Pertempuran Silva Litana
Pertempuran Silva Litana | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Punik II | |||||||
Pertempuran Silva Litana | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Boii | Romawi | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Tidak diketahui | Lucius Postumius Albinus † | ||||||
Kekuatan | |||||||
Tidak diketahui | 25.000 | ||||||
Korban | |||||||
Tidak diketahui | 24.990 tewas atau ditangkap |
Pertempuran Silva Litana adalah serangan secara tiba-tiba yang terjadi di sebuah hutan terletak 120 Km arah barat laut kota Romawi Ariminum pada 216 SM, selama berlangsungnya Perang Punik II. Orang-orang Boii dari Suku Galia, menyerang dan menghancurkan pasukan Romawi yang terdiri dari 25.000 orang yang dipimpin oleh konsul terpilih Lucius Postumius Albinus. Hanya sepuluh orang yang dapat lolos dari penyergapan tersebut, beberapa tahanan diambil dan Postumius dibunuh dengan dipenggal dan tengkoraknya dilapisi emas oleh orang Boii. Berita tentang bencana militer tersebut, datang beberapa hari atau bulan setelah kekalahan pasukan Romawi di Cannae, lalu memicu kepanikan baru di Roma. Akhirnya Romawi menunda operasi militer melawan Galia hingga berakhirnya Perang Punik II.
Pendahuluan
[sunting | sunting sumber]Pada 216 SM, Bangsa Romawi memilih Lucius Aemilius Paullus dan Gaius Terentius Varro sebagai konsul. Para konsul lalu memberikan satu legiun kepada Lucius Postumius Albinus untuk menghukum suku Galia di Galia Cisalpina karena telah memasok pasukan ke tentara Kartago yang dipimpin oleh Hannibal. Setelah kemenangan telak Hannibal di Pertempuran Cannae, Postumius terpilih sebagai konsul Romawi untuk ketiga kalinya secara in absentia, karena ia memimpin legiun Romawi di Galia Cisalpina.[1]
Kekuatan pasukan Postumius ditingkatkan menjadi dua legiun Romawi dan ia mengumpulkan pasukan sekutu di sepanjang pesisir laut Adriatik, meningkatkan jumlah pasukannya hingga menjadi 25.000.[2]
Pertempuran
[sunting | sunting sumber]Pasukan Postumius bergerak melalui hutan besar yang disebut Litana oleh orang Galia.[2] Suku Boii telah memotong pepohonan yang tidak diberi penyangga dan akan tetap tegak berdiri, tetapi jika diberi sedikit dorongan, pohon-pohon tersebut akan roboh.[2] Saat orang Romawi menyusuri jalan di hutan, suku Boii mengamankan garis pertahanan luarnya dan mendorong pepohonan dari tepi luar.[2] Pohon-pohon yang telah dipotong tersebut, bertumbangan dan jatuh ke jalan dari kedua sisi, menewaskan tentara Romawi, juga kudanya dan menghancurkan seluruh peralatan.[2] Sebagian besar pasukan Romawi tewas tertimpa pepohonan tersebut dan orang-orang yang masih selamat dengan panik, dibantai oleh orang Boii yang menunggu di luar hutan.[2] Sekelompok orang Romawi mencoba melarikan diri menyeberangi sungai, tetapi ditangkap oleh orang Boii yang telah menguasai jembatan di atas sungai.[2] Beberapa tahanan Romawi ditangkap dan hanya sepuluh orang yang selamat dari insiden tersebut.[2]
Postumius berjuang untuk menghindari penangkapan, tetapi akhirnya dipenggal dan kepalanya dibawa ke kuil suci orang Boii, kemudian kulit kepalanya dikuliti dan tengkoraknya dilapisi dengan emas.[2] Tengkorak berlapis emas tersebut digunakan sebagai cangkir untuk minum oleh pemimpin spiritual tertinggi orang-orang Boii.[2] Suku Boii juga mengambil sejumlah besar barang jarahan karena barang-barang pasukan Romawi bertebaran di sepanjang jalan hutan.[2]
Akibat
[sunting | sunting sumber]Kepanikan melanda kota Roma saat berita mengenai insiden tersebut tiba.[2] Senat Romawi memerintahkan aedile untuk berpatroli di jalan-jalan dan membubarkan setiap tanda-tanda kekalahan atau sikap menyerah.[3] Tiberius Sempronius Gracchus, penguasa kuda dan juga konsul terpilih untuk tahun 215 SM, menghibur Senat Romawi dengan menekankan bahwa penting untuk mengalahkan Hannibal dan Galia hanya sebagai prioritas sekunder bagi strategi Romawi.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Pustaka
[sunting | sunting sumber]- Livius, Titus (2006). Hannibal's War: Books Twenty-One to Thirty. Translated by J.C. Yardley, introduction and notes by Dexter Hoyos. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-283159-3.