Lompat ke isi

Program perhutanan sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Program perhutanan sosial adalah bentuk pengelolaan hutan lestari yang pelaksanaannya berlangsung di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau berdasarkan hukum adat masyarakat. Sesuai dengan PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Pasal 1, yang berbunyi "Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan." Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan hidup, dan dinamika sosial budaya berupa hutan desa, hutan rakyat, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan hutan mitra.[1]

Visi[sunting | sunting sumber]

Visi dari program ini adalah "Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong". Sedangkan, program ini memiliki beberapa misi yaitu:

  1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
  2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum;
  3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara maritim;
  4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera;
  5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
  6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; serta
  7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Skema[sunting | sunting sumber]

Program perhutanan sosial memiliki 5 skema yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.[2]

  1. Hutan Desa (HD) Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Adapun fungsi hutan yang dapat menjadi hutan desa adalah hutan produksi dan hutan lindung.
  2. Hutan Kemasyarakatan (Hkm) Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Adapun fungsi hutan yang dapat menjadi obyek HKm adalah hutan produksi dan hutan lindung.
  3. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
  4. Hutan Adat (HA) Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Artinya pengelolaan hutan secara penuh ada di tangan masyarakat hukum adat. Hutan adat dapat berupa kawasan hutan dengan fungsi apapun, baik itu produksi, lindung, maupun konservasi.
  5. Kemitraan Kehutanan (KK) Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. Kemitraan atau kerja sama ini dapat dilakukan di semua jenis hutan, baik itu hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi.

Pengelola skema[sunting | sunting sumber]

5 Skema perhutanan sosial memiliki pengelolanya masing-masing. Adapun pengelola perhutanan sosial tersebut adalah[2]:

  1. Hutan Desa Lembaga pengelola hutan desa (LPHD) dibentuk melalui peraturan desa atau peraturan adat setempat.
  2. Hutan Kemasyarakatan Pengelola hutan kemasyarakatan adalah warga yang tinggal di sekitar kawasan hutan yang tergabung dalam kelompok atau gabungan kelompok pengelola hutan setempat, yang mana nama-namanya anggotanya diketahui dan ditandatangani oleh lurah/kepala desa.
  3. Hutan Tanaman Rakyat Perorangan yang merupakan petani hutan; kelompok tani hutan; gabungan kelompok tani hutan; koperasi tani hutan; perseorangan yang memperoleh pendidikan kehutanan atau bidang ilmu lainnya yang pernah menjadi pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan, dimana orang tersebut bersama masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan membentuk kelompok atau koperasi.
  4. Hutan Adat Pengelola hutan adat adalah masyarakat hukum adat yang mengajukan pengakuan hutan adat kepada Menteri LHK
  5. Kemitraan Kehutanan Kemitraan kehutanan (KK) bentuknya berbeda dengan skema perhutanan sosial yang lain. Kemitraan kehutanan bentuknya berupa perjanjian kerja sama kemitraan yang ditandatangani antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. Kemitraan/kerja samanya berupa hal-hal yang memang disepakati bersama antara masyarakat sekitar kawasan hutan dengan pemegang hak kelola maupun izin atas kawasan hutan tertentu, sehingga setiap tempat/wilayah bentuk kemitraan atau kerja samanya bisa jadi berbeda satu dengan lainnya, misalnya suatu daerah dimana ada perusahaan hutan tanaman industri bentuk kemitraannya dapat berupa kerja sama menampung kayu hasil tanaman warga untuk dibantu dipasarkan, atau bisa juga bentuk kerja samanya menjadikan masyarakat sebagai tenaga tanam tanaman tertentu yang menjadi komoditas perusahaan pemegang hak kelola ataupun izin atas kawasan hutan tersebut. Bentuk kerja sama kemitraan ini dituangkan dalam perjanjian kerjasama kemitraan antara pihak pemegang hak kelola maupun izin dengan masyarakat. Perjanjian ini perlu disahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dapat melindungi hak masyarakat yang menjadi mitra dari pihak pemegang hak kelola maupun izin kawasan hutan tersebut.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan. "Perhutanan Sosial". Perhutanan Sosial. Diakses tanggal 2023-10-24. 
  2. ^ a b Asep Yunan Firdaus. 2018. Panduan Praktis Penerapan Kebijakan Perhutanan Sosial: Kerangka Pencepatan Reformasi Tenurial Hutan. Bogor, Indonesia: CIFOR