Lompat ke isi

Petition of Right

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Petition of Right
Salinan Petition of Right
Dibuat8 May 1628
Ratifikasi7 June 1628
LokasiParliamentary Archives, London
PenulisSir Edward Coke
TujuanPerlindungan hak-hak sipil

Petition of Right adalah dokumen konstitusional Britania Raya berisi pembatasan hak raja dan pernyataan atas hak yang dimiliki rakyat beserta jaminannya.[1] Dokumen ini diserahkan kepada raja Charles I oleh Parlemen Inggris pada tahun 1682 sebagai bentuk perjuangan melawan monarki absolut.[2] Petition of Right juga merupakan salah satu dokumen konstitusional paling penting di Britania Raya.

Latar Belakang

[sunting | sunting sumber]

Kepemimpinan Charles I

[sunting | sunting sumber]

Raja Charles I naik takhta pada bulan Maret 1625, menggantikan raja James I yang meninggal pada tahun yang sama. Pemerintahan Charles dimulai dengan hubungan yang tidak menyenangkan dengan Adipati Buckingham saat itu, George Villiers. Penyebabnya adalah kecendurungannya untuk menggunakan kekuasaan yang berlawanan dengan keinginan para bangsawan.[3] Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Charles I juga tidak populis, di antaranya adalah pengumpulan paksa bea cukai untuk membiayai perang di luar negeri. Parlemen memutuskan pembatasan pungutan ini hanya selama satu tahun pada tahun 1625. Hal ini tidak diindahkan oleh Charles I dengan mengumpulkan uang tanpa persetujuan Parlemen melalui Pinjaman Paksa pada tahun 1626 dan memenjarakan orang yang menolak untuk membayarnya tanpa diadili.[4]

Kehidupan Pribadi

[sunting | sunting sumber]

Charles adalah seorang penganut aliran Anglikan Tinggi[5] dan menikahi Henrietta Maria yang beragama Katolik pada 1 Mei 1625.[6] Perbedaan kepercayaan ini menimbulkan kebencian rakyat, terutama kaum Puritan. Pada tahun 1629, Charles I memerintahkan tindakan kekerasan terhadap orang-orang Puritan dan Katolik dan banyak dari mereka yang pindah ke daerah koloni Amerika. Raja Chales juga memaksakan penggunaan buku doa baru di Skotlandia sehingga menimbulkan perlawanan. Dia terpaksa bekerja sama dengan Parlemen untuk mendapatkan dana meredam perlawanan rakyat. Pada November 1641, pemberontakan pecah di Irlandia. Ketegangan semakin meningkat akibat perselisihan mengenai siapa yang harus memimpin pasukan untuk menekan pemberontakan di Irlandia. Charles menyuruh penahanan lima anggota Parlemen pada Agustus 1642 dan menegaskan diri sebagai pemimpin pasukan. Nantinya, hal ini menyebabkan Perang Saudara Inggris terjadi.[3]

Pinjaman Paksa (Forced Loan)

[sunting | sunting sumber]

Untuk membiayai rencana Perang Inggris-Spanyol (1625–30), Charles I mengenakan pinjaman paksa pada rakyatnya yang kaya pada tahun 1626. Para bangsawan ditunjuk sebagai komisaris untuk pengumpulan pinjaman. Lebih dari 250.000 Pound sterling terkumpul dalam setahun. Tujuh puluh enam orang yang menolak atau menghalangi peminjaman uang dipenjarakan. Mereka tidak diadili karena hakim takut menentang raja. Charles I juga berusaha memaksa Gereja untuk mendukung pinjaman paksa. Para pendeta mengkhotbahkan pembenaran terhadap tindakannya atas hak ilahinya.[7]

Konflik dengan Parlemen

[sunting | sunting sumber]

Parlemen Pertama

[sunting | sunting sumber]

Ketika Parlemen pertama raja Charles I membahas pengangkatan menteri raja pada bulan Juni 1625, muncul ketidakpercayaan atas dirinya karena kegagalan Perang Spanyol dan Charles tidak memberi penjelasan kepada Parlemen tentang kebijakan luar negerinya atau biayanya. Pertentangan juga muncul antara raja yang baru dan Kaum Puritan yang mendominasi House of Commons. Parlemen membatasi hak untuk memungut bea cukai hanya selama setahun, tidak seumur hidup seperti pada raja-raja sebelumnya.[8] Menyadari ancaman terhadap kekuasaannya, Charles membubarkan Parlemen pertamanya pada 12 Agustus 1625.[9]

Parlemen Kedua

[sunting | sunting sumber]

Charles I menjadikan lawan-lawan politiknya anggota Parlemen kedua menjadi sheriff di daerah asal mereka untuk menghindari perlawanan. Kenyataannya, Parlemen kedua lebih kritis terhadap raja di pertemuan pada Februari 1626. Parlemen menyoroti kegagalan ekspedisi Cádiz di Spanyol. Ajuan raja untuk mendanai armada pasukan melawan Spanyol dan Perancis ditolak. Posisi Charles kembali terancam dan dia memutuskan membubarkan Parlemen pada Juni 1626.[10][11]

Parlemen Ketiga

[sunting | sunting sumber]

Charles I mengatur pembentukan Parlemen baru dengan harapan Parlemen akan menyetujui pengiriman pasukan ke La Rochelle, Perancis. Parlemen justru bertindak lebih keras menentang raja dan mengeluarkan resolusi Petition of Right pada pertemuan pada 17 Maret 1628 dan The Tree Resolutions pada 23 Januari 1629.[12][13]

Pengesahan

[sunting | sunting sumber]

Kekalahan perang melawan Perancis dan Spanyol pada tahun 1627 membuat perpajakan darurat didesak oleh raja Charles I. Dua puluh tujuh anggota Parlemen yang menolak memberi pinjaman dipenjara dan menimbulkan kecemasan di antara anggota yang lain.[14]

Parlemen ketiga raja Charles I berkumpul pada 17 Maret 1628. Pada Pidato pembukaannya, raja menyerukan pemungutan pajak segera untuk melanjutkan perang. Parlemen memanfaatkan kegentingan tersebut dengan menyusun Petition of Right dipimpin Sir Edward Coke dan memutuskan akan memberi dana yang dibutuhkan jika dokumen tersebut ditandatangani.[15][16]

Awalnya, Charles menolak untuk memberikan persetujuannya kepada Parlemen, tetapi dia sangat membutuhkan uang. Dia berkonsultasi dengan Coke tentang status hukum Petition of Right. Dengan harapan dapat kembali menegakkan kekuasaannya, Charles menyetujui Petition of Right pada tanggal 7 Juni 1628.[17] Parlemen kemudian memberikan dana yang dibutuhkan raja. Pada saat Parlemen keempat bertemu pada Januari 1629, pihak kerajaan tidak punya banyak wewenang. House of Commons sekarang berkeberatan atas munculnya praktik-praktik ibadah baru di gereja-gereja dan pengadaan bea cukai dan penangkapan orang oleh para pejabat raja tanpa persetujuannya. Raja ingin memerintahkan penangguhan Parlemen di pertemuan pada 2 Maret 1629, tetapi sebelum dia berbicara, pembesar suara di kursinya diturunkan. Charles menyadari bahwa perilaku itu adalah gerakan revolusi. Selama 11 tahun berikutnya ia memerintah kerajaan tanpa melibatkan Parlemen.[11]

Kutipan Petition of Right berbunyi:

They do therefore humbly pray your most excellent Majesty, that no man hereafter be compelled to make or yield any gift, loan, benevolence, tax, or such like charge, without common consent by act of parliament; and that none be called to make answer, or take such oath, or to give attendance, or be confined, or otherwise molested or disquieted concerning the same or for refusal thereof; and that no freeman, in any such manner as is before mentioned, be imprisoned or detained; and that your Majesty would be pleased to remove the said soldiers and mariners, and that your people may not be so burdened in time to come; and that the aforesaid commissions, for proceeding by martial law, may be revoked and annulled; and that hereafter no commissions of like nature may issue forth to any person or persons whatsoever to be executed as aforesaid, lest by color of them any of your Majesty's subjects be destroyed or put to death contrary to the laws and franchise of the land.[18]

Inti dari Petition of Right adalah empat tuntutan:

  • tidak boleh ada pemungutan pajak tanpa persetujuan Parlemen
  • tidak boleh ada penangkapan tanpa sebab
  • tidak boleh ada rakyat yang dipaksa menjadi tentara atau pelaut di luar keinginan mereka
  • tidak boleh ada aturan militer di masa damai

Hak-hak ini juga dilindungi oleh hukum dan undang-undang Magna Carta dan hukum Edward I, Edward III dan Richard III. Tuntutan ketiga dan keempat memperlihatkan dampak kebijakan luar negeri Charles I yang suka berperang.[12]

Britania Raya tidak memiliki konstitusi tertulis, tetapi menjalankan sejumlah instrumen dalam proses bernegaranya. Di antaranya adalah Magna Carta, Petition of Right, dan khusus di Skotlandia berlaku Claim of Rights Act 1689, Act Settlement 1701, dan Act of Union 1707.[19] Akibat ketiadaan konstitusi tertulis, berbagai interpretasi mengenai keabsahan Petition of Right muncul. Sejarawan memberikan dua kemungkinan terhadap masalah ini. Pertama, pengakuan terhadap Petition of Right merupakan ketentuan yang bersifat pribadi, yudikatif, sehingga tidak mengikat Raja atau Parlemen; kedua, Petition of Right memiliki kekuatan undang-undang, legislatif, dan dengan demikian mengikat secara hukum.[20]

Keabsahan Petition of Right dipertanyakan mulai dari pengesahannya. Pada saat penyusunannya, Parlemen tahu bahwa raja Charles | tidak akan menerima ketentuan yang telah mereka persiapkan untuk membatasi haknya. Namun, raja telah mengumumkan kesediaannya untuk menerima berlakunya Magna Carta bersama dengan enam ketentuan lain tetapi penafsiran hukum tersebut masih di tangan raja. Raja Charles didesak untuk memberi kejelasan atas pernyataan tersebut. Sir Edward Coke mendekati raja Charles dan memberikannya sebuah dokumen penjelasan. Usulannya didukung dan komite perancang segera ditunjuk. Gagasan mengajukan Petition of Right diajukan sebelum pidato oleh Sir Edward. Pidato anggota Parlemen, Edward Alford dan Sir John Coke memberikan usul pada pertemuan pertama Parlemen yang tidak menghasilkan ketentuan baru dan gagasan Petition of Right akhirnya diadopsi atas desakan Sir Edward Coke. Proses penyusunan Petition of Right diajukan oleh Edward Alford pada awal debat pada 6 Mei 1629.[21]

Signifikansi

[sunting | sunting sumber]

Petition of Right menandai masa transisi ideologis perpolitikan Britania Raya. Hak-hak ilahi Charles I sebagai raja dipertanyakan dan menimbulkan keraguaan penerimaan tradisional otoritas hukum bersamaan dengan pengakuan raja sebagai penguasa. Parlemen di saat itu berusaha untuk mempertahankan integritas hukum, membatasi absolutisme Charles namun tidak serta merta melepaskan otoritas monarki sehingga menghindari munculnya konflik. Kerajaan Inggris menunjukkan sistem konstitusional dengan hak prerogatif raja dibatasi oleh hukum.[22] Petition of Right dianggap sebagai penanda penting dalam periode Wangsa Stuart.[23] Petition of Right juga disebut-sebut sebagai salah satu dokumen konstitusional paling terkenal di Inggris, dibandingkan dengan Magna Carta dan Bill of Rights 1689.[24][25]

Banyak negara yang mengadopsi isi Petition of Right. Negara-negara Persemakmuran banyak yang menerapkannya dalam berbagai undang-undang, terlebih di Australia dan Selandia Baru.[26] Petition of Right juga memengaruhi ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Konstitusi Amerika Serikat. Amandemen Ketiga Konstitusi Amerika Serikat yang mengatur ketentuan mengenai penugasan perang isinya mirip dengan yang terdapat dalam Petition of Right.[27]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Petition of Right (1628) | History, Principles, & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-27. 
  2. ^ "Magna Carta, Petition of Right, History of Civil Liberties". United for Human Rights (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-27. 
  3. ^ a b "BBC - History - King Charles I". www.bbc.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-30. 
  4. ^ "Charles I and the Petition of Right". UK Parliament (dalam bahasa English). Diakses tanggal 2020-01-30. 
  5. ^ Yates 1999, hlm. 22"It is, however, clear that Charles I and his bishops had greatly underestimated the strength of Puritan opinion in large areas of the British Isles. (...) There is, however, some evidence that Anglican worship and the ceremonial that accompanied it continued to take place. High-Church landed families took care of High-Church clergy, (...)"
  6. ^ pixeltocode.uk, PixelToCode. "Charles I". Westminster Abbey (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-30. 
  7. ^ "Forced Loans, 1626-7". bcw-project.org. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  8. ^ Maitland 2011, hlm. 307"When Charles I met his first parliament, the commons refused to make that grant of tonnage and poundage for the king's life, which since the days of Henry V had been usual; they would grant it for but one year"
  9. ^ "King Charles' First Parliament, 1625". bcw-project.org. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  10. ^ "King Charles' Second Parliament, 1626". bcw-project.org. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  11. ^ a b "Charles I | Biography, Accomplishments, & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-30. 
  12. ^ a b "King Charles' Third Parliament, 1628-29". bcw-project.org. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  13. ^ "United Kingdom - Charles I (1625–49)". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-30. 
  14. ^ Banaszak 2001, hlm. 3b"Twenty-seven of its members had been imprisoned by the king for refusing the loan."
  15. ^ Banaszak 2002, hlm. 3"This Parliament used Charles's need for money as a tool to establish limits on his power."
  16. ^ Banaszak 2002, hlm. 3b"The king's chief adversary in Parliament was Sir Edward Coke. Coke led Parliament in drafting a Petition of right that condemned arbitrary government."
  17. ^ Hallam 2009, hlm. 307"In March, 1628, Charles had to face his third parliament, and on 7 June he gave his assent to the Petition of right which turned it into a statute."
  18. ^ "The Petition of Right 1628". www.constitution.org. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  19. ^ United Kingdom Supreme Court Judgement, diakses tanggal 2020-01-30 
  20. ^ Flemion, Jess Stoddart (1973). "The Struggle for the Petition of Right in the House of Lords: The Study of an Opposition Party Victory". The Journal of Modern History. 45 (2): 193–210. ISSN 0022-2801. 
  21. ^ Young, Michael B. (1984/06). "The Origins of the Petition of Right Reconsidered Further". The Historical Journal (dalam bahasa Inggris). 27 (2): 449–452. doi:10.1017/S0018246X0001788X. ISSN 1469-5103. 
  22. ^ Foster, Elizabeth Read (1974). "Petitions and the Petition of Right". Journal of British Studies. 14 (1): 21–45. ISSN 0021-9371. 
  23. ^ "England and Parliamentary Monarchy | Boundless World History". courses.lumenlearning.com. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  24. ^ "Magna Carta, Petition of Right, History of Civil Liberties". United for Human Rights (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-30. 
  25. ^ Schachter 2005, hlm. 5; Chapter 2"Winston Churchill declared that England owed its good government to its bad kings. Certainly, such events such as Magna Carta (1215), the Petition of ight (1629), and the Bill of rights (1689) constitute milestones in the evolution of the restraints imposed on the monarch."
  26. ^ "Clark, David --- "The Icon of Liberty: The Status and Role of Magna Carta in Australian and New Zealand Law" [2000] MelbULawRw 34; (2000) 24(3) Melbourne University Law Review 866". www.austlii.edu.au. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  27. ^ "The 3rd Amendment of the U.S. Constitution". National Constitution Center – The 3rd Amendment of the U.S. Constitution (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-30. 

Daftar Pustaka

[sunting | sunting sumber]

Maitland, Frederic William (2011). The constitutional history of England : a course of lectures delivered. Barnes & Noble. ISBN 978-1-4114-3794-4. 

Banaszak, Ronald A (2002). Fair trial rights of the accused : a documentary history. Greenwood Press. ISBN 0-313-30525-0. 

Hallam, Henry (2009). The Constitutional History of England from the Accession of Henry VII to the Death of George II. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-09448-1. 

Bailey, J. Magna Charta, the Bill of Rights; with the Petition of Right, Presented to Charles I. by the Lords and Commons, Together with His Majesty's Answer; and the Coronation Oath. With Notes and Illustrations, Etc. England: England (1820). 

Schachter, Gustav (2005). Cultural continuity in advanced economies : Britain and the U.S. versus continental Europe. Ashgate. ISBN 0-7546-4476-6. OCLC 845863156. 

Yates, Nigel (1999). Anglican ritualism in Victorian Britain, 1830-1910. Oxford:: Clarendon. ISBN 0-19-826989-7. OCLC 42038502.