Lompat ke isi

Percakapan kecil

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Percakapan kecil (bahasa Inggris: small talk) adalah suatu tipe informal dari suatu wacana yang tidak mencakup setiap topik dari sebuah percakapan atau transaksi yang dituju atau yang dimaksudkan.[1] Kata lain yang biasa dipakai untuk menyebut sebuah small talk adalah obrolan ringan atau basa-basi.

Percakapan kecil atau small talk adalah suatu percakapan untuk kepentingan sendiri. Fenomena percakapan kecil ini diawali dan dipelajari pada tahun 1923 oleh Bronisław Malinowski, yang mencetus istilah "fatis communication" untuk mendeskripsikannya.[2] Kemampuan untuk melakukan percakapan kecil adalah sebuah kemampuan sosial, oleh karena itu percakapan kecil adalah sebuah bagian dari komunikasi sosial. Publikasi terdahulu berasumsi bahwa jabatan pekerjaan yang memiliki jaringan cocok untuk komunikasi sosial.[3]

Meskipun terlihat sedikit kegunaannya, percakapan kecil adalah sebuah proses ritual dalam membangun hubungan sosial dan sebuah strategi untuk mengatur jarak interpersonal.[4] Percakapan kecil memiliki fungsi dalam membantu pribadi untuk menentukan hubungan antara teman,rekan kerja, dan kenalan baru. Secara khusus, kenalan baru itu akan membantu untuk mengeksplorasi dan mengelompokkan posisi sosial yang tepat antara satu dengan yang lain.[5] Percakapan kecil terkait erat dengan kebutuhan orang-orang untuk menjaga muka positif untuk dapat merasakan diterima oleh orang-orang yang sedang mendengarkan mereka. Hal ini memperlancar interaksi sosial dengan cara yang sangat fleksibel, meskipun fungsi yang diinginkan sangat sering bergantung pada titik percakapan yang ada di mana percakapan kecil atau small talk terjadi:[6]

  1. Membuka percakapan; Saat para lawan bicara tidak tahu sama sekali satu sama lain, hal ini memungkinkan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki niat ramah dan menginginkan semacam interaksi positif. Dalam sebuah pertemuan bisnis, itu memungkinkan orang untuk membangun reputasi dan tingkat keahlian masing-masing. Apabila sudah ada hubungan antara dua pembicara, percakapan kecil ini berfungsi sebagai pengenalan yang ringan sebelum mereka terlibat dalam topik pembicaraan yang lebih besifat fungsional. Hal ini memungkinkan mereka untuk memberi tahu suasana hati yang mereka alami dan dapat merasakan suasana hati orang lain. Dalam hal ini, lawan bicara mereka.
  2. Pada akhir percakapan; Tiba-tiba mengakhiri suatu penukaran dapat menimbulkan risiko yang mengesankan bahwa mereka menolak orang lain. Percakapan kecil dapat digunakan untuk mengurangi penolakan itu, khususnya menegaskan hubungan antara dua orang, dan meringankan sebuah perpisahan.
  3. Pengisi ruang kekosongan untuk menghindari keheningan; dalam banyak budaya, keheningan di antara dua orang biasanya dianggap tidak nyaman. Ketegangan dapat dikurangi dengan memulai pembicaraan fatis sampai muncul sebuah subjek yang lebih besar. Umumnya, manusia menemukan bahwa keheningan berkepanjangan itu merupakan sesuatu yang tidak nyaman, dan kadang-kadang tak tertahankan. Hal ini dapat terjadi karena sejarah evolusi manusia sebagai mahluk sosial, seperti yang terjadi pada banyak binatang sosial lainnya, keheningan adalah suatu tanda bahaya dalam komunikasi[7]

Dalam beberapa percakapan bahkan ada ygn tidak memiliki elemen fungsional atau informatif sama sekali. Contoh berikut adalah percakapan kecil antara dua rekan yang melewati satu sama lain di lorong:

Budi: Selamat pagi, Irwan.
Irwan: Oh, selamat pagi, Irwan, bagaimana kabarmu?
Budi: Kabarku baik, bagaimana dengan dirimu?
Irwan: Baik juga kabarku. Sampai nanti.
Budi: OK, sampai nanti.

Pada contoh diatas, elemen percakapan fatis yang berada pada awal dan akhir percakapan telah tergabung. Secara keseluruhan perbincangan singkat ini termasuk pengisi ruang kekosongan. Tipe diskursus ini biasa disebut dengan basa basi.

Kebutuhan akan penggunaan percakapan kecil sangat bergantung pada sifat hubungan yang dimiliki antara orang yang melakukan percakapan. Pasangan yang hubungan intim dapat memberikan sinyal setinggi apa tingkat kedekatan mereka dari sedikitnya percakapan kecil yang mereka lakukan. Mereka dapat dengan mudahnya merasa nyaman dalam keheningan dibandingkan dengan orang teman yang bersifat kasual. Yang kemudian akan menimbulkan keadaan tidak nyaman antar kedua orang yang memiliki hubungan yang bersifat kasual tersebut.[8]

Dalam situasi pada tempat kerja, percakapan kecil cenderung sering terjadi kebanyakan di antara para pekerja yang memiliki tingkat jabatan yang sama. Namun, dapat digunakan oleh Manajer sebagai cara untuk mengembangkan hubungan kerja dengan staf yang secara melapor kepada mereka. Bos yang meminta karyawannya untuk kerja lembur mungkin dapat mencoba untuk memberikan motivasi kepada para staf dengan menggunakan percakapan kecil untuk dapat secara sementara mengurangi perbedaan dalam status.[9] Keseimbangan antara percakapan fungsional dan percakapan kecil di tempat kerja bergantung pada konteks, dan juga dipengaruhi oleh kekuatan relatif dari kedua pembicara. Biasanya seseorang yang memiliki tingkat jabatan yang lebih superior-lah yang mendefinisikan arah percakapan, karena mereka yang memiliki kekuatan untuk menutup percakapan kecil tersebut dan memiliki kebiasaan "langsung ke bisnis."[10]

Topik pada percakapan kecil umumnya bersifat kurang penting daripada fungsi sosial mereka.[11] Topik yang dipilih biasanya tergantung pada hubungan yang sudah ada di antara dua orang, dan bergantung pada keadaan yang ada pada percakapan tersebut. Dalam beberapa kasus, seseorang yang memulai percakapan kecil akan cenderung memilih topik yang mereka asumsikan bahwa pengetahuan latar belakang yang dimiliki satu sama lain sama untuk mencegah percakapan menjadi terlalu berat sebelah.[10]

Topik dapat diringkas sebagai langsung maupun tidak langsung.[12] Topik langsung termasuk pengamatan pribadi seperti topik kesehatan atau penampilan. Topik tidak langsung mengacu pada konteks yang situasional seperti berita terbaru atau kondisi dari sebuah situasi komunikatif tertentu. Beberapa topik yang dianggap 'aman' pada sebagian besar keadaan[6] adalah seperti pembahasan tentang cuaca, olahraga dan televisi. Pertanyaan tentang cuaca, bagaimanapun juga cara yang akan dipakai, harus dihindari kecuali jika ada diskusi lanjutan. Jika tidak, percakapan akan stagnan, dan itu akan menjadi kesalahan seorang pemula pada percakapan.[6]

Tingkat detail yang diberikan tidak harus melangkahi batas-batas ruang interpersonal yang ada. Ketika ditanya, "Bagaimana kabarmu?" oleh seorang kenalan yang mereka tidak tahu juga, seseorang cenderung memilih jawaban sederhana dan umum seperti, "saya baik, terima kasih." Dalam keadaan ini biasanya tidak akan sesuai bagi mereka untuk membalas dengan memberikan mereka daftar gejala kondisi medis yang mereka derita.[10] Karena apabila dilakukan, asumsi bahwa tingkat kedekatan yang dimiliki jauh lebih besar dibanding keakraban yang sebenarnya terjadi antara dua orang tersebut. Dan hal ini dapat menciptakan sebuah situasi yang tidak nyaman untuk kedua belah pihak.

Pola percakapan

[sunting | sunting sumber]

Sebuah studi percakapn kecil yang dilakukan dalam situasi yang melibatkan pertemuan antar orang asing telah dilakukan oleh Klaus Schneider.[13] Ia menelurkan teori bahwa percakapan tersebut terdiri dari sejumlah segmen yang bisa diprediksi, atau "moves".

Langkah pertama biasanya disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi orang lain untuk menyetujui. Mungkin bentuk pertanyaan, ataupun pernyataan pendapat dengan pertanyaan. Sebagai contoh, kalimat pembuka yang biasa digunakan seperti "cuaca yang indah, bukan?" adalah jelas sebuah undangan untuk mendapatkan persetujuan.

Langkah kedua adalah respon dikeluarkan oleh orang lain. Dalam percakapan fungsional yang mengacu topik tertentu, Maxim kuantitas dari Paul Grice menunjukkan bahwa tanggapan harus berisi informasi yang tidak lebih dari sesuatu yang diminta secara eksplisit.[14] Schneider mengklaim bahwa salah satu prinsip-prinsip percakapan kecil sangat bertentangan dengan Maxim kuantitas. Dia menunjukkan bahwa kesopanan dalam percakapan kecil dapat dimaksimalkan dengan menanggapi dengan jawaban yang lebih substansial. Kembali ke contoh "cuaca yang indah, bukan?", apabila menanggapi secara faktual dengan hanya mengatakan "Ya" (atau bahkan "Tidak") dapat dianggap kurang sopan daripada mengatakan, "Ya, cuaca sangat ringan untuk tahun ini".

Schneider menjelaskan bahwa langkah berikutnya mungkin dapat melibatkan suatu pengakuan seperti "Ya, bisa Saya lihat itu", sebuah evaluasi positif seperti "Itu benar", atau apa yang disebut "idling behaviour", seperti "Mmm", atau "Benarkah?".

Perbedaan Jenis Kelamin

[sunting | sunting sumber]

Pola pembicaraan antara perempuan cenderung lebih kolaboratif daripada laki-laki, dan cenderung untuk mendukung satu sama lain terhadap keterlibatan mereka dalam percakapan. Topik untuk percakapan kecil sangat memungkinan untuk memasukkan pujian tentang beberapa aspek dari penampilan pribadi masing-masing. Misalnya, 'gaun itu benar-benar cocok untuk Anda.' Percakapan kecil antara perempuan yang berteman dapat juga melibatkan tingkat keintiman yang lebih besar dari pengungkapan diri. Topik dapat mencakup aspek-aspek yang lebih pribadi kehidupan mereka, masalah mereka dan rahasia mereka. Pengungkapan diri ini baik dalam menghasilkan hubungan yang lebih dekat antara mereka dan juga dapat memberikan sinyal bahwa mereka memiliki hubungan yang dekat.[15]

Sebaliknya, percakapan kecil para pria cenderung menjadi lebih kompetitif. Fitur yang ada bisa mengenai perdebatan secara verbal sebagai latihan, penghinaan yang bersifat lucu, dan yang bersifat menjatuhkan.[15] Namun, pada tingkatan tertentu hal tersebut menciptakan dan mengirimkan sinyal solidaritas; Laki-laki mengirimkan sinyal bahwa mereka cukup nyaman dengan kehadiran masing-masing untuk dapat mengatakan hal ini tanpa mereka anggap sebagai suatu penghinaan.

Perbedaan budaya

[sunting | sunting sumber]

Aturan dan topik pada percakapan kecil atau small talk bisa sangat berbeda antar budaya. Cuaca adalah topik yang umum di daerah dimana iklim memiliki variasi yang besar dan dapat diprediksi. Pertanyaan tentang keluarga biasa terjadi di beberapa negara Asia dan Arab. Dalam budaya atau konteks yang berorientasi pada status sosial, seperti Tiongkok dan Jepang,[16] percakapan kecil antara kenalan baru memiliki pertanyaan yang dapat memperlihatkan kategori sosial satu sama lain. Perbedaan antar anggota dari berbagai kelompok budaya dan pada sikap mereka untuk pemahaman akan sebuah percakapan kecil. Dan cara berurusan dengan sebuah percakapan kecil dianggap berasal dari persepsi mereka secara sosial dan budaya terhadap suatu hubungan interpersonal.[17][18][19][20] Pada banyak budaya di Eropa sangatlah umum untuk membahas cuaca, politik atau ekonomi, meskipun di beberapa negara, hal yang bersifat keuangan pribadi seperti gaji merupakan sesuatu yang dianggap tabu.[21][22]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ How to Master the Art of Small Talk - For Dummies
  2. ^ Malinowski, B. (1923) "The problem of meaning in primitive languages", in: Ogden, C. & Richards, I., The Meaning of Meaning, Routledge, London
  3. ^ COMPUTER NETWORKS AS SOCIAL NETWORKS: Collaborative Work, Telework, and Virtual Community
  4. ^ Bickmore, T. (1999) A Computational Model of Small Talk, accessed online at media.mit.edu Diarsipkan 2002-01-17 di Wayback Machine.
  5. ^ Laver, J. (1975), "Communicative Functions of Phatic Communion", in: Kendon, A. / Harris, R. / Key, M. (eds.), The Organisation of Behaviour in Face-to-Face Interaction, pp.215–238, The Hague: Mouton.
  6. ^ a b c Holmes, J. (2000) "Doing collegiality and keeping control at work: small talk in government departments", in: J. Coupland, (ed.) Small Talk, Pearson, Harlow UK.
  7. ^ Joseph Jordania. "Times to fight and times to relax: Singing and humming at the beginning of Human evolutionary history". Kadmos 1, 2009: 272-277
  8. ^ Jaworski, A. (2000) "Silence and small talk", in: J. Coupland, Small Talk, Pearson, Harlow UK.
  9. ^ Holmes, J. (1998) "Don't Under-Rate Small Talk", New Zealand Business, 12,9.
  10. ^ a b c Holmes, J. & Fillary, R. (2000) "Handling Small Talk at Work: challenges for workers with intellectual disabilities", International Journal of Disability 47,3.
  11. ^ Tracy, K. & Naughton, J. M. (2000) "Institutional identity-work: a better lens", in: J. Coupland, Small Talk, Pearson, Harlow UK.
  12. ^ Ventola, E. (1979) "The Structure of Casual Conversation in English", Journal of Pragmatics 3: pp.267–298.
  13. ^ Schneider, K. (1988) Small Talk: Analysing Phatic Discourse, PhD thesis, Philipps-Universität, Marburg, W. Germany.
  14. ^ Grice, H. P. (1975) "Logic and Conversation", in: P. Cole & J. Morgan (eds.) Syntax and Semantics: Speech Acts, Vol.3, Academic, NY.
  15. ^ a b Tannen, D. (1992) "How men and women use language differently in their lives and in the classroom", The Education Digest 57,6.
  16. ^ Hofstede, G. (2000) Culture's Consequences, revised edition, Beverly Hills, CA: Sage.
  17. ^ Cui, X. (2012, October 30). Communicating with Chinese colleagues, not just small talk. The Age.
  18. ^ Cui, X. (2013, July 30). Tongue-tied. South China Morning Post, pp. A11
  19. ^ Cui, X. (2012). ‘How are you? – Fine, thanks. How about you?’: A case of problematic social interaction at work between Chinese and Australians. In C. Gitsaki & R. B. Baldauf (Eds.), Future directions in applied linguistics: Local and global perspectives (pp. 373-389). Cambridge Scholars Publishing.
  20. ^ Cui, X. (2014). Getting to the Source: An Instrument for Examining the Dynamics of Problematic Interactions. RELC Journal: A Journal of Language Teaching and Research, 45(2), 197-210.
  21. ^ Grzega, J. (2006) EuroLinguistischer Parcours: Kernwissen europäischer Sprachkultur, Frankfurt (Main): IKO.
  22. ^ Grzega, J. (2008) "Elements of Basic European Language Guide", Journal for EuroLinguistics 5: pp.118–133.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]