Plosowahyu, Lamongan, Lamongan
Plosowahyu | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Lamongan | ||||
Kecamatan | Lamongan | ||||
Kode pos | 62218 | ||||
Kode Kemendagri | 35.24.22.2008 | ||||
Luas | 1,73 km² | ||||
Jumlah penduduk | 1617 jiwa | ||||
Kepadatan | 1512 jiwa/km² | ||||
Jumlah RT | 12 | ||||
Jumlah RW | 3 | ||||
Jumlah KK | 727 kk | ||||
Situs web | plosowahyupiyekabare.web.id | ||||
|
Plosowahyu adalah sebuah Desa berstatus Mandiri yang berada di wilayah Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Indonesia.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Di Desa Plosowahyu, tepatnya di Dusun Wahyu, terdapat makam keramat yang dikenal dengan nama Mbah Kaji Mujurono, yang belakangan juga disebut sebagai Raden Suworno (Soeworno). Sosok ini dipercaya memiliki hubungan dengan keturunan Majapahit dan menjadi kunci penting dalam melacak sejarah Desa Plosowahyu, meskipun masih sulit ditelusuri secara mendetail.
Asal Usul dan Islamisasi Desa Plosowahyu
[sunting | sunting sumber]Tidak diketahui pasti kapan Desa Plosowahyu didirikan. Ada yang menyebutkan bahwa awalnya penduduk desa ini memeluk agama Siwa-Buddha, yang memberi petunjuk bahwa Mbah Kaji Mujurono adalah seorang pendatang yang kemudian mengislamkan penduduk setempat. Sejarawan seperti Pegeud dan De Graaf mencatat bahwa Islamisasi wilayah Lamongan baru terjadi pada masa penaklukan oleh Kesultanan Demak di bawah Sultan Trenggono sekitar tahun 1541-1542 M. Sebelum itu, wilayah Lamongan Selatan masih berafiliasi dengan Siwa-Buddha dari kerajaan Sengguruh (Singosari) dan Kertosono (Kediri).
Menurut sejarawan Ustad Chambali, salah satu teman pendiri Lamongan, yakni Raden Pangeran Haryo Kanjeng Jimat, lahir di Plosowahyu sekitar tahun 1527. Hal ini menandakan bahwa Desa Plosowahyu sudah ada sebelum masa kelahiran Kanjeng Jimat. Mbah Kaji Mujurono diyakini hidup lebih awal, sebagai santri Sunan Giri I, sedangkan Kanjeng Jimat adalah santri Sunan Giri III.
Dalam cerita tutur lain, disebutkan bahwa Mbah Kaji Mujurono menetap di Plosowahyu setelah mengalami kekalahan perang dan membuka hutan di sana. Nama "Plosowahyu" berasal dari kata "Ploso", sejenis pohon, dan "Wahyu", yang berarti mendapatkan petunjuk. Tidak diketahui pasti peperangan apa yang melatarbelakangi kekalahan tersebut.
Peran Plosowahyu dalam Sejarah Lamongan
[sunting | sunting sumber]Meskipun asal-usul Desa Plosowahyu masih belum jelas, peran pentingnya dalam berdirinya Kota Lamongan tercatat dalam beberapa dokumen, termasuk dalam karya Ustad Chambali, "Sejarah Keris Mbah Jimat" dan "Tumenggung Surojoyo". Tiga santri Sunan Giri III berperan penting dalam dakwah Islam dan politik di awal berdirinya Lamongan, yaitu:
Rangga Hadi: Berasal dari Menganti, Gresik, ditugaskan untuk berdakwah di wilayah Gunung Kendeng, Ngimbang, dan kemudian menjadi Tumenggung Lamongan dengan gelar Tumenggung Surojoyo pada 26 Mei 1569 dan memimpin hingga 1607.
Raden Goliah: Berasal dari Mantup, berdakwah dan dimakamkan di Mantup.
Raden Pangeran Haryo Kanjeng Jimat: Kelahiran Plosowahyu, bertugas berdakwah di wilayah Gunung Kendeng, Mantup dan sempat menjadi Bupati Pacitan sebelum kembali ke Lamongan. Kanjeng Jimat memiliki dua keris pemberian Sunan Giri III, salah satunya, "Embah Jimat", menjadi piandel Tumenggung Surojoyo dan kemudian menjadi simbol dalam lambang Lamongan.
Uniknya, lambang Desa Plosowahyu juga memiliki gambar keris yang mirip dengan lambang Kota Lamongan, menunjukkan adanya keterkaitan sejarah antara keduanya.
Penelitian Lebih Lanjut
[sunting | sunting sumber]Catatan mengenai sejarah Plosowahyu masih perlu divalidasi lebih lanjut. Cerita-cerita yang selama ini ada, terutama yang dibacakan pada acara Sedekah Bumi, minim informasi dan berbeda dengan catatan sejarah yang lebih detail dari Ustad Chambali. Penggalian informasi lebih dalam masih diperlukan agar sejarah Desa Plosowahyu dapat dipastikan kebenarannya.
Geografi
[sunting | sunting sumber]Secara geografis Desa Plosowahyu terletak pada 7°05'46 - 7°06'40 Lintang Selatan dan 112°22'46' - 112°23'57 Bujur Timur. Desa Plosowahyu memiliki luas wilayah ±1,73km² yang terletak di dataran rendah pada ketinggian ±6 M dari permukaan air laut dengan curah hujan 1.800 mm/tahun serta suhu rata-rata 34ºC.
Desa Plosowahyu dialiri oleh 3 Sungai/Kali, yakni Kali Wiyu, Kali Plalangan dan Kali Balun/Ulo.
Pembagian Wilayah
[sunting | sunting sumber]Sawah : 140 Ha
Perkebunan : 0 Ha
Pekarangan : 22Ha
Hutan : 0 Ha
GG : 0 Ha
Lain-lain : 11 Ha
Perbatasan
[sunting | sunting sumber]Utara | Kecamatan Turi |
Timur | Kelurahan Sukomulyo dan Sukorejo |
Selatan | Desa Made dan Tanjung |
Barat | Desa Pangkatrejo, Karanglangit, dan Sukorejo |
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Desa Plosowahyu terbagi menjadi 3 Dusun, 3 RW dan 12 RT. Saat ini Desa Plosowahyu dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama Agus Susanto
Dusun
[sunting | sunting sumber]Wahyu (Wiyu)
Plosogeneng (Ploso)
Plalangan
Transportasi
[sunting | sunting sumber]Desa Plosowahyu dilintasi jalur utama pantura yang menghubungkan Jakarta-Surabaya, yakni sepanjang pesisir utara Jawa. Jarak Desa dengan pusat kota Lamongan sejauh 4 Km atau 33 KM dengan Kabupaten Gresik (kabupaten terdekat).
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Universitas Muhammadiyah Lamongan
SD Negeri Plosowahyu
TK Surya Baru
KB Melati
TPQ Al-Muttaqin
TPQ Bahrul'ulum
TPA Al-Ikhlas