Perang Siak-Pelalawan (1806-1811)
Perang Siak-Pelalawan terjadi karena Siak ingin memperluas daerah kekuasaannya di pulau Sumatera
Perang Siak-Pelalawan (1806-1811) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Kesultanan Siak | Kesultanan Pelalawan | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Sayyid Usman Syahabuddin Sultan Syarif Ali dari Siak |
Syarif Abdurrahman dari Pelalawan Maharaja Dinda II |
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Dalam memperluas kekuasaannya, Kerajaan Siak Sri Indrapura menjadikan Kesultanan Pelalawan sebagai daerah sasaran untuk di taklukkan,dikarenakan wilayah pelalawan merupakan daerah penting bagi siak, dari aspek wilayah yang berdekatan serta perlunya kekuatan pertahanan dari arah selatan juga karena keingininan Kesultanan Siak yang sudah lama ingin menguasai Kesultanan Pelalawan[1]. Pasukan Kerajaan Siak Sri Indrapura juga pernah memberikan tawaran kepada Kesultanan Pelalawan untuk mengakui bahwa Kerajaan Siak Sri Indrapura sebagai yang dipertuan muda, tawaran tersebut diajukan karena menurut silsilah raja-raja, Kesultanan Pelalawan dan Kerajaan Siak masih memiliki hubungan, yakni sama-sama keturunan dari kemaharajaan melayu
Namun tawaran tersebut ditolak oleh Raja Pelalawan yakni Maharaja Dinda II, dikarenakan Kesultanan Pelalawan tetap pada pendiriannya yakni setelah terjadinya peristiwa berdarah yakni peristiwa ketika Sultan Mahmud Syah I dibunuh oleh Megat Sri Rama dan Datuk Bendahara naik sebagai sultan, tepat saat itu pula Kesultanan Pelalawan melepaskan diri, tak hanya itu, Pelalawan juga merasa tidak senang dengan politik dari Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah yang pada saat itu memerintah Kerajaan Melayu Riau-Johor (1722-1759M) yakni dengan merangkul bangsawan-bangsawan bugis yang menyebabkan berdirinya dinasti raja-raja di Selangor. Jalannya Perang antara Kerajaan Siak dan Kesultanan Pelalawan
Penyerangan ke Pelalawan
[sunting | sunting sumber]penyerangan yakni berkisar pada tahun 1806, yang dimana pasukan.Kesultanan Siak Sri Indrapura dipimpin oleh Sayyid Usman Syahabuddin. Di sisi lain, Kesultanan Pelalawan juga telah bersiap-siap di benteng pertahanan pelalawan yang terkuat yakni di Kuala Mempusun tepat di hilir pelalawan, yang mana benteng pertahanan di mempusun telah dilengkapi dengan meriam, serta diatas sungai Kampar, telah dilintangi batang-batang kayu yang diikat dengan rantai besi, disusun dari seberang sungai, dengan begitu perahu-perahu dan juga sampan terhalang mudik ke hulu[2] . Penyerangan terhadap Kesultanan Pelalawan dilakukan melalui Kuala Kampar, namun serangan ini dapat dipatahkan oleh Pasukan Perang Kesultanan Pelalawan, dan memukul mundur pasukan perang Kesultanan Siak sehingga menyebabkan kapal mereka tenggelam di sungai Kampar dan Sayyid Usman Syahabuddin serta pasukannya pun kembali ke Siak.
Salah satu kapal pasukan Kesultanan Siak yang turut tenggelam yakni kapal yang dipakai oleh Sayyid Usman Syahabuddin yang bernama kapal "Beram" sering pula disebut kapal Baheram, tempat tenggelamnya kapal beram ini diabadikan penduduk sekitar dengan nama "Teluk Beram". Dengan kembalinya Sayyid Usman Syahabuddin Ke Siak, untuk sementara penyerangan terhadap Kesultanan Pelalawan pun dihentikan, namun walaupun penyerangan tersebut dihentikan usaha Kerajaan Siak untuk menaklukkan Kesultanan Pelalawan tetaplah ada. Setelah kembalinya Pasukan Siak, dan Kerajaan Pelalawan mendapat kemenangan dalam peperangan tersebut.[3] Pada masa pemerintahan Sultan Tengku Syarif Ali (Sultan Assaidis Assyarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810) ini lah dapat dikatakan bahwa kesultanan Siak telah berhasil menjadi sebuah pusat kekuasaan yang kuat. Dan pada masa ini pula kekuasaan kesultanan Siak tidak saja meliputi seluruh wilayah Riau daratan dan Pelalawan (termasuk daerah pedalaman wilayah orang Kubu) tetapi juga wilayah Asahan, Deli, Langkat, Temiang, Badagai, dan lainnya, maka dapat pula dikatakan kekuasaan kesultanan Siak Sri Indrapura juga meliputi wilayah Melayu di Sumatra Timur dan bagian Selatan Aceh. Tepat pada saat inilah masa kebesaran politik dialami oleh Kesultanan Siak Sri Indrapura[4]
Penyerangan ke Sambas
[sunting | sunting sumber]Di samping itu, Sultan Syarif Ali juga memimpin penyerangan ke Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat dan berhasil menaklukkan ibukotanya tetapi tidak diduduki untuk waktu yang lama. Sebagai bukti penaklukan tersebut, di Sambas sekarang masih ditemukan sebuah perkampungan yang bernama Kampung Siak. Selain itu, di Siak terdapat barang-barang yang dibawa dari Sambas seperti piring-piring, senjata dan lain-lain. Ditemukan juga bahwa ada kesamaan antaran Tenunan Siak dengan Sambas. Semenjak itu, Sambas membayar upeti tahunan kepada Siak berupa bunga perak[5]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ D. Desi Purnama Sari, "Pemerintahan Sultan Syarif Harun di Kerajaan Pelalawan tahun 1940-1945," J. Ilmu Pengetah. Sos. Univ. Riau, 2013
- ^ U. A. Ahmad Yusuf, Sejarah Kerajaan Pelalawan. Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Riau, 1995
- ^ T. D. Assegaf, Tenggelamnya Armada Beram. Pelalawan: Kabupaten Pelalawan, 1995.
- ^ D. M. Sari, "Citra Kabupaten Siak dalam Arsip," Jakarta Arsi Nas. Republik Indonesia 2019.
- ^ Muchtar Luthfi, Sejarah Riau, Percetakan Riau - Pekanbaru (1977), pp. 251-253.