Proses Bayer
Proses Bayer adalah metode yang digunakan dalam dunia perindustrian untuk memproduksi alumina (aluminium oksida) dari bauksit. Bauksit hanya mengandung sekitar 30–60% aluminium oksida, Al2O3, dan sisanya merupakan campuran silika, berbagai besi oksida dan titanium dioksida.[1] Aluminium oksida harus dimurnikan sebelum bisa dijadikan logam aluminium.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Proses Bayer diciptakan pada tahun 1888 oleh Carl Josef Bayer. Ia mendapati bahwa aluminium hidroksida yang mengalami pengendapan dari larutan alkalin merupakan sebuah kristalin dan dapat dengan mudah difilter dan dibersihkan, sementara yang mengalami pengendapan dari asam sulit untuk dibersihkan.
Saat ini proses ini memproduksi hampir seluruh persediaan alumina dunia yang dibutuhkan untuk menghasilkan aluminium.
Pada tahun 2010, lumpur merah yang merupakan limbah proses Bayer membanjiri wilayah di sekitar pabrik alumina di Ajka, Hungaria, dan mencemari Sungai Donau.
Proses
[sunting | sunting sumber]Dalam proses ini, bauksit bereaksi dengan natrium hidroksida yang terkonsentrasi dengan tekanan 7 bar dan suhu sekitar 180 °C.
Residu yang tidak terlarut mengandung senyawa besi yang dapat dikenali dari warna merahnya. "Lumpur merah" ini biasanya dikumpulkan di tempat pembuangan akhir, tetapi di beberapa negara dibuang ke sungai, sehingga memicu permasalahan lingkungan.
Dari natrium aluminat yang telah diencerkan, aluminium hidroksida akan mengalami pengendapan selama proses pendinginan. Filtratnya diencerkan dengan natrium hidroksida, suhunya diturunkan menjadi 78 °C dan tekanannya dikembalikan seperti semula. Melalui proses inokulasi dengan aluminium hidroksida padat sebagai inti kristal, aluminium hidroksida kemudian mengalami pengendapan dan sebagian dari natrium hidroksida dapat diperoleh kembali untuk keperluan yang lain.
Aluminium hidroksida padat yang dihasilkan lalu dimasukkan ke dalam alat rotary kiln dan dibakar dengan suhu antara 1200 hingga 1300 °C, dan dari situ dihasilkan aluminium oksida.
Aluminium hidroksida lalu dapat diproses lagi dengan menggunakan metode Hall-Héroult untuk menghasilkan logam aluminium.
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Harris, Chris; McLachlan, R. (Rosalie); Clark, Colin (1998). Micro reform – impacts on firms: aluminium case study. Melbourne: Industry Commission. ISBN 0-646-33550-2.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Charles E. Mortimer, Ulrich Müller: Chemie, 11. Auflage, 2014, Georg Thieme Verlag, ISBN 978-3-13-484311-8, S.459