Portal:Burung/Artikel pilihan
Halaman ini memuat artikel-artikel yang telah menjadi Artikel Pilihan Portal Burung. Setiap pengguna bisa mengajukan artikel pilihannya di halaman diskusi. Syarat-syaratnya ialah:
- Artikel harus mengenai sesuatu yang ada hubungannya dengan burung.
- Artikel harus netral dan tidak bersifat kontroversial.
- Artikel harus ditulis dengan rapi dengan menggunakan gaya bahasa yang baik.
- Artikel harus cukup panjang dan bukan merupakan artikel rintisan. Artikel harus memuat paling tidak minimal 900 kata.
Saat ini, terdapat 12 artikel pilihan yang dapat berganti jika anda tekan lihat yang lainnya. Anda juga dapat menambah artikel pilihan lainnya dengan menambah {{Rand}} dengan cara mengedit Portal:Burung, kemudian hapus angka 12 menjadi 12, 13, dst. sesuai berapa yang anda tambahkan.
Deretan Artikel
[sunting sumber]Kakapo (Māori: kākāpō, berarti bayan malam), Strigops habroptilus (dari Yunani strix, genitif strigos: burung hantu dan ops: wajah; dan habros: halus, dan ptilon: bulu), juga disebut betet burung hantu, adalah spesies bayan nokturnal dengan bintik-bintik wajah sempurna berbulu hijau-kuning yang endemik dari Selandia Baru. Hewan ini memiliki wajah bundar datar bersensor yang berbeda, bulu seperti vibrissa, paruh abu-abu lebar, lengan pendek, kaki lebar, dengan sayap dan ekor relatif pendek. Kombinasi fisik dan perilaku ini menjadikan hewan ini unik dari jenis-jenis lain: ia merupakan satu-satunya bayan di dunia yang tidak dapat terbang, bayan terberat, nokturnal, herbivora, memiliki dimorfisme seksual dalam ukuran tubuh, memiliki tingkat metabolisme dasar rendah, induk jantan tidak mengasuh anak, dan merupakan satu-satunya bayan yang memiliki perpaduan sistem perkembangbiakan lek. Hewan ini juga kemungkinan satu-satunya burung yang hidup paling lama di dunia. Anatominya mencirikan kecenderungan evolusi burung di kepulauan terpencil samudra yang memiliki sedikit pemangsa dan makanan yang berlimpah: pencapaian termodinamik yang efisien atas kemampuan terbang, kurangnya otot sayap, lunas susut pada tulang dada, merupakan bentuk badan sempurna.
Pelatuk paruh-gading (Campephilus principalis) adalah salah satu spesies dari familia Burung pelatuk, Picidae; binatang ini secara resmi didaftarkan sebagai spesies terancam, namun pada akhir abad ke-20 telah ditetapkan secara luas sebagai spesies yang telah punah.
Sebuah laporan menyatakan ditemukannya spesies jantan di Arkansas pada tahun 2004 dan 2005 dilaporkan oleh sebuah regu dari Laboratorium Ornitologi Cornell pada April 2005 (Fitzpatrick et al., 2005). Jika benar, hal ini akan menjadikan Pelatuk paruh gading menjadi sebuah spesies lazarus, suatu spesies hidup yang ditemukan kembali setelah ditetapkan punah selama beberapa waktu.
Penawaran sebesar $ 10.000 ditawarkan untuk informasi yang bisa menunjukkan sarang, tempat bertengger atau tempat makan Pelatuk paruh gading.
Pada akhir September 2006, sebuah regu Ornitologi dari Universitas Auburn dan Universitas Windsor menerbitkan makalah yang menyatakan pendapat yang mendetail mengenai bukti-bukti keberadaan Pelatuk Paruh Gading di sepanjang Sungai Choctawhatchee di Florida bagian barat laut. (Hill et al., 2006)
Pelatuk ialah burung dari ordo Piciformes. Ditemukan di seluruh dunia dan termasuk sejumlah spesies, biasanya berjumlah 218 (termasuk Pelatuk paruh gading).
Beberapa burung pelatuk dalam ordo Piciformes memiliki kaki zigodaktil, dengan 2 jari kaki mengarah ke depan, dan 2 lainnya ke belakang. Kaki-kaki itu, meski beradaptasi untuk berpegangan di permukaan vertikal, bisa digunakan untuk menggenggam atau bertengger. Beberapa spesies hanya memiliki 3 jari kaki. Lidah panjang yang ditemukan pada beberapa burung pelatuk dapat dijulurkan keluar untuk menangkap serangga.
Burung pelatuk mendapatkan namanya dari kebiasaan beberapa speiesnya menyadap dan mematuk batang pohon dengan paruhnya. Ini adalah alat komunikasi kepemilikan daerah melalui sinyal kepada saingan-saingannya, dan cara mencari dan menemukan larva serangga di bawah kulit kayu atau terowongan berliku nan panjang di pohon.
Mula-mula, burung pelatuk mencari terowongan dengan menyadap batang. Begitu terowongan itu ditemukan, burung pelatuk memahat kayu sampai menciptakan pembukaan ke terowongan. Lalu menjulurkan lidahnya ke terowongan untuk mencoba mencari tempayak. Lidah burung pelatuk panjang dan berujung kait. Dengan lidahnya burung pelatuk menusuk tempayak dan menariknya keluar batang.
Merpati pos adalah burung merpati yang telah dilatih untuk mengantarkan surat atau pesan. Merpati merupakan salah satu jenis burung yang cukup pintar, memiliki daya ingat yang kuat, kemampuan navigasi, dan memiliki naluri alamiah yang dapat kembali ke sarang meskipun sudah pergi dengan jarak yang jauh dan waktu yang lama, sehingga surat yang disampaikan pasti sampai di tujuan atau sangat kecil kemungkinan surat tersebut nyasar. Merpati pos diberi makanan khusus berupa campuran kalium karbonat dan minyak ikan. Campuran tersebut berguna sebagai vitamin yang dapat membuat merpati menjadi kuat dan lebih mudah dilatih. Di Indonesia, rata-rata merpati pos adalah hasil perkawinan silang antara ras Yansson dan Delbar dari Belgia dengan ras unggulan lainnya.
Merpati pos memiliki ciri-ciri fisik agak besar, terbangnya agak lambat, tetapi stamina dan daya ingatnya kuat. Merpati pos yang terbang berpasangan dapat memilih rute yang lebih efisien jika dibandingkan dengan terbang sendirian. Merpati pos memanfaatkan fenomena fisika dalam melacak posisi tempat tujuannya. Fenomena fisika tersebut tertanam dalam otak merpati pos seperti microchips dan mikrokontroler yang dimasukkan seperti pada robot atau computer. Fenomena itu adalah medan magnet. Merpati pos memanfaatkan medan magnet bumi yang bervariasi dalam menentukan tujuan. Di antara kedua mata merpati pos terdapat jaringan yang berisi berbagai macam mineral besi yang merupakan kunci kemampuannya dalam menentukan arah. Selain jaringan tersebut, yang menyebabkan merpati pos kembali ke tempat asalnya adalah pasangannya karena merpati bersifat setia.
Daging merpati adalah daging yang disajikan dari unggas bangsa Columbidae, di mana merpati merupakan yang paling dominan. Daging merpati bisa didapatkan dari aktivitas berburu maupun dari peternakan unggas. Hewan ini pertama kali diternakkan di Timur Tengah dan telah dikonsumsi sejak peradaban Mesir Kuno hingga ke Kerajaan Romawi dan Eropa abad pertengahan. Catatan sejarah menunjukkan bahwa daging merpati bukanlah makanan sehari-hari dan lebih banyak disajikan pada kaum ningrat. Caelius Aurelianus, seorang dokter menyebutkan bahwa daging merpati dapat menyebabkan sakit kepala.
Pada abad pertengahan, rumah merpati merupakan simbol prestis dan dapat menjadi sumber makanan bagi tamu istimewa. Rumah merpati dibangun sebagai tempat merpati bersarang dan berkembang biak dan juga sebagai penghias taman. Merpati umumnya disembelih di musim panas, dan tidak pernah di musim dingin.
Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.
Penglihatan adalah indra yang paling penting untuk burung, karena penglihatan yang baik bersifat sangat menentukan bagi penerbangan yang aman, dan kelompok burung memiliki sejumlah adaptasi yang memberikan keunggulan visual dari kelompok vertebrata lainnya; merpati dideskripsikan sebagai "dua mata dengan sayap". Mata burung mirip dengan mata reptil, memiliki otot siliaris yang dapat mengubah bentuk lensa mata secara lebih cepat dan lebih luas daripada mata mamalia. Burung memiliki mata yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan hewan lain dalam kingdom animalia dengan ukuran tubuh yang sama besar, dan sebagai akibat dari matanya yang besar tersebut, gerakannya terbatasi oleh tulang rongga mata. Di samping mempunyai dua kelopak mata sebagaimana biasa ditemukan pada vertebrata, mata burung juga dilindungi oleh membran ketiga yang transparan dan dapat digerak-gerakkan. Anatomi internal mata burung sama dengan vertebrata lain, namun memiliki struktur tambahan yang hanya ada pada burung, yakni pekten okuli.
Penglihatan burung, tidak sebagaimana pada manusia, namun serupa dengan ikan, amfibia, dan reptil, mempunyai empat jenis reseptor warna. Hal ini membuat kemampuan mata burung untuk menangkap bukan hanya kisaran cahaya tampak, tetapi juga rentang sinar ultraungu dari spektrum cahaya, serta adaptasi lain yang memungkinkan burung untuk mendeteksi cahaya terpolarisasi atau medan magnet. Secara proposional, burung memiliki lebih banyak reseptor cahaya di retinanya daripada mamalia, dan lebih banyak koneksi saraf antara reseptor cahaya dan otak.
Kecerdasan burung berkaitan dengan definisi kecerdasan dan pengukurannya yang berlaku pada burung. Secara tradisional, burung telah dianggap lebih rendah dalam kecerdasan dibandingkan dengan mamalia, dan istilah yang merendahkan seperti otak burung telah digunakan bahasa sehari-hari dalam beberapa kebudayaan. Persepsi tersebut tidak lagi dianggap benar secara ilmiah. Kesulitan mendefinisikan atau mengukur kecerdasan mahluk hidup selain manusia membuat subjek ini sulit untuk dikaji secara ilmiah. Secara anatomis, burung memiliki otak yang relatif besar dibandingkan dengan ukuran kepalanya. Indera visual dan pendengaran berkembang dengan baik di sebagian besar spesies, sedangkan indera peraba dan penciuman yang baik hanya berkembang pada beberapa kelompok burung. Burung bergerak dengan cara terbang dan menggunaan kaki pada sebagian besar spesies. Paruh dan kaki digunakan untuk memanipulasi makanan dan benda-benda lainnya. Burung dapat berkomunikasi menggunakan sinyal visual serta melalui penggunaan panggilan dan nyanyian. Karena itu pengujian kecerdasan didasarkan pada mempelajari tanggapan burung terhadap rangsangan sensorik.
Hering Raja, Nasar Raja, Ruak-ruak Bangkai Raja, Sarcoramphus papa, adalah spesies burung hering Dunia Baru yang hidup di Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Spesies ini masuk dalam famili Cathartidae. Burung Hering ini hidup di hutan tropis dataran rendah di Meksiko selatan sampai Argentina utara, walaupun ada pula yang mempercayai bahwa lukisan "Hering Berwarna" karya William Bartram di Florida mungkin merupakan lukisan spesies ini. Sejauh ini Hering Raja merupakan anggota satu-satunya genus Sarcoramphus yang diketahui.
Burung ini berukuran besar dan sebagian besar tubuhnya berwarna putih, dengan bulu-bulu punggung, sayap dan ekor berwarna abu-abu atau hitam. Kepala dan lehernya botak, dengan warna kulit berubah-ubah, termasuk kuning, jingga, biru, ungu, dan merah. Burung Hering Raja memiliki gelambir kuning yang sangat kelihatan menyolok pada paruhnya. Spesies burung ini merupakan burung pemakan bangkai dan sering menjadi burung pertama yang mendatangi bangkai segar. Hering Raja juga kerap mengusir jenis-jenis burung hering Dunia Baru yang lebih kecil dari bangkai. Burung ini dapat bertahan hidup sampai dengan 30 tahun dalam penangkaran.
Albatros, dari keluarga Diomedeidae, adalah burung laut besar dalam ordo Procellariiformes yang merupakan satu kelompok dengan Procellariidae, Petrel badai dan Petrel penyelam. Burung ini ditemukan secara luas di Samudra Antartika dan Pasifik Utara. Burung ini tidak terdapat di Atlantik Utara, meskipun temuan fosil membuktikan bahwa burung ini dahulu pernah ada di sana. Burung albatros termasuk burung terbang yang paling besar, dan burung albatros besar (genus Diomedea) memiliki panjang sayap yang paling besar melebihi burung lainnya. Burung albatros sangat efisien di udara, dengan menggunakan teknik terbang melayang dan terbang membumbung untuk dapat terbang pada jarak yang sangat jauh dengan tenaga yang sedikit. Burung ini memakan cumi-cumi, ikan, dan udang, dengan cara memakan hewan yang terdampar, berburu di permukaan air, dan menyelam.
Anatomi burung atau struktur fisik tubuh burung memperlihatkan banyak adaptasi, yang kebanyakan bertujuan untuk menunjang kemampuan terbang. Burung memiliki sistem kerangka yang ringan dan otot yang ringan tapi kuat, dengan sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan yang mampu dalam tingkat metabolisme yang tinggi serta asupan oksigen yang memungkinkan burung untuk terbang. Perkembangan paruh telah membawa evolusi pada sistem pencernaan. Kekhususan anatomi tersebut telah menempatkan burung dalam klasifikasi ilmiah mereka dalam filum vertebrata.
Kerangka burung sangat beradaptasi untuk terbang. Kerangka tersebut sangat ringan, namun cukup kuat untuk menahan tekanan pada saat lepas landas, terbang dan mendarat. Salah satu kunci adaptasi yakni tergabungnya tulang dalam osifikasi tunggal. Hal ini membuat burung memiliki jumlah tulang yang sedikit dibanding vertebrata lain yang hidup di darat. Burung juga tidak memiliki gigi bahkan rahang, namun memiliki paruh yang lebih ringan. Paruh pada anak burung memiliki "gigi telur" yang digunakan untuk membantu keluar dari cangkang telur.
Jalak suren (Sturnus contra) atau jalak uren adalah spesies jalak yang ditemukan di Anakbenua India dan Asia Tenggara. Burung-burung ini biasa ditemukan dalam kelompok kecil di kaki lembah dan di dataran rendah. Jalak suren acapkali dijumpai di kota atau perdesaan, meskipun mereka tak seberani burung kerak ungu. Jalak suren memiliki beberapa variasi bulu dalam populasinya, dan sampai saat ini sudah teridentifikasi lima subspesiesnya.
Jalak ini berukuran sedang, berwarna hitam dan putih. Adapun perbedaan jantan dan betina terdapat pada panjang badan, kulit di sekeliling mata, bulu, ekor, dan jari-jari kaki. Seperti burung pengicau lainnya, jalak suren memiliki kaki berjenis anisodaktil di mana tiga jari menghadap ke depan dan satu jari menghadap ke belakang. Ia memilih tempat tinggal di dekat air, yakni di lubang pohon dan biasa mencari makan di tanah. Tak jarang burung ini turun ke air untuk mencari makan. Dalam sebuah sarang, biasanya diisi empat sampai enam telur biru mengkilap yang polos. Telur menetas setelah 14-15 hari. Mereka menghasilkan berbagai kicauan dengan suara yang jernih.