Pulanga
Pulanga merupakan sebuah Upacara Penobatan atau Pemberian Gelar Adat dari Dewan Adat Gorontalo bersama Lembaga Adat 5 Kerajaan kepada "Putra Terbaik Bangsa" yang masih hidup.[1]
Adapun Upacara Penobatan atau Pemberian Gelar Adat dari Dewan Adat Gorontalo bersama Lembaga Adat 5 Kerajaan kepada "Putra Terbaik Bangsa" yang telah meninggal disebut Gara'i.
Pada upacara adat Pulanga terdapat tahapan prosesi penyampaian Tahuli atau penyampaian Nasehat beserta pesan-pesan penuh hikmah. Proses penyampaian Tahuli dilaksanakan secara bergantian dengan penyampaian Tuja’i.
Pada tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Republik Indonesia akhirnya menetapkan Pulanga, bersama dengan tujuh budaya Gorontalo lainnya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.[2]
Daftar Penerima Gelar Adat Pulanga
[sunting | sunting sumber]Sejauh ini, telah tercatat setidaknya 64 orang[3] telah menerima gelar adat Pulanga oleh Dewan Adat Gorontalo, diantaranya:
- Nani Wartabone, Proklamator Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo pada tanggal 23 Januari, tahun 1942
- H.B. Jassin, Paus Sastra Indonesia
- B.J. Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3
- J. A. Katili, Bapak Geologi Indonesia
- Aloei Saboe, Dokter Pejuang Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo
- Alex Sato Biya, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun)
- Medi Botutihe, Wali kota Gorontalo ke-8
- Sri Sultan Hamengkubawana X, dengan gelar adat Ti Tulutani Lo Toyunuta[4]
- Syafrudin Mosii, Auditor BPK RI, dengan gelar adat Ti Molotuleteya Upango Lipu[5]
- Rachmat Gobel, Menteri Perdagangan RI ke-33
- Rusli Habibie, Gubernur Gorontalo ke-3
- Idris Rahim, Wakil Gubernur Gorontalo ke-3
- David Bobihoe, Bupati Gorontalo ke-7 dengan gelar adat Tauwa Lo Lahuwa
- Udin Hianggio, Wakil Gubernur Kalimantan Utara pertama[6]
- Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo pertama
- Marten Taha, Wali kota Gorontalo ke-10
- Winarni Monoarfa, Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo ke-2
- Brigadir Jenderal Rachmad Fudail, Kapolda Gorontalo
- Indra Yasin, Bupati Gorontalo Utara ke-2
- Abdullah Amu, Mantan Gubernur Sulut ke- 4
Perubahan Tradisi Penerima Gelar Adat Pulanga
[sunting | sunting sumber]- Winarni Monoarfa, merupakan perempuan pertama sepanjang sejarah tradisi pemberian gelar adat Pulanga.[7] Sebelumnya belum pernah gelar adat Pulanga ini diberikan kepada perempuan.
- Rachmad Fudail, merupakan seorang Kapolda Gorontalo sekaligus perwira tinggi Kepolisian pertama yang mendapatkan gelar adat Pulanga.[8] Gelar Adat ini diberikan pertama kali kepada Jenderal Bintang Satu ini karena dedikasi dan pengabdiannya dalam mengamankan negeri serta atas kesuksesannya membangun insfrastruktur kepolisian yang lengkap dan megah di Gorontalo.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ NUSI, N.A., 2014. TAHULI PADA UPACARA ADAT PULANGA MASYARAKAT GORONTALO (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Gorontalo).
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-15. Diakses tanggal 2019-02-15.
- ^ https://gorontalo.antaranews.com/berita/53888/kapolda-sandang-gelar-adat-gorontalo
- ^ https://bola.kompas.com/read/2008/10/24/06422754/sultan.terima.gelar.adat.gorontalo
- ^ http://www.gorontalo.bpk.go.id/?p=1781
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-15. Diakses tanggal 2019-02-15.
- ^ https://bappeda.gorontaloprov.go.id/institution/read/70/sediakan-bulita-khusus-perempuan-dinobatkan-8-pemangku-adat
- ^ "KAPOLDA DI BERI GELAR ADAT " PULANGA" TI TULAI BALA LO MADALA". Humas Polda Gorontalo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-02-21.