sangka Cromwell memimpin angkatan perang Inggris melancarkan serangan dari Dunbar pada malam hari tanggal 3 September dan berhasil menimpakan kekalahan telak ke atas angkatan perang Skotlandia. Pejuang-pejuang Skotlandia yang selamat lantas menyingkir dari Edinburgh dan berlindung di Stirling, kota yang stategis letaknya di daerah tanah genting. Kendati sudah kuat bercokol di selatan Skotlandia, angkatan perang Inggris tak kunjung berhasil menembus pertahanan Stirling. Sesudah menyeberangi Kuala Forth dengan perahu-perahu yang dirancang khusus pada tanggal 17 Juli 1651, angkatan perang Inggris menggempur dan mengalahkan angkatan perang Skotlandia di Inverkeithing pada tanggal 20 Juli. Kemenangan Inggris membuat pasukan Skotlandia yang bertahan di Stirling tersekat dari sumber pasokan perbekalan maupun bala bantuan.
Dengan keyakinan bahwa satu-satunya pilihan lain adalah menyerah, Charles II melancarkan invasi ke Inggris pada bulan Agustus. Cromwell diuber-uber, beberapa tokoh Inggris berbalik memihak raja, dan pemerintah Inggris membentuk satu angkatan perang berkekuatan besar. Cromwell memancing sisa-sisa pejuang Skotlandia ke Worcester pada tanggal 3 September, menghancurkan kekuatan tempur mereka sampai tuntas, dan dengan demikian menyudahi Perang Tiga Negara. Charles II termasuk salah seorang di antara segelintir pejuang Skotlandia yang selamat. Kenyataan bahwa rakyat Inggris rela berjuang bahkan berjaya membela pemerintahan yang bertatanan republik kian mengukuhkan posisi rezim baru. Pemerintahan Skotlandia dibubarkan dan wilayahnya disatukan dengan wilayah Persemakmuran Inggris. Sesudah melewati berbagai konflik internal, Cromwell akhirnya tampil menjadi kepala pemerintahan sekaligus kepala negara Persemakmuran Inggris dengan gelar Tuan Pelindung. Konflik internal yang timbul menyusul kematian Cromwell berakhir dengan dinobatkannya Charles II menjadi Raja Inggris pada tanggal 23 April 1661, dua belas tahun sesudah penobatannya di Skotlandia, dan dengan demikian paripurnalah perjuangan pemulihan daulat raja-raja wangsa Stuart.
Terminologi
[sunting | sunting sumber]Beberapa sejarawan menyebut perang ini sebagai Perang Saudara Inggris III karena terjadi menyusul Perang Saudara Inggris I dan II,[1] tetapi pandangan semacam itu sudah disanggah. Di mata John Philipps Kenyon dan Jane Ohlmeyer, konflik ini tidak semata-mata berkaitan dengan Inggris, sehingga tidak dapat dianggap sebagai bagian dari Perang Saudara Inggris.[2] Sejarawan Austin Woolrych berpandangan bahwa konflik ini hampir seluruhnya adalah konflik di antara angkatan perang Skotlandia dan angkatan perang Inggri, dan sedikit sekali prajurit Inggris yang berjuang di pihak raja dalam pertempuran pamungkas di Worcester, sehingga "sungguh-sungguh menyesatkan" jika konflik ini disebut sebagai Perang Saudara Inggris.[1] Kendati sudah pasti merupakan bagian dari Perang Tiga Negara, alih-alih kelanjutan dari Perang Saudara Inggris, konflik ini adalah perang antara negara Skotlandia di bawah rezim golongan Pejanji yang dikepalai Raja Charles II melawan negara Persemakmuran Inggris.[2][3][2][3]
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Perang Uskup dan Perang Saudara Inggris
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1639, dan sekali lagi pada tahun 1640, Raja Charles I, kepala negara Skotlandia merangkap kepala negara Inggris, memerangi Skotlandia dalam Perang Uskup. Sengketa raja lawan kawula ini terjadi lantaran rakyat Skotlandia tidak bersedia menuruti kemauan Charles I untuk mereformasi gereja Skotlandia agar selaras dengan amalan-amalan keagamaan di Inggris.[4] Sang raja gagal mewujudkan niatnya, bahkan harus menandatangani kesepakatan yang mengukuhkan kekuasaan golongan Pejanji atas pemerintahan Skotlandia, mewajibkan semua pejabat maupun anggota parlemen dan rohaniwan untuk menandatangani Perjanjian Kebangsaan, serta memberi Parlemen Skotlandia wewenang untuk menyetujui atau memecat semua penasihat Raja Skotlandia.[5] Sesudah bertahun-tahun lamanya bersitegang, hubungan baik Raja Charles I dengan Parlemen Inggris akhirnya retak, sehingga berkobarlah Perang Saudara Inggris I pada tahun 1642.[6]
Para pendukung Raja Charles I di Inggris, yakni golongan Royalis, harus menghadapi angkatan perang gabungan yang terdiri atas pasukan golongan Parlementer dan pasukan Skotlandia. Pada tahun 1643, Parlemen Inggris dan Parlemen Skotlandia menjalin hubungan kerja sama yang dimeteraikan dengan Persekutuan dan Perjanjian Mulia. Sebagai imbal balik bantuan militer Skotlandia, Parlemen Inggris menyatakan kesediaannya untuk mereformasi gereja Inggris agar sehaluan dengan gereja Skotlandia.[7] Sesudah empat tahun berperang, golongan Royalis akhirnya kalah dan Raja Charles I menyerah kepada Skotlandia pada tanggal 5 Mei 1646.[8] Parlemen Skotlandia dan Parlemen Inggris bersama-sama merancang usulan damai yang akan disodorkan ke hadapan raja. Dokumen yang disebut Rancangan Usulan Newcastle ini mewajibkan semua kawula raja di Skotlandia, Inggris, dan Irlandia untuk menandatangani Persekutuan dan Perjanjian Mulia, menyelaraskan gereja Inggris maupun gereja Skotlandia dengan perjanjian tersebut maupun dengan tradisi Kristen Presbiterian, dan mengalihkan banyak kewenangan memerintah yang disandang Charles I selaku Raja Inggris kepada Parlemen Inggris. Meskipun berbulan-bulan dibujuk orang-orang Skot, Raja Charles I tidak sudi mengesahkan rancangan usulan tersebut. Angkatan perang Skotlandia masih bercokol di Inggris seusai perang, menunggu cairnya dana subsidi dalam jumlah besar yang dijanjikan golongan Parlementer. Sesudah urusan keuangan dituntaskan, angkatan perang Skotlandia menyerahkan Raja Charles I kepada angkatan perang Parlementer Inggris dan bertolak meninggalkan negeri itu pada tanggal 3 Februari 1647.[9]
Raja Charles I selanjutnya disibukkan oleh perundingan-perundingan terpisah dengan berbagai faksi. Golongan Parlementer dan Parlemen Skotlandia yang beraliran Presbiterian menghendakinya mengesahkan Rancangan Usulan Newcastle yang sudah dimodifikasi, tetapi pada bulan Juni 1647, Raja Charles I ditawan Kornet George Joyce dari Angkatan Bersenjata Model Baru,[10] dan didesak Dewan Angkatan Perang untuk mengesahkan Pokok-Pokok Usulan, yakni seperangkat persyaratan yang lebih lunak, karena tidak mengamanatkan reformasi Gereja Inggris agar berhaluan Presbiterian.[11] Sang raja juga menolak Pokok-Pokok Usulan dan malah menandatangani usulan lain yang dikenal dengan sebutan "Mufakat", yang dirembukkan bersama rombongan perutusan Skotlandia pada tanggal 26 Desember 1647. Raja Charles I menyatakan kesediaannya untuk meneguhkan Persekutuan dan Perjanjian Mulia lewat Undang-Undang Parlemen di Kerajaan Inggris maupun di Kerajaan Skotlandia, dan menerima akidah Presbiterian di Inggris, tetapi hanya untuk masa uji coba selama tiga tahun, sebagai imbal balik terhadap bantuan orang Skotlandia dalam menegakkan kedaulatannya di Inggris.[12]
Sesudah rombongan perutusan Skotlandia tiba di Edinburgh dengan membawa naskah Mufakat, orang Skotlandia justru terpecah menjadi golongan yang ingin dan golongan yang enggan meratifikasi syarat dan ketentuannya. Golongan yang mendukung pengesahannya, yang disebut "golongan Pemufakat", berpendapat bahwa Mufakat menawarkan peluang terbaik yang bisa didapatkan orang Skotlandia bagi penerimaan Persekutuan dan Perjanjian Mulia di ketiga-tiga negara, dan penolakan Mufakat dapat saja mendorong Raja Charles I untuk mengesahkan Pokok-Pokok Usulan. Mufakat ditolak oleh pihak-pihak yang yakin bahwa pengerahan angkatan perang ke Inggris dengan mengatasnamakan raja sama saja dengan melanggar Persekutuan dan perjanjian Mulia, dan Mufakat tidak dapat menjamin kelanggengan gereja Presbiterian di Inggris. Gereja Skotlandia bahkan bertindak lebih jauh lagi dengan menerbitkan sebuah maklumat pada tanggal 5 Mei 1648 yang mengutuk Mufakat sebagai pelanggaran hukum Allah.[13] Sesudah melewati pergulatan politik yang berlarut-larut, golongan Pemufakat berhasil menjadi golongan mayoritas di dalam Parlemen Skotlandia, manakala perang antara golongan Royalis melawan golongan Parlementer kembali meletus di Inggris. Pada bulan Juli, Skotlandia mengerahkan angkatan perangnya ke Inggris, dipanglimai Adipati Hamilton, untuk berperang atas nama raja, tetapi kalah telak melawan angkatan perang Inggris yang dipanglimai Oliver Cromwell dalam Pertempuran Preston.[14] Hancurnya angkatan perang bentukan golongan Pemufakat menimbulkan huru-hara politik di Skotlandia, dan lawan politik golongan Pemufakat berhasil merebut kembali kendali pemerintahan, dengan bantuan sepasukan aswasada Parlemen Inggris di bawah pimpinan Cromwell.[14][15]
Kenaikan takhta Charles II
[sunting | sunting sumber]Lantaran jengkel melihat sikap bermuka dua Charles maupun keengganan Parlemen untuk berhenti berunding dengan Charles dan mengabulkan tuntutan-tuntutan angkatan bersenjata, Angkatan Bersenjata Model Baru akhirnya menyapu bersih Parlemen dan membentuk Parlemen Pungkur. Parlemen baru ini membentuk suatu mahkamah khusus untuk mengadili Charles yang didakwa berkhianat oleh rakyat Inggris. Charles diputuskan bersalah dan dihukum mati pada tanggal 30 Januari 1649 .[16] Pada tanggal 19 Mei, dengan terbentuknya Persemakmuran Inggris, negara itu menjadi sebuah negara republik.[17] Parlemen Skotlandia, yang tidak dimintai pendapatnya sebelum hukuman mati dilaksanakan, memaklumkan putra mendiang, yang juga bernama Charles sebagai Raja Britania.[18][2] Sebelum mengizinkannya pulang dari pembuangan di Republik Belanda dan menduduki singgasananya, mereka menuntut Charles untuk menandatangani kedua-dua Perjanjian, yaitu mengakui kewenangan gereja Skotlandia dalam urusan agama, dan kewenangan Parlemen dalam urusan sipil.[19][20][21] Mulanya Charles II enggan menuruti tuntutan tersebut, tetapi sesudah Cromwell berhasil mengalahkan golongan Royalis dalam perang penaklukan Irlandia,[22] ia merasa harus memenuhi tuntutan-tuntutan Parlemen Skotlandia, dan akhirnya menandatangani Perjanjian Breda pada tanggal 1 Mei 1650. Parlemen Skotlandia pun buru-buru membentuk angkatan bersenjata untuk mendukung sang raja baru, sementara Charles berlayar ke Skotlandia dan mendarat pada tanggal 23 Juni.[23]
Inggris menginvasi Skotlandia (1650–1652)
[sunting | sunting sumber]Para pemimpin Persemakmuran Inggris merasa terancam melihat orang Skotlandia kembali membentuk angkatan perang. Mereka mendesak Thomas Fairfax, pemimpin umum Angkatan Bersenjata Ragam Baru, untuk melancarkan serangan pencegahan.[24] Fairfax menerima penugasan untuk memimpin pergerakan angkatan perang ke daerah utara dalam rangka membentengi Inggris dari kemungkinan diinvasi Skotlandia, tetapi ia tidak ingin menjadi pihak yang lebih dulu menyerang mantan sekutu, lantaran berkeyakinan bahwa Inggris dan Skotlandia masih terikat oleh Persekutuan dan Perjanjian Mulia.[24] Ketika perintah resmi untuk menyerang diturunkan pada tanggal 20 Juni 1650, Fairfax mengundurkan diri.[24] Satu komisi Parlemen yang juga beranggotakan Cromwell, sahabat karibnya, semalam suntuk berusaha membujuknya supaya mengubah pendirian, tetapi Fairfax bergeming dan meninggalkan gelanggang politik.[25] Cromwell mengambil alih jabatannya selaku Tuan Panglima, dan menjadi panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Model Baru. Ia menerima penugasan pada tanggal 28 Juni, dan langsung berangkat ke Skotlandia hari itu juga.[26] Diikuti 16.000 prajurit, Cromwell menyeberangi Sungai Tweed pada tanggal 22 Juli.[27][28]
Begitu Perjanjian Breda ditandatangani, Parlemen Skotlandia mulai memapar orang-orang dalam rangka membentuk angkatan perang baru, dipanglimai David Leslie, panglima perang kawakan.[23] Parlemen Skotlandia bermaksud meningkatkan kekuatan tempur sampai lebih dari 36.000 prajurit, tetapi angka tersebut tidak kunjung tercapai.[26] Pada waktu Cromwell memasuki wilayah Skotlandia, Leslie hanya membawahi kurang dari 10.000 prajurit pejalan kaki dan 3.000 prajurit aswasada, kendati angka-angka tersebut berfluktuasi selama perang berlangsung.[29] Pemerintah Skotlandia membentuk komisi khusus untuk membersihkan angkatan perang baru itu dari setiap anasir yang dicurigai mendukung Mufakat, maupun yang dianggap berdosa atau tidak layak diikutsertakan.[keterangan 1][27] Langkah ini ditentang oleh banyak bangsawan Skotlandia dan sebagian besar pepimpin militer kawakan, termasuk Leslie, meskipun tidak digubris pemerintah. Pembersihan angkatan bersenjata membebastugaskan banyak prajurit maupun perwira kawakan, sehingga angkatan perang itu hanya beranggotakan orang-orang yang baru dipapar dengan sedikit latihan atau pengalaman tempur.[26]
Leslie mendirikan tanggul tanah untuk bertahan di antara Edinburgh dan Leith,[31] dan menerapkan kebijakan bumi hangus dari tanggul ini sampai ke garis perbatasan dengan Inggris.[26] Selanjutnya ia membiarkan pasukan Cromwell bergerak maju tanpa perlawanan.[26] Keterbatasan pasokan perbekalan, dan ketidaksukaan masyarakat setempat terhadap orang Inggris yang menyerbu masuk ke wilayah mereka membuat Cromwell terpaksa mengandalkan rantai pasokan lewat laut, dan demi kelancarannya ia merebut bandar Dunbar dan bandar Musselburgh.[32] Operasi-operasi yang dilancarkan pasukan Inggris terhalang oleh cuaca buruk yang tidak kunjung reda. Halangan ini mengakibatkan persediaan pangan menipis dan penyakit berjangkit di perkemahan pasukan Inggris sehingga benar-benar menggerus ketangguhannya.[26]
Cromwell berusaha memancing pihak Skotlandia untuk bertempur di Edinburgh. Ia menyerbu tanggul Leslie pada tanggal 29 Juli, merebut Arthur's Seat, lantas membombardir Leith dari Tebing Cadas Salisbury. Cromwell tidak berhasil memancing Leslie untuk meninggalkan pangkalan pertahanannya, sehingga pasukan Inggris akhirnya mundur ke perkemahan mereka di Musselburgh, tempat mereka diserbu pada malam hari oleh sepasukan aswasada Skotlandia.[33] Serangan Cromwell terjadi ketika Charles II sedang melawat angkatan perang Skotlandia dan disambut dengan meriah. Lantaran khawatir perang suci mereka akan dinodai oleh kesetiaan perorangan kepada raja, para pejabat pemerintah Pejanji meminta Charles untuk segera pulang. Mereka sekali lagi memerintahkan pembersihan, yang segera dlaksanakan pada awal bulan Agustus, menyingkirkan 80 orang perwira dan 4.000 anak buah Leslie. Langkah ini merusak semangat juang sekaligus melemahkan kekuatan tempur angkatan perang Skotlandia.[34]
Sementara itu August Cromwell terus berusaha memancing pihak Skotlandia untuk keluar dari tanggul pertahanan mereka supaya terjadi pertempuran berencana.[35][36] Leslie bergeming, mengabaikan tekanan dari pihak sekuler maupun pihak religius di dalam Scottish hierarchy untuattack Cromwell's weakened army. Ia beralasan bahwa cuaca buruk yang tak kunjung reda, peliknya masalah pasokan perbekalan, serta penyakit disentri dan demam yang berjangkit di perkemahan pasukan Inggris bakal membuat Cromwell terpaksa mundur ke Inggris sebelum musim dingin tiba.[36]
Cromwell memang akhirnya menarik mundur pasukannya pada tanggal 31 Agustus.[32] Angkatan perang Inggris sampai ke Dunbar pada tanggal 1 September,[37] sesudah menempuh jarak sejauh 17 mil (27 km) dari Musselburgh dan siang malam dicecar pasukan Skotlandia. Jalanan dipenuhi peralatan yang terpaksa ditinggal berceceran,[38] dan para prajurit Inggris tiba di Dunbar dalam keadaan lapar dan patah semangat.[37] Pasukan Skotlandia berhasil menyalip pasukan Inggris, lalu memblokade jalan menuju Berwick dan Inggris di celah sempit Cockburnspath yang sukar direbut lawan. Pasukan inti berkemah di atas ketinggian 177 meter (581 kaki) Bukit Doon, 2 mil (3 km) di selatan Dunbar, tempat orang dapat meninjau kota Dunbar dan jalan sepanjang pesisir yang membentang ke timur laut dari kota Dunbar.[39][40] Satu-satunya kekurangan bukit ini adalah rentan terhadap serangan langsung.[41][42] Pasukan Inggris sudah tidak lagi leluasa bermanuver, sekalipun masih bisa mendapatkan pasokan perbekalan lewat laut, dan bila perlu juga dapat mengungsikan prajurit-prajuritnya lewat laut.[35] Pada tanggal 2 September, Cromwell memantau situasi, lantas menyurati Gubernur Newcastle, mewanti-wantinya supaya bersiap-siap menghadapi kemungkinan invasi Skotlandia.[36]
Pertempuran Dunbar
[sunting | sunting sumber]Lantaran mengira angkatan perang Inggris sudah kelimpungan, dan lantaran didesak untuk selekasnya menuntaskan perang,[42][43] Leslie mengerahkan pasukannya turun dari bukit dan bersiap-siap menyerbu Dunbar.[35][39] Pada malam hari antara tanggal 2 dan 3 September, Cromwell memindahkan pasukannya supaya dapat melancarkan serangan terpusat menjelang fajar ke sayap kanan pasukan Skotlandia.[44][45] Para sejarawan masih berdebat tentang apakah langkah Cromwell ini adalah bagian dari rencana untuk mengalahkan Skotlandia secara telak, atau bagian dari upaya untuk menerobos blokade dan kabur ke Inggris.[35][46][47] Pasukan Skotlandia sama sekali tidak menyangka akan diserang, tetapi mampu melawan dengan gagah berani.[44][45] Pasukan aswasada Skotlandia dapat didesak mundur oleh pasukan Inggris,[48] dan medan yang terjal menghalangi Leslie untuk mengerahkan sebagian besar prajurit pejalan kakinya ke tengah kancah pertempuran.[49][50] Belum jelas pihak mana yang unggul, Cromwell memimpin sendiri pasukan aswasada cadangannya mengapit dan menggempur dua brigade pejalan kaki Skotlandia yang berhasil memasuki kancah pertempuran dan memorakporandakan barisan Skotlandia.[51][52] Leslie menarik mundur pasukan sembari terus melawan, tetapi sekitar 6.000 prajurit angkatan perang Skotlandia yang berkekuatan 12.000 prajurit ditawan Inggris, dan kira-kira 1.500 prajurit Skotlandia tewas terbunuh atau luka-luka.[53][54] Prajurit Skotlandia yang tertawan dibawa ke Inggris. Banyak yang tewas dalam perjalanan ke selatan, juga saat ditawan di Inggris. Setidaknya beberapa orang di antara mereka yang selamat diberangkatkan ke Amerika Utara untuk dikaryakan sebagai kuli kontrak di daerah-daerah jajahan Inggris.[55]
Pasukan Skotlandia mundur
[sunting | sunting sumber]Begitu kabar kekalahan pasukan Skotlandia sampai ke Edinburgh, masyarakat menjadi panik lalu berbondong-bondong mengungsi meninggalkan kota itu, tetapi Leslie mengumpulkan sisa pasukannya, lantas mendirikan tanggul pertahanan baru di laluan sempit Stirling yang strategis. Serombongan besar elit pemerintahan, agamawan, dan kaum saudagar datang bergabung dengan pasukan Leslie di Stirling.[56] Mayor Jenderal John Lambert ditugaskan merebut Edinburgh, dan kota itu akhirnya jatuh ke tangan Inggris pada tanggal 7 September, sementara Cromwell bergerak merebut bandar Leith karena memiliki prasarana yang lebih baik daripada Dunbar untuk dipakai mendaratkan perbekalan dan bala bantuan. Lantaran tidak dikawal pasukan Leslie, dua kota itu dapat direbut tanpa susah payah.[56] Cromwell berusaha meyakinkan warga kota Edinburgh bahwa mereka bukanlah pihak yang ia perangi; ia berjanji tidak akan menjarah harta benda mereka, dan mengizinkan mereka untuk bebas bepergian, berjual beli di pasar, dan beribadat seperti biasa, meskipun ibadat jarang sekali diselenggarakan lantaran sebagian besar rohaniwan sudah mengungsi ke Stirling. Ia juga mengupayakan pengadaan bahan makanan bagi Edinburgh, yang sampai dengan saat mengalami keterbatasan bahan pangan.[57] Puri Edinburgh bertahan sampai dengan bulan Desember,[58] tetapi selepas bulan Desember sudah terputus dari jalur pasokan perbekalan maupun pengiriman bala bantuan sehingga tidak lagi menjadi ancaman. Cromwell tidak menyerbu Puri Edinburgh, dan malah bersikap santun terhadap kepala pasukannya.[56] Austin Woolrych menyifatkan perilaku pasukan pendudukan sebagai "suri teladan", dan mengungkap fakta bahwa tidak lama kemudian banyak pengungsi kembali ke Edinburgh, dan kehidupan ekomoninya kembali berjalan nyaris seperti sediakala.[59]
Kekalahan di Dunbar sangat merusak reputasi maupun kewibawaan Leslie. Ia berusaha mundur dari jabatannya selaku panglima angkatan perang Skotlandia, tetapi tidak diizinkan pemerintah Skotlandia lantaran belum ada pengganti yang layak.[59] Beberapa perwira menolak mematuhi perintahnya, dan meninggalkan pasukan Leslie untuk bergabung dengan angkatan perang baru yang dibentuk Serikat Barat.[59] Perkembangan situasi seperti ini memperlebar keretakan yang sudah timbul di dalam tubuh pemerintah Skotlandia. Pihak yang lebih berpikiran praktis menyalahkan kebijakan pembersihan sebagai biang keladi kekalahan Leslie, dan berikhtiar mengajak golongan Pemufakat untuk kembali menyatukan barisan; sementara pihak yang lebih berpikiran dogmatis merasa ditinggalkan Tuhan lantaran belum bersungguh-sungguh menjalankan kebijakan pembersihan, dan beranggapan bahwa Skotlandia menaruh terlalu berharap kepada seorang penguasa duniawi yang tidak cukup bersungguh-sungguh memperjuangkan cita-cita luhur Perjanjian.[60] Anasir-anasir yang lebih radikal ini mengajukan Remonstransi Barat yang bersifat memecah-belah, mengecam keras pemerintah lantaran gagal membersihkan angkatan perang dengan sebaik-baiknya, dan semakin memperlebar keretakan yang timbul di tengah-tengah bangsa Skotlandia.[61] Golongan yang kemudian hari dikenal dengan sebutan Kaum Remonstrans ini memegang tampuk komando angkatan perang Serikat Barat, dan mengupayakan perundingan dengan Cromwell, mendesaknya untuk bertolak meninggalkan Skotlandia dan membiarkan mereka mengambil alih; Cromwell menolak usulan mereka dan menumpas tuntas angkatan perang mereka dalam Pertempuran Hieton (tidak jauh dari pusat kota Hamilton modern) pada tanggal 1 Desember.[58][62]
Pertempuran Inverkeithing
[sunting | sunting sumber]Pada bulan Desember 1650, Charles dan pemerintah Skotlandia berdamai dengan golongan Pemufakat dan para kepala suku daerah Tanah Tinggi yang tadinya dianaktirikan lantaran menolak menandatangani Perjanjian.[58] Faksi-faksi yang saling bersaing ini tidak terkoordinasi dengan baik,[63] dan baru pada akhir musim semi tahun 1651 mereka terintegrasi penuh ke dalam angkatan perang Skotlandia.[58] Pada bulan Januari 1651, Inggris berusaha menyalip Stirling dengan memberangkatkan sepasukan prajurit dengan kapal menyeberangi Kuala Forth, tetapi usaha ini gagal.[64] Pada awal bulan Februari, angkatan perang Inggris maju menghadapi Stirling, kemudian mundur dalam cuaca buruk. Cromwell pun jatuh sakit.[65]
Menjelang akhir bulan Juni, angkatan perang Skotlandia maju ke selatan. Angkatan perang Inggris bergerak dari Edinburgh ke utara untuk menghadapi mereka, tetapi Leslie menempatkan pasukannya di sebelah utara Falkirk, di seberang Sungai Carron. Posisi tersebut sangat sulit diserang Cromwell; Leslie tidak meladeni setiap provokasi untuk sekali lagi melakukan pertempuran terbuka dan pada akhirnya mundur. Cromwell menyusul dan berusaha menerobos Stirling, tetapi tidak berhasil.[64] Cromwell selanjutnya berkirab ke Glasgow dan mengerahkan regu-regu penyerbu ke daerah-daerah yang dikuasai Skotlandia. Pasukan Skotlandia diam-diam membuntuti pasukan Inggris, dan bergerak ke barat daya menuju Kilsyth pada tanggal 13 Juli.[66]
Pada pagi hari tanggal 17 Juli, satu pasukan Inggris yang terdiri atas 1.600 prajurit di bawah pimpinan Kolonel Robert Overton menyeberangi Kuala Forth pada titik tersempitnya dengan 50 buah perahu berdasar rata yang dibuat khusus, dan mendarat di Queensferry Utara pada tanah genting yang menghubungkan pelabuhan dengan daratan besar. Garnisun Skotlandia di Burntisland bergerak ke tempat pendaratan pasukan Inggris, dan meminta bala bantuan dari Stirling dan Dunfermline. Pasukan Skotlandia dug in and awaited their reinforcements, dan selama emapt hari pihak Inggris menyeberangkan pasukan mereka sendiri melalui Kuala Forth demi mengimbangi kekuatan Skotlandia, dan Lambert mengambil alih kepemimpinan.[67][68][69]
Pada tanggal 20 Juli, pasukan Skotlandia, beranggotakan 4.000 lebih prajurit di bawah pimpinan Mayor Jenderal James Holborne, maju menghadapi pasukan Inggris yang beranggotakan kira-kira 4.000 prajurit.[66] Sesudah jeda sembilan puluh menit tanpa berbuat apa-apa, pasukan aswasada dari kedua belah pihak maju menyerang satu sama lain. Dalam dua kali kesempatan pihak Skotlandia berpeluang besar untuk menang, tetapi gagal memanfaatkan peluang, malah diserang balik oleh pasukan cadangan Inggris dan dikalahkan. Pasukan pejalan kali Skotlandia yang tidak terlibat pertempuran mencoba mundur, tetapi justru kehilangan banyak prajurit dalam pertempuran kejar-kejaran yang menyusul kemudian. Banyak yang gugur atau ditawan Inggris.[70]
Seusai pertempuran, Lambert bergerak 6 mil (10 km) ke timur dan merebut kota pelabuhan alam Burntisland. Cromwell memberangkatkan sebagian besar angkatan bersenjata Inggris ke kota itu, sehingg pada tanggal 26 Juli sudah terkumpul 13.000 sampai 14.000 prajurit. Ia selanjutnya mengabaikan angkatan perang Skotlandia di Stirling, dan pada tanggal 31 Juli bergerak ke tempat kedudukan pemerintahan Skotlandia di Perth, dan mengepung kota itu. Perth menyerah sesudah dua hari dikepung, dan dengan demikian angkatan perang Skotlandia terputus dari aliran bala bantuan, perbekalan, dan peralatan.[69][71] Cromwell sengaja mengosongkan jalur ke selatan, dengan pertimbangan bahwa jika pihak Skotlandia meninggalkan pertahanan, maka dengan mudah dihancurkan begitu mereka masuk ke medan terbuka.[71] Sadar tidak ada peluang untuk menang jika terus menghadapi Cromwell, Charles dan Leslie bergerak ke selatan pada tanggal 31 Juli, dengan harapan terakhir untuk menghimpun dukungan kubu Royalis di Inggris.[71] Pada waktu itu hanya tersisa 12.000 prajurit Skotlandia, dengan jumlah senjata api yang tidak memadai.[72] Cromwell dan Lambert menyusul, membayang-bayangi angkatan perang Skotlandia, tetapi meninggalkan Letnan Jenderal George Monck dengan 5.000 prajurit di Skotlandia untuk menyapu bersih sisa-sisa perlawanan.[72]
Sapu bersih
[sunting | sunting sumber]Menjelang akhir bulan Agustus, Monck sudah merebut Stirling, Alyth, dan St Andrews. Dundee dan Aberdeen adalah kota-kota utama terakhir yang belum dikuasai Inggris. Kuatnya perbentengan Dundee membuat banyak orang Skotlandia menyimpan uang dan barang berharga mereka di kota itu, supaya aman dari incaran Inggris. George Monck menurunkan seluruh pasukannya untuk mengepung Dundee pada tanggal 26 Agustus, lantas menuntut kota itu untuk menyerah. Lantaran yakin bahwa tembok kota dan laskar setempat cukup kuat untuk menahan gempuran Inggris, gubernur menolak menyerah. Penolakan tersebut membuat Monck naik darah, lantaran ia harus berisiko mengorbankan nyawa anak buah demi merebut kota itu padahal perang sudah hampir selesai, sehingga mengizinkan anak buahnya untuk melakukan penjarahan begitu kota itu berhasil direbut. Sesudah membombardir selama tiga hari, pasukan Inggris menyerbu Gapura Barat dan Gapura Timur pada tanggal 1 September.[73] Pasukan Inggris menerobos masuk dan menjarah kota itu habis-habisan. Beberapa ratus warga sipil tewas terbunuh, termasuk perempuan dan anak-anak.[74] Menurut pengakuan Monck, korban sipil mencapai 500 jiwa, tetapi jumlah keseluruhannya mungkin saja mencapai 1.000 jiwa. Para prajurit diizinkan Monck untuk melakukan penjarahan dalam tempo 24 jam, dan berhasil mengumpulkan banyak sekali harta benda rampasan. Selepas tempo 24 jam, disiplin militer diberlakukan secara ketat.[75] Tidak lama sesudah itu, Aberdeen serta-merta menyerah saat didatangi sepasukan aswasada yang dikerahkan Monck, lantaran dewan kotanya merasa tidak ada untungnya bertahan ketika kekalahan yang merugikan sudah tidak terelakkan.[76] Angkatan perang Inggris bertempur kawasan barat daerah pegunungan Skotlandia untuk menundukkan marga-marga sepanjang awal tahun 1652,[77] dan tiga benteng yang penting tetapi terpencil sempat diduduki selama beberapa waktu. Puri Brodick menyerah pada tanggal 6 April, dan Bass Rock jatuh ke tangan Inggris beberapa hari kemudian. Puri Dunnottar, tempat alat-alat kebesaran Skotlandia disimpan, adalah pertahanan utama Skotlandia yang paling akhir menyerah, yaitu pada tanggal 24 Mei 1652, sesudah alat-alat kebesaran diselundupkan keluar dari puri.[77]
Skotlandia menginvasi Inggris (1651)
[sunting | sunting sumber]Meskipun berkekuatan 12.000 prajurit, angkatan perang yang dipimpin Leslie dan Charles memasuki wilayah inggris benar-benar membutuhkan tambahan perbekalan dan persenjataan. Terbatasnya jumlah senapan lontak membuat banyak prajurit hanya dipersenjatai dengan dengan busur dan anak panah. Pasukan Skotlandia dengan cepat bergerak ke selatan dan pada tanggal 8 Agustus 1651 sudah berada di luar kota Carlisle. Kota itu menolak membuka gerbangnya bagi Charles[keterangan 2], sehingga pasukan Skotlandia pun bergerak masuk semakin jauh ke dalam wilayah Inggris. Cromwell mengerahkan dua pasukan, masing-masing terdiri atas kurang-lebih 4.000 prajurit aswasada, untuk membuat pasukan Skotlandia kelelahan, kemudian mengerahkan pasukan inti yang berkekuatan 10.000 prajurit. Pada tanggal 13 Agustus, pihak Parlementer berusaha keras mempertahankan jembatan di Warrington, tetapi akhirnya mundur sesudah pihak Skotlandia menyerbu dengan pengerahan pasukan yang cukup besar. Dua puluh dua hari sejak meninggalkan Stirling, angkatan perang Skotlandia tiba di Worcester, sesudah berbaris sejauh kurang lebih330 mil (530 km). Pasukan Skotlandia yang sudah kelelahan singgah di Worcester dan berharap para prajurit yang dipapar kubu Royalis dari Wales, Pinggiran Wales, dan West Country akan bergabung dengan mereka, tetapi yang datang hanya segelintir orang.[73][79]
Charles berharap kubu Royalis akan mengobarkan pemberontakan besar-besaran, tetapi hanya segelintir warga Inggris yang bergabung dengan pasukannya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena warga Inggris merasa tidak akan diuntungkan jika nanti hidup di bawah pemerintahan monarki yang terikat Perjanjian. Hanya ada sedikit dukungan militer dari Inggris untuk Charles, itu pun dengan segara diberantas oleh kubu Parlementer. Satu pasukan berkekuatan 1.500 prajurit dari Pulau Man berkumpul di Lancashire dipimpin Earl Derby dan berusaha bergabung dengan angkatan perang kubu Royalis, tetapi dihadang dan dikalahkan oleh pasukan kubu Parlementer di Wigan pada tanggal 25 Agustus. Pasukan tunggal paling besar dari Inggris yang bergabung dengan angkatan perang kubu Royalis hanya berkekuatan 60 prajurit.[80] Dewan negara Inggris sedapat mungkin menghimpun semua pasukan yang ada. Prajurit berhimpun dalam jumlah besar di Northampton, Gloucester, Reading, dan Barnet. Laskar-laskar terlatih London berhasil menghimpun 14.000 prajurit pada tanggal 25 Agustus, dan Fairfax mengamankan Yorkshire. Pasukan-pasukan kubu Parlementer dikonsentasikan di sekeliling angkatan perang Skotlandia, dan pada akhir bulan Agustus, Cromwell memimpin kekuatan tempur sebesar 31.000 prajurit menghadapi kekuatan tempur sebesar 12.000 prajurit yang dipimpin Charles.[81]
Pertempuran Worcester
[sunting | sunting sumber]Pihak Inggris tidak saja jauh lebih unggul daripada pihak Skotlandia dari segi jumlah personel, tetapi juga lebih terlatih, lebih lengkap persenjataannya, lebih baik pasokan perbekalannya, dan memotong jalur mundur pihak Skotlandia.[82] Worcester memang merukpakan tempat bertahan yang, baik karena kondisi alamnya maupun karena dibentengi dengan baik,[83] oleh karena itu Cromwell sengaja mengerahkan pasukannya ke kota itu. Pada tanggal 3 September, ia melancarkan serangan dari arah selatan. Pihak Skotlandia mati-matian melawan, tetapi Cromwell mengerahkan pasukan cadangan untuk memperkuat kembali sektor-sektor yang terimbas serangan lawan, sehingga pasukan Skotlandia akhirnya terdesak mundur. Angkatan perang Parlementer menerobos masuk ke dalam kota dan berhasil menguasainya sesudah bertempur dengan sengit dari rumah ke rumah.[84] Sejarawan Barry Coward mengemukakan di dalam bukunya bahwa "musuh yang dilawan Cromwell seusai pertempuran Dunbar dan yang dikalahkannya dengan telak di Worcester adalah musuh yang sudah tercerai-berai".[85]
Pihak yang kalah kehilangan lebih dari 2.000 korban tewas, dan lebih dari 6.000 pejuang kubu Royalis menjadi tawanan,[83] hampir semuanya berkebangsaan Skotlandia. Para tawanan dikaryakan di proyek-proyek pengerjaan drainase di daerah Fens atau diberangkatkan ke Amerika Utara untuk dijadikan kuli kontrak.[86] Leslie dan hampir semua pemimpin pasukan kubu Royalis tertawan.[keterangan 3] Charles berhasil melarikan diri ke Eropa Daratan.[87] Seusai pertempuran, kota Worcester dijarah pasukan Parlementer.[86] Sekitar 3.000 prajurit aswasada Skotlandia melarikan diri ke utara. Dalam perjalanan pulang ke Skotlandia, mereka dihadang warga Inggris setempat dan banyak yang tewas terbunuh.[83]
Kesudahan
[sunting | sunting sumber]Pertempuran Worcester adalah pertempuran-terarah berskala besar yang terakhir di dalam Perang Tiga Negara.[88] Sebelum Pertempuran Worcester, pemerintah Persemakmuran kian dimusuhi dunia internasional lantaran tindakan mereka menghukum mati Raja Charles I.[85] Kemenangan di Worcester mengukuhkan posisi mereka, karena dunia kini menyaksikan sendiri betapa rakyat Inggris rela maju ke medan laga demi membela pemerintahan republik, malah mampu melakukannya dengan efektif. Ketergantungan Raja Charles I kepada kekuatan tempur angkatan perang Skotlandia dalam usahanya untuk merebut kembali takhta Kerajaan Inggris membuatnya kehilangan simpati rakyat Inggris. Raja Charles I mafhum bahwa ia harus merebut hati rakyat Inggris kalau ingin kembali menduduki takhta Kerajaan Inggris.[89] Begitu tiba di Prancis, ia mengeluarkan pernyataan lebih baik mati di tiang gantungan daripada pulang ke Skotlandia.[76][keterangan 4] Penaklukan Skotlandia dan Irlandia melambungkan pamor pemerintah persemakmuran di mata negara-negara tetangga di Eropa Daratan. Pada awal tahun 1652, pemerintah Persemakmuran mendapatkan pengakuan dari pemerintah Prancis, Spanyol, Belanda, dan Denmark, dan angkatan lautnya pun leluasa menegakkan kedaulatan Inggris atas Kepulauan Channel dan Kepulauan Scilly, maupun daerah-daerah jajahan Inggris di Barbados dan Amerika Utara.[90] Ancaman invasi kubu Royalis yang sudah di depan mata berhasil dipatahkan.[85]
Selaku pihak yang dikalahkan, Kerajaan Skotlandia harus rela menerima nasib dibubarkan, dan wilayahnya disatukan dengan wilayah Persemakmuran oleh Parlemen Inggris.[91] Pemerintahan militer diberlakukan di Skotlandia. 10.000 prajurit Inggris diturunkan ke berbagai pelosok negeri Skotlandia guna melenyapkan ancaman pemberontakan.[92][90] Perundingan-perundingan antara para utusan Parlemen Inggris dan wakil-wakil daerah Skotlandia pun diselenggarakan untuk meresmikan penggabungan struktur hukum dan politik Skotlandia ke dalam negara Inggris yang baru.[93] Pada tahun 1653, dua orang wakil rakyat Skotlandia diundang menganggotai dan menghadiri sidang Parlemen Barebone.[91]
Sesudah melewati pertarungan antarfaksi di dalam tubuh Parlemen Inggris maupun Angkatan Bersenjata Model Baru, Oliver Cromwell memerintah negara persemakmuran Inggris selaku Tuan Pelindung mulai bulan Desember 1653 sampai tutup usia pada bulan September 1658.[94] Sepeninggal Oliver Cromwell, anaknya yang bernama Richard menjadi Tuan Pelindung, tetapi Angkatan Bersenjata Model Baru tidak begitu yakin ia mampu memimpin.[95] Pada bulan Mei 1659, tujuh bulan sepeninggal Oliver Cromwell, Angkatan Bersenjata Model Baru menyingkirkan Richard dan menaikkan kembali Parlemen Pungkur,[96] meskipun tidak lama kemudian membubarkannya lagi.[97] Jenderal George Monck, panglima tertinggi angkatan perang Inggris di Skotlandia ketika itu,[98] memimpin anak buahnya berkirab ke selatan, menyeberangi Sungai Tweed pada tanggal 2 Januari 1660, memasuki kota London pada tanggal 3 Februari, lantas menggelar pemilihan anggota parlemen baru. Langkah Jenderal George Monck ini melahirkan Parlemen Konvensi yang mengeluarkan pernyataan pada tanggal 8 Mei 1660 bahwa Charles II sudah menjadi kepala negara yang sah semenjak Raja Charles I mangkat dihukum mati.[99] Charles II pulang dari pembuangan dan dinobatkan menjadi Raja Inggris pada tanggal 23 April 1661,[keterangan 5] dan dengan demikian sempurnalah pemulihan daulat raja-raja wangsa Stuart.[102]
Baca juga
[sunting | sunting sumber]Keterangan, kutipan, dan sumber
[sunting | sunting sumber]Keterangan
[sunting | sunting sumber]- ^ Komisi untuk Pembersihan Angkatan Perang, dibentuk pada tanggal 21 Juni.[30]
- ^ Saat itu Carlisle memang dapat menolak masuknya pasukan Skotlandia karena memiliki segarnisun prajurit dan dibentengi dengan baik.[78]
- ^ Leslie mendekam di Menara London sampai Charles II dikembalikan ke singgasana pada tahun 1660.[87]
- ^ Raja Charles II memegang teguh ucapannya sendiri, ia tidak pernah lagi memijak bumi Skotlandia semenjak kabur dari Worcester.[76]
- ^ Ia sudah dinobatkan menjadi Raja Skotlandia dua belas tahun lebih dulu pada tanggal 1 Januari 1651 di Scone,[100] tempat penobatan tradisional raja-raja Skotlandia.[101]
Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Woolrych 2002, hlm. 496.
- ^ a b c d Kenyon & Ohlmeyer 2002, hlm. 32.
- ^ a b Atkin 2008, hlm. 8.
- ^ Kenyon & Ohlmeyer 2002, hlm. 15–16.
- ^ Stewart 2016, hlm. 124–125.
- ^ Kenyon & Ohlmeyer 2002, hlm. 26–28, 32.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 271.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 329–330.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 340–349.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 364.
- ^ Gentles 2002, hlm. 144–150.
- ^ Stewart 2016, hlm. 258–259.
- ^ Stewart 2016, hlm. 258–261.
- ^ a b Furgol 2002, hlm. 64.
- ^ Young 1996, hlm. 215.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 430–433.
- ^ Gentles 2002, hlm. 154.
- ^ Dow 1979, hlm. 7.
- ^ Furgol 2002, hlm. 68.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 481.
- ^ Dow 1979, hlm. 7–8.
- ^ Ohlmeyer 2002, hlm. 98–102.
- ^ a b Furgol 2002, hlm. 65.
- ^ a b c Woolrych 2002, hlm. 482.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 482–483.
- ^ a b c d e f Woolrych 2002, hlm. 483.
- ^ a b Dow 1979, hlm. 8.
- ^ Reese 2006, hlm. 26–27.
- ^ Reid 2008, hlm. 39–40.
- ^ Reid 2008, hlm. 27.
- ^ Hutton & Reeves 2002, hlm. 221.
- ^ a b Edwards 2002, hlm. 258.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 483–484.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 484–485.
- ^ a b c d Wanklyn 2019, hlm. 138.
- ^ a b c Woolrych 2002, hlm. 485.
- ^ a b Brooks 2005, hlm. 513.
- ^ Reese 2006, hlm. 67–68.
- ^ a b Brooks 2005, hlm. 514.
- ^ Reese 2006, hlm. 68.
- ^ Reese 2006, hlm. 68–69.
- ^ a b Royle 2005, hlm. 579.
- ^ Reid 2008, hlm. 57.
- ^ a b Brooks 2005, hlm. 516.
- ^ a b Royle 2005, hlm. 581.
- ^ Reid 2008, hlm. 60–62.
- ^ Reese 2006, hlm. 78.
- ^ Reese 2006, hlm. 89–90.
- ^ Reese 2006, hlm. 91, 94.
- ^ Reid 2008, hlm. 75.
- ^ Reese 2006, hlm. 96–97.
- ^ Reid 2008, hlm. 74–75.
- ^ Brooks 2005, hlm. 515.
- ^ Reid 2008, hlm. 39, 75–77.
- ^ Butler 1896, hlm. 13–14.
- ^ a b c Woolrych 2002, hlm. 487.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 487–488.
- ^ a b c d Furgol 2002, hlm. 69.
- ^ a b c Woolrych 2002, hlm. 488.
- ^ Furgol 2002, hlm. 67–69.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 490.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 491.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 493.
- ^ a b Reid 2008, hlm. 85.
- ^ Reid 2008, hlm. 82, 84.
- ^ a b Woolrych 2002, hlm. 494.
- ^ Reid 2008, hlm. 85–86.
- ^ Ashley 1954, hlm. 51.
- ^ a b Wanklyn 2019, hlm. 140.
- ^ Reid 2008, hlm. 89.
- ^ a b c Reid 2008, hlm. 91.
- ^ a b Woolrych 2002, hlm. 494–496.
- ^ a b Woolrych 2002, hlm. 494–497.
- ^ Stewart 2017, hlm. 176.
- ^ Royle 2005, hlm. 609.
- ^ a b c Woolrych 2002, hlm. 499.
- ^ a b Dow 1979, hlm. 62.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 495.
- ^ Furgol 2002, hlm. 70.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 494–495, 497.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 495–497.
- ^ Royle 2005, hlm. 629–631.
- ^ a b c Woolrych 2002, hlm. 498.
- ^ Royle 2005, hlm. 633.
- ^ a b c Coward 2003, hlm. 249.
- ^ a b Atkin 2004, hlm. 144–147.
- ^ a b Woolrych 2002, hlm. 498–499.
- ^ Kenyon & Ohlmeyer 2002, hlm. 40.
- ^ Wheeler 2002, hlm. 243.
- ^ a b Wheeler 2002, hlm. 244.
- ^ a b MacKenzie 2009, hlm. 159.
- ^ Dow 1979, hlm. 23.
- ^ Dow 1979, hlm. 35.
- ^ Sherwood 1997, hlm. 7–11.
- ^ Keeble 2002, hlm. 6.
- ^ Keeble 2002, hlm. 9.
- ^ Keeble 2002, hlm. 12.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 572.
- ^ Keeble 2002, hlm. 48.
- ^ Woolrych 2002, hlm. 492.
- ^ Rodwell 2013, hlm. 25.
- ^ Lodge 1969, hlm. 6.
Sumber
[sunting | sunting sumber]- Ashley, Maurice (1954). Cromwell's Generals. London: Jonathan Cape. OCLC 557043110.
- Atkin, Malcolm (2004). Worcestershire under Arms. Barnsley: Pen and Sword. ISBN 1-84415-072-0. OL 11908594M.
- Atkin, Malcolm (2008). Worcester 1651. Barnsley: Pen and Sword. ISBN 978-1-84415-080-9.
- Brooks, Richard (2005). Cassell's Battlefields of Britain and Ireland. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0-304-36333-9.
- Butler, James Davie (Oktober 1896). "British Convicts Shipped to American Colonies". American Historical Review. 2 (1): 12–33. doi:10.2307/1833611. JSTOR 1833611.
- Coward, Barry (2003). The Stuart Age: England 1603–1714. Harlow: Pearson Education Ltd. ISBN 978-0-582-77251-9.
- Dow, F. D. (1979). Cromwellian Scotland 1651–1660. Edinburgh: John Donald Publishers Ltd. ISBN 978-0-85976-049-2.
- Edwards, Peter (2002). "Logistics and Supply". Dalam John Kenyon; Jane Ohlmeyer. The Civil Wars: A Military History of England, Scotland and Ireland 1638–1660. Oxford: Oxford University Press. hlm. 234–271. ISBN 978-0-19-280278-1.
- Furgol, Edward (2002). "The Civil Wars in Scotland". Dalam John Kenyon; Jane Ohlmeyer. The Civil Wars: A Military History of England, Scotland and Ireland 1638–1660. Oxford: Oxford University Press. hlm. 41–72. ISBN 978-0-19-280278-1.
- Gentles, Ian (2002). "The Civil Wars in England". Dalam John Kenyon; Jane Ohlmeyer. The Civil Wars: A Military History of England, Scotland and Ireland 1638–1660. Oxford: Oxford University Press. hlm. 103–154. ISBN 978-0-19-280278-1.
- Hutton, Ronald; Reeves, Wiley (2002). "Sieges and Fortifications". Dalam John Kenyon; Jane Ohlmeyer. The Civil Wars: A Military History of England, Scotland and Ireland 1638–1660. Oxford: Oxford University Press. hlm. 195–233. ISBN 978-0-19-280278-1.
- Keeble, N. H. (2002). The Restoration: England in the 1660s. Oxford: Blackwell. ISBN 978-0-631-19574-0.
- Kenyon, John; Ohlmeyer, Jane (2002). "The Background to the Civil Wars in the Stuart Kingdoms". Dalam John Kenyon; Jane Ohlmeyer. The Civil Wars: A Military History of England, Scotland and Ireland 1638–1660. Oxford: Oxford University Press. hlm. 3–40. ISBN 978-0-19-280278-1.
- Lodge, Richard (1969). The History of England – From the Restoration to the Death of William III (1660–1702). New York: Greenwood. OCLC 59117818.
- MacKenzie, Kirsteen (2009). "Oliver Cromwell and the Solemn League and Covenant of the Three Kingdoms". Dalam Patrick Little. Oliver Cromwell: New Perspectives. Basingstoke: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-230-57421-2.
- Ohlmeyer, Jane (2002). "The Civil Wars in Ireland". Dalam John Kenyon; Jane Ohlmeyer. The Civil Wars: A Military History of England, Scotland and Ireland 1638–1660. Oxford: Oxford University Press. hlm. 73–102. ISBN 978-0-19-280278-1.
- Reese, Peter (2006). Cromwell's Masterstroke: The Battle of Dunbar 1650. Barnsley: Pen and Sword. ISBN 978-1-84415-179-0.
- Reid, Stuart (2008) [2004]. Dunbar 1650: Cromwell's Most Famous Victory. Oxford: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-774-1.
- Rodwell, Warwick (2013). The Coronation Chair and Stone of Scone: History, Archaeology and Conservation. Oxford: Oxbow Books. ISBN 978-1-78297-153-5.
- Royle, Trevor (2005) [2004]. Civil War: The Wars of the Three Kingdoms, 1638–1660. London: Abacus. ISBN 978-0-349-11564-1.
- Sherwood, Roy Edward (1997). Oliver Cromwell: King In All But Name, 1653–1658. New York: St Martin's Press. ISBN 978-0-7509-1066-8.
- Stewart, Laura A. M. (2016). Rethinking the Scottish Revolution. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-871844-4.
- Stewart, Laura A. M. (2017). "Cromwell and the Scots". Dalam Mills, Jane A. Cromwell's Legacy. Manchester: Manchester University Press. hlm. 171–190. ISBN 978-0-7190-8090-6.
- Wanklyn, Malcolm (2019). Parliament's Generals: Supreme Command and Politics During the British Wars 1642–51. Barnsley: Pen & Sword Military. ISBN 978-1-47389-836-3.
- Wheeler, James Scott (2002). The Irish and British Wars 1637–1654: Triumph, Tragedy and Failure. London: Routledge. ISBN 978-0-415-221320.
- Woolrych, Austin (2002). Britain in Revolution 1625–1660. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-820081-9.
- Young, John R. (1996). The Scottish Parliament 1649–1661: A Political and Constitutional Analysis. Edinburgh: John Donald Publishers. ISBN 978-0-85976-412-4.