Rahasia jabatan
Rahasia jabatan adalah rahasia seseorang dalam pekerjaan/jabatannya sebagai pejabat struktural.[1] Dalam hal inilah profesionalitas seseorang dalam memangku suatu jabatan dapat dinilai.[1] Misalnya rahasia jabatan dalam kedokteran adalah rahasia dokter sebagai pejabat stuktural, sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya (fungsional).[1] Kewajiban menyimpan rahasia jabatan adalah kewajiban moril yang sudah terjadi bahkan sejak zaman Hippokrates.[1] Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan, Indonesia sudah mengukuhkan peraturan/undang-undang tentang rahasia jabatan.[1] Rahasia jabatan kedokteran diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966, yang mana mengatakan bahwa dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran.[1] Rahasia jabatan dokter di maksud untuk melindungi rahasia dan untuk menjaga tetap terpeliharanya kepercayaan pasien dan dokter.[1] Dokter berkewajiban menyimpan data-data seperti rekap medis seseorang yang sedang atau telah melakukan pengobatan.[1] Oleh karena tanggung jawab menyimpan rahasia pasien ini adalah suatu tanggung jawab moril, perihal rahasia jabatan ini juga diucapkan pada sumpah jabatan seorang dokter, juga oleh KODEKI.[1] Pada umumnya, saat menjalani pengobatan, seorang dokter akan bertanggung jawab kepada pasien.[1] Sehingga dokter yang bertanggung jawab tersebut berkewajiban untuk memberikan informasi medis apabila diperlukan.[1] Akan tetapi dalam kasus/keadaan tertentu, tugas memberikan informasi medis ini dapat juga disampaikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bertanggung jawab.[1]
Rahasia jabatan juga dianggap penting pada profesi Pendeta.[2] Pendeta dalam melakukan konseling pastoral wajib menjaga rahasia dari jemaat yang melakukan percakapan konseling pastoral.[2] Ini yang membuat perkunjungan pastoral menjadi tidak mudah.[3] Gereja mengenal beberapa jenis pelawatan (perkunjungan pastoral): rutin, sakit, kedukaan, persiapan baptisan/sidi, persiapan perjamuan kudus, persiapan nikah, atestasi pindah, dan lain-lain.[3] Perkunjungan dilakukan oleh pendeta, penatua, ataupun jemaat biasa.[3] Akan tetapi, isi dari percakapan konseling merupakan rahasia jabatan yang sekali-kali tidak boleh dibukakan kepada orang yang tidak berkepentingan.[2] Sehingga hal ini memungkinkan bagi anggota-anggota jemaat atau penatua atau jemaat yang digembalakan untuk dapat mencurahkan isi hatinya tanpa takut akan disebarkan kepada khalayak ramai.[2] Apabila pendeta hendak meminta pertolongan dari orang lain mengenai masalah tersebut, maka haruslah terlebih dahulu meminta izin kepada jemaat yang melakukan konseling.[2] Kemudian dalam rangka mengajar umat secara keseluruhan, apabila hendak memakai contoh kasus, tidak boleh menyebutkan nama sebenarnya.[2] Dalam Gereja Katolik pun terdapat suatu sakramen (tanda) yaitu sakramen Tobat atau yang lebih dikenal sebagai pengakuan dosa. Dalam pengakuan dosa ini seorang Pastor/Romo akan mendengar segala kesalahan dari umatnya. Pastor/Romo secara tegas dan ketat dilarang untuk memberitahukan isi dari Pengakuan Dosa Umatnya.
Rahasia jabatan juga berlaku pada pekerjaan lain, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).[4] Dalam Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1980 dinyatakan bahwa PNS wajib menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya.[4] Akan tetapi, rahasia jabatan sedikit berbeda bila dalam pengadilan.[5] Dalam persidangan, kewajiban menyimpan rahasia jabatan itu ditiadakan.[5] Misalnya, seorang notaris dalam persidangan, haruslah memberikan keterangan sejelas-jelasnya bila dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pajak.[5]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h i j k l Hanafiah, M. Jusuf & Amri Amir. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. -ed. 4- Jakarta: EGC.
- ^ a b c d e f Strom, Bons M. 1967. Apakah Penggembalaan Itu? Jakarta: BPK Gunung Mulia.
- ^ a b c Ismail, Andar. 2009. Selamat Bergereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
- ^ a b YLBHI. 2009. Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda memahami dan menyelesaikan masalah hukum -cet 2- Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- ^ a b c Pudyatmoko, Y. Sri. 2005. Pengadilan Pajak dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.