Rasisme di Amerika Serikat
Netralitas artikel ini dipertanyakan. |
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Rasisme di Amerika Serikat telah merebak sejak era kolonial. Secara hukum dan sosial, hak-hak dan pemberian-pemberian diberikan kepada orang kulit putih Amerika namun ditolak kepada Amerika Asli, Afrika Amerika, Asia Amerika dan Hispanik atau Latino Amerika. Eropa Amerika (terutama Protestan Anglo-Saxon kulit putih) diberi pemberian eksklusif dalam materi-materi pendidikan, imigrasi, hak suara, kewarganegaraan, kepemilikan tanah, dan prosedur kriminal sepanjang periode waktu yang terbentang dari abad ke-17 sampai 1960an. Namun, para imigran non-Protestan dari Eropa; terutama orang Irlandia, orang Polandia, dan orang Italia, yang mengalami pengecualian xenofobik dan bentuk diskriminasi berbasis etnis lainnya dalam masyarakat Amerika, masih dianggap ras rendah dan tak dianggap orang kulit putih sepenuhnya. Selain itu, kelompok Timur Tengah Amerika seperti Yahudi dan Arab menghadapi diskriminasi berkelanjutan di Amerika Serikat, dan akibatnya, beberapa orang yang masuk kelompok tersebut tak diidentifikasikan sebagai orang kulit putih. Orang Asia Timur Selatan juga menghadapi rasisme di Amerika.
Beberapa rakyat Amerika melihat pemilihan presiden Barack Obama, yang merupakan presiden kulit hitam pertama di negara itu, sebagai tanda bahwa negara tersebut telah memasuki era baru pasca-ras. Pemilihan Presiden Donald Trump pada tahun 2016, yang merupakan pendukung utama gerakan kelahiran rasis dan memiliki sejarah ucapan dan tindakan yang secara luas dipandang sebagai rasis atau tuduhan rasial, telah dilihat oleh beberapa komentator sebagai reaksi rasis terhadap pemilihan Obama. Pada 25 Mei 2020, George Floyd, seorang pria kulit hitam berusia 46 tahun, dibunuh oleh seorang petugas Departemen Kepolisian Minneapolis kulit putih Derek Chauvin, yang memaksa lututnya di leher Floyd selama total 9 menit dan 29 detik. Pembunuhan Floyd memicu gelombang unjuk rasa di seluruh Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Ada insiden xenophobia, intimidasi rasis, dan kekerasan rasis yang meluas terhadap orang Tionghoa Amerika dan orang Asia Amerika lainnya sebagai tanggapan terhadap pandemi COVID-19.
Bacaan tambahan
[sunting | sunting sumber]Artikel
[sunting | sunting sumber]- Sanneh, Kelefa (August 19, 2019). "The Color of Injustice". The New Yorker. hlm. 18–22.
- Kahn-Harris, Keith (28 Nov 2018). "'White supremacy' is really about white degeneracy". The Guardian.
- Ross, Alex (30 April 2018). "The Hitler Vortex: How American Racism Influenced Nazi Thought". The New Yorker. hlm. 66–73.
Buku
[sunting | sunting sumber]- Bell, Derrick (1992). Faces at the Bottom of the Well: The Permanence of Racism. New York: Basic Books. ISBN 978-0465068173.
- Lee, Erika (2019). America for Americans: A History of Xenophobia in the United States. New York: Basic Books. ISBN 978-1541672604.