Lompat ke isi

Pluralisme agama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Salib Kristen pada sebuah monumen peringatan perang dan sebuah Menorah untuk Hanukkah berdiri berdampingan di Oxford.
Gereja Katolik, Masjid, dan Gereja Ortodoks Serbia di Bosanska Krupa.
Puja Mandala, sebuah kuil yang melambangkan toleransi umat beragama di Indonesia yang terletak Kuta, Bali[1]
Huria Kristen Batak Protestan selalu berdampingan di sebelah Masjid Al Istikharah di Jakarta, Indonesia[2]
In Sweden, religions coexist: Gereja Katarina dan Masjid Stockholm di Swedia
Pemandangan kota Bethlehem bersama Masjid Omar serta Gereja Lutheran Injili Yordania dan Tanah Suci, Gereja Salesian Hati Kudus Yesus di Betlehem, Palestina

Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:

  • Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
  • Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini sering kali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
  • Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
  • Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.[3]

Pluralisme menurut berbagai agama

[sunting | sunting sumber]

Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah. Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam agama Islam.[4] Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefinisikan sebagai ""Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".

Namun, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri.[5] Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.[6]

Di Indonesia, salah satu kelompok Islam yang dianggap mendukung pluralisme agama adalah Jaringan Islam Liberal. Di halaman utama situsnya terulis: "Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih, Tuhan Penyayang, Tuhan segala agama."[7]

Dalam dunia Kristen, pluralisme agama pada beberapa dekade terakhir diprakarsai oleh John Hick. Dalam hal ini dia mengatakan bahwa menurut pandangan fenomenologis, terminologi pluralisme agama arti sederhananya ialah realitas bahwa sejarah agama-agama menunjukkan berbagai tradisi serta kemajemukan yang timbul dari cabang masing-masing agama. Dari sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah teori khusus mengenai hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival mereka. Istilah ini mengandung arti berupa teori bahwa agama-agama besar dunia adalah pembentuk aneka ragam persepsi yang berbeda mengenai satu puncak hakikat yang misterius.[8][9]

Dengan mencontoh pandangan Sang Buddha tentang toleransi beragama, Raja Asoka membuat dekret di batu cadas gunung ( hingga kini masih dapat di baca ) yang berbunyi: “… janganlah kita menghormat agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama orang lain hendaknya dihormat atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini kita membantu agama kita sendiri untuk berkembang disamping menguntungkan pula agama lain. Dengan berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu, barang siapa menghormat agamanya sendiri dengan mencela agama lain – semata – mata karena dorongan rasa bakti kepada agamanya dengan berpikir ‘ bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri ‘ maka dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu toleransi dan kerukunan beragamalah yang dianjurkan dengan pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya sendiri juga bersedia untuk mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain… “

Catatan dan referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Puja Mandala, simbol kerukunan umat beragama di Pulau Bali". antaranews.com. 17 March 2023. Diakses tanggal 5 October 2024. 
  2. ^ "Masjid Al Istikharah dan HKBP Kernolong dibangun berdekatan guna menjaga kerukunan beragama di Indonesia". tribunnews.com. 25 December 2020. 
  3. ^ PLURALISME AGAMA DI INDONESIA, julita lestari S.Ag
  4. ^ Lihat: Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
  5. ^ Mhasbi.com, dalam format PDF
  6. ^ Hamid Fahmy; Islam dan Faham Pluralisme Agama, dalam situs Institut Manajemen Masjid
  7. ^ Lihat: Situs JIL
  8. ^ Situs Geocities Mohammad Moesa[pranala nonaktif permanen]
  9. ^ Din Pazhuhi; (Religious Research) hal.308, artikel pluralisme dari John Hick