Ruptur diafragma
Ruptur diafragma | |
---|---|
Sinar X menunjukkan diafragma terangkat di sebelah kanan[1] | |
Informasi umum | |
Nama lain | cedera diafragma, sobek difragma |
Spesialisasi | Bedah toraks dan kardiovaskular |
Penyebab | Trauma |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | Susah bernapas, nyeri dada |
Diagnosis | Laparotomi, pindai CT, sinar X |
Perawatan | Bedah |
Prognosis | tingkat kematian 15–40% |
Ruptur diafragma (juga disebut cedera diafragma) adalah terjadinya robekan diafragma, suatu otot di bagian bawah tulang rusuk yang memainkan peran penting dalam pernapasan. Ruptur diafragma paling umum didapat akibat cedera (trauma fisik). Ruptur diafragma dapat terjadi akibat trauma tumpul atau tembus dan terjadi pada sekitar 0,5% dari semua orang dengan trauma.[2]
Teknik diagnostik termasuk sinar X, tomografi terkomputasi, dan teknik bedah misalnya bedah eksploratif. Diagnosis seringkali sulit ditegakkan karena tanda-tanda tidak muncul pada pemeriksaan sinar X, atau tanda-tanda yang muncul tampak mirip dengan penyakit lain. Tanda dan gejala termasuk nyeri dada dan perut, kesulitan bernapas, dan penurunan suara paru-paru. Ketika robekan ditemukan, maka diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya.
Cedera pada diafragma biasanya disertai dengan cedera lain, dan ini menunjukkan bahwa telah terjadi cedera yang lebih parah. Hasilnya seringkali lebih bergantung pada cedera terkait, daripada cedera diafragma itu sendiri. Karena tekanan di rongga perut lebih tinggi daripada rongga dada, ruptur diafragma hampir selalu dihubungkan dengan herniasi organ perut ke dalam rongga dada, yang disebut hernia diafragma. Herniasi ini dapat mengganggu pernapasan.
Gejala dan tanda
[sunting | sunting sumber]Gejala ruptur diafragma termasuk nyeri, ortopnea (sesak napas saat berbaring), dan batuk.[3] Pada orang dengan herniasi organ perut, dapat muncul tanda-tanda penyumbatan usus atau sepsis di perut. Bising usus mungkin terdengar di dada, dan adanya nyeri bahu atau epigastrium. Ketika cedera tidak segera diketahui, gejala utamanya yaitu gejala yang mengindikasikan sumbatan usus.[4]
Penyebab
[sunting | sunting sumber]Ruptur diafragma dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tembus, dan oleh penyebab iatrogenik (sebagai akibat dari intervensi medis), misalnya selama operasi pada perut atau dada.[5] Ruptur diafragma juga terjadi secara spontan pada saat kehamilan atau tanpa alasan yang jelas.[2] Ruptur diafragma dilaporkan terjadi pada 8% kasus trauma tumpul dada.[6] Dalam kasus trauma tumpul, kecelakaan lalu lintas dan jatuh merupakan penyebab paling umum.[5] Trauma tembus dilaporkan menyebabkan 12,3-20% kasus, tetapi juga telah diusulkan sebagai penyebab yang lebih umum daripada trauma tumpul.[3] Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor regional, sosial, dan ekonomi di wilayah yang diteliti. Luka tusuk dan tembak dapat menyebabkan cedera diafragma. Dokter dilatih untuk mencurigai ruptur diafragma terutama jika trauma tembus telah terjadi pada dada bagian bawah atau perut bagian atas. Dengan trauma tembus, isi perut mungkin tidak langsung herniasi ke dalam rongga dada, tetapi itu dapat terjadi kemudian, menyebabkan presentasi klinis yang tertunda. Karena diafragma bergerak ke atas dan ke bawah selama bernapas, trauma tembus ke berbagai bagian batang tubuh (torso) dapat melukai diafragma. Cedera tembus setinggi rusuk ketiga dan serendah kedua belas telah ditemukan dapat melukai diafragma.[3] Kasus iatrogenik telah terjadi sebagai komplikasi dari prosedur medis yang melibatkan dada atau perut, seperti thoracentesis dan ablasi frekuensi radio.[2]
Mekanisme
[sunting | sunting sumber]Meskipun mekanisme ruptur diafragma tidak diketahui, diperkirakan bahwa pukulan ke perut dapat meningkatkan tekanan di dalam perut sedemikian tinggi sehingga diafragma sobek.[3] Trauma tumpul menciptakan gradien tekanan yang besar antara rongga perut dan rongga dada. Selain menyebabkan ruptur, gradien tekanan ini juga dapat menyebabkan herniasi isi abdomen ke dalam rongga toraks. Isi perut dalam rongga pleura mengganggu fungsi jantung dan paru-paru. Tekanan intratoraks yang tinggi menyebabkan peningkatan tekanan atrium kanan, mengganggu pengisian jantung, dan mengganggu aliran darah balik vena.[7] Karena aliran balik vena menentukan curah jantung, hal ini menyebabkan penurunan curah jantung.[8] Jika ventilasi paru-paru sangat terhambat pada sisi robekan, dapat terjadi hipoksemia (oksigen darah rendah).[7] Biasanya, ruptur berada di sisi yang sama dengan benturan. Pukulan sebanyak tiga kali ke samping lebih mungkin menyebabkan ruptur diafragma daripada satu pukulan ke depan.[7]
Diagnosis
[sunting | sunting sumber]Pemeriksaan fisik tidaklah akurat, karena biasanya tidak ada tanda fisik khusus yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini. Metode torakoskopi dan laparoskopi merupakan metode yang akurat.[9] Radiograf dada tidak dapat diandalkan dalam mendiagnosis ruptur diafragma, karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk cedera. Seringkali cedera lain seperti memar paru menutupi cedera pada film sinar X. Seringkali, pemeriksaan sinar X awal ditemukan normal, pada sebagian besar yang lain terdapat hemotoraks atau pneumotoraks. Tabung nasogastrik dari perut mungkin tampak pada film di rongga dada; ini merupakan tanda khas (patognomonik) untuk ruptur diafragma, tetapi jarang ditemui. Sinar X lebih mampu mendeteksi cedera ketika diambil dari belakang dengan posisi berdiri tegak. Namun cara tersebut biasanya tidak mungkin dilakukan karena pasien biasanya tidak cukup stabil, sehingga biasanya diambil dari depan dengan posisi berbaring terlentang. Ventilasi tekanan positif membantu menjaga organ perut dari herniasi ke dalam rongga dada, selain itu juga dapat mencegah cedera pada sinar X.[10]
Pemindaian CT memiliki akurasi diagnosis yang lebih tinggi dibandingkan sinar X, tetapi tidak ada temuan spesifik pada pindai CT untuk menegakkan diagnosis.[11] Tepi bebas dari diafragma yang pecah dapat melengkung dan menjadi tegak lurus dengan dinding dada, suatu tanda yang dikenal sebagai diafragma yang menjuntai. Organ yang mengalami herniasi dapat menyempit di lokasi ruptur, suatu tanda yang dikenal sebagai tanda kerah. Jika hati mengalami herniasi melalui ruptur di sisi kanan, mungkin menghasilkan dua tanda yang dikenal sebagai tanda punuk dan pita. Tanda punuk adalah bentuk tanda kerah di sebelah kanan. Tanda pita adalah garis terang yang memotong hati. Hal ini diyakini terjadi karena kompresi diafragma yang pecah.[12] Meskipun pindai CT meningkatkan kemungkinan diagnosis ruptur diafragma sebelum operasi, tingkat diagnosis sebelum operasi hanya baru 31-43,5%. Metode diagnostik lainnya adalah laparotomi, tetapi metode ini tidak menyebabkan ruptur diafragma hingga 15%. Seringkali cedera diafragma tidak sengaja ditemukan selama laparotomi untuk pemeriksaan cedera perut lainnya. Karena laparotomi lebih sering terjadi pada orang-orang yang mengalami trauma tembus dibandingkan cedera tumpul, maka ruptur diafragma lebih sering ditemukan pada orang-orang tersebut.[12] Thorakoskopi lebih dapat diandalkan dalam mendeteksi robekan diafragma daripada laparotomi, dan metode sangat berguna ketika dicurigai terjadi hernia diafragma kronis.
Lokasi
[sunting | sunting sumber]Antara 50 dan 80% dari ruptur diafragma terjadi pada sisi kiri. Terdapat kemungkinan bahwa hati, yang terletak di kuadran kanan atas perut, berperan melindungi diafragma. Namun, cedera yang terjadi di sisi kiri juga lebih mudah dideteksi dalam film sinar X. Setengah dari kasus ruptur diafragma yang terjadi di sisi kanan berhubungan dengan cedera hati. Cedera yang terjadi di sebelah kanan dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi serta cedera penyerta yang lebih banyak dan serius.[13] Ruptur diafragma dua sisi, yang terjadi pada 1-2% dari kasus ruptur, dikaitkan dengan tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada cedera yang terjadi hanya pada satu sisi.
Penanganan
[sunting | sunting sumber]Karena diafragma bergerak konstan selama pernapasan, dan karena berada di bawah tekanan, cedera ini tidak akan sembuh dengan sendirinya. Cedera biasanya menjadi lebih besar seiring waktu jika tidak diperbaiki.[2] Tujuan utama pembedahan yaitu untuk memperbaiki cedera pada diafragma dan untuk memindahkan organ perut yang mengalami hernia kembali ke tempat asalnya.[9] Ini dilakukan untuk menghilangkan jaringan mati dan menutup ruptur. Biasanya, cedera diperbaiki selama laparotomi. Pembedahan dini merupakan hal yang penting, karena atrofi dan perlengketan diafragma terjadi seiring waktu. Jahitan digunakan dalam perbaikan.[9] Cedera lain, seperti hemotoraks, dapat menimbulkan ancaman yang lebih cepat dan perlu diobati terlebih dahulu jika ini menyertai ruptur diafragma. Torakoskopi dengan bantuan video merupakan metode lain yang dapat digunakan.
Prognosis
[sunting | sunting sumber]Dalam kebanyakan kasus, ruptur diafragma terisolasi dikaitkan dengan hasil yang baik jika diperbaiki dengan pembedahan. Tingkat kematian untuk ruptur diafragma setelah trauma tumpul dan tembus diperkirakan masing-masing 15-40% dan 10-30%, tetapi cedera lain memainkan peran besar dalam menentukan hasil. Herniasi organ perut terjadi pada 3-4% orang dengan trauma perut yang datang ke pusat trauma.
Epidemiologi
[sunting | sunting sumber]Ruptur diafragma terjadi pada 1-7% orang dengan trauma tumpul yang signifikan, dan rata-rata 3% dari cedera perut. Indeks massa tubuh yang tinggi dapat dikaitkan dengan risiko ruptur diafragma yang lebih tinggi pada orang yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas. Lebih dari 90% ruptur diafragma terjadi karena trauma dari kecelakaan lalu lintas. Dibutuhkan kekuatan yang besar untuk memecahkan diafragma, sehingga jarang jika terjadi cedera pada diafragma saja, terutama pada trauma tumpul. Ditemukan bahwa cedera lain yang terkait ditemukan sebanyak 80-100% kasus. Faktanya, jika diafragma terluka, itu merupakan indikasi bahwa cedera organ yang lebih parah mungkin telah terjadi. Dengan demikian, kematian setelah diagnosis ruptur diafragma yaitu 17%, dengan sebagian besar kematian karena komplikasi paru. Cedera terkait yang umum terlibat yaitu cedera kepala, cedera pada aorta, patah tulang panggul dan tulang panjang, serta laserasi hati dan limpa. Cedera terkait terjadi pada lebih dari tiga perempat kasus.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada 1579, Ambroise Paré membuat deskripsi pertama tentang ruptur diafragma pada seorang kapten artileri Prancis yang telah ditembak delapan bulan sebelum kematiannya. Dia meninggal karena komplikasi dari ruptur. Paré juga menggambarkan ruptur diafragma pada orang yang menderita trauma tumpul dan trauma tembus menggunakan otopsi. Laporan herniasi diafragma karena cedera sudah ada sejak abad ke-17. Petit adalah orang pertama yang membedakan antara hernia diafragma perolehan atau bawaan (dihasilkan dari malformasi kongenital diafragma). Pada 1888, Naumann memperbaiki hernia perut ke dada kiri yang disebabkan oleh trauma.
Hewan lainnya
[sunting | sunting sumber]Ruptur diafragma merupakan komplikasi umum dan terkenal dari trauma tumpul abdomen pada kucing dan anjing. Organ yang mengalami herniasi ke dalam rongga pleura ditentukan oleh lokasi ruptur. Ruptur paling sering berupa robekan melingkar yang terjadi pada perlekatan diafragma dan tulang rusuk. Pada kasus ini, organ yang mengalami herniasi mungkin termasuk hati, usus kecil, lambung, limpa, omentum, dan/atau rahim. Robekan punggung jarang terjadi, dan dapat menyebabkan ginjal mengalami herniasi ke dalam toraks. Gejalanya meliputi kesulitan bernapas, muntah, kolaps, dan tidak adanya organ yang teraba di perut. Gejala dapat memburuk dengan cepat dan mematikan, terutama dalam kasus perdarahan hebat, jantung memar, atau pencekikan dari hernia usus. Tanda-tanda bisa jadi tidak kentara, dan hanya terdeteksi secara tidak sengaja selama pemindaian medis beberapa bulan atau tahun setelah cedera.[14]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Hariharan, Deepak; Singhal, Rishi; Kinra, Sonali; Chilton, Andrew (2006-11-28). "Post traumatic intra thoracic spleen presenting with upper GI bleed!--a case report". BMC gastroenterology. 6: 38. doi:10.1186/1471-230X-6-38. ISSN 1471-230X. PMC 1687187 . PMID 17132174.
- ^ a b c d Furák, József; Athanassiadi, Kalliopi (February 2019). "Diaphragm and transdiaphragmatic injuries". Journal of Thoracic Disease. 11 (Suppl 2): S152–S157. doi:10.21037/jtd.2018.10.76. ISSN 2072-1439. PMC 6389556 . PMID 30906579.
- ^ a b c d Simon, Leslie V.; Lopez, Richard A.; Burns, Bracken (2022). Diaphragm Rupture. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 29262087.
- ^ Thiam, Ousmane; Konate, Ibrahima; Gueye, Mohamadou Lamine; Toure, Alpha Omar; Seck, Mamadou; Cisse, Mamadou; Diop, Balla; Dirie, Elias Said; Ka, Ousmane (2016). "Traumatic diaphragmatic injuries: epidemiological, diagnostic and therapeutic aspects". SpringerPlus. 5 (1): 1614. doi:10.1186/s40064-016-3291-1. ISSN 2193-1801. PMC 5028363 . PMID 27652187.
- ^ a b Bosanquet, David; Farboud, Amir; Luckraz, Heyman (2009). "A review diaphragmatic injury". Respiratory Medicine CME (dalam bahasa Inggris). 2 (1): 1–6. doi:10.1016/j.rmedc.2009.01.002.
- ^ Liman, S (2003-03). "Chest injury due to blunt trauma". European Journal of Cardio-Thoracic Surgery (dalam bahasa Inggris). 23 (3): 374–378. doi:10.1016/s1010-7940(02)00813-8.
- ^ a b c Dogrul, Bekir Nihat; Kiliccalan, Ibrahim; Asci, Ekrem Samet; Peker, Selim Can (2020-06). "Blunt trauma related chest wall and pulmonary injuries: An overview". Chinese Journal of Traumatology (dalam bahasa Inggris). 23 (3): 125–138. doi:10.1016/j.cjtee.2020.04.003. PMC 7296362 . PMID 32417043.
- ^ Berger, David; Takala, Jukka (September 2018). "Determinants of systemic venous return and the impact of positive pressure ventilation". Annals of Translational Medicine (dalam bahasa Inggris). 6 (18): 5. doi:10.21037/atm.2018.05.27. ISSN 2305-5847. PMC 6186556 . PMID 30370277.
- ^ a b c Gao, Ru; Jia, Donghui; Zhao, Huimin; WeiWei, Zhang; Yangming, Wang Frank (September 2018). "A Diaphragmatic Hernia and Pericardial Rupture Caused by Blunt Injury of the Chest: A Case Review". Journal of Trauma Nursing. 25 (5): 323–326. doi:10.1097/JTN.0000000000000395. ISSN 1078-7496. PMC 6170143 . PMID 30216264.
- ^ Iochum, Sandrine; Ludig, Thomas; Walter, Frédéric; Sebbag, Hugues; Grosdidier, Gilles; Blum, Alain G. (2002-10). "Imaging of Diaphragmatic Injury: A Diagnostic Challenge?". RadioGraphics (dalam bahasa Inggris). 22 (suppl_1): S103–S116. doi:10.1148/radiographics.22.suppl_1.g02oc14s103. ISSN 0271-5333.
- ^ Asensio JA, Petrone P, Demitriades D, commentary by Davis JW (2003). "Injury to the diaphragm". Dalam Moore EE, Feliciano DV, Mattox KL. Trauma. Fifth Edition. McGraw-Hill Professional. hlm. 613–616. ISBN 0-07-137069-2.
- ^ a b Desir, Amandine; Desir, Benoit (5 March 2012). "CT of Blunt Diaphragmatic Rupture". Radiographics. 32 (2): 477–496. doi:10.1148/rg.322115082. PMID 22411944.
- ^ Fleisher GR, Ludwig S, Henretig FM, Ruddy RM, Silverman BK, ed. (2006). "Thoracic trauma". Textbook of Pediatric Emergency Medicine. Hagerstown, MD: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 1446–7. ISBN 0-7817-5074-1.
- ^ Legallet, Claire; Thieman Mankin, Kelley; Selmic, Laura E. (2016-12). "Prognostic indicators for perioperative survival after diaphragmatic herniorrhaphy in cats and dogs: 96 cases (2001-2013)". BMC Veterinary Research (dalam bahasa Inggris). 13 (1): 16. doi:10.1186/s12917-016-0926-y. ISSN 1746-6148. PMC 5219778 . PMID 28061863.